BerandaTafsir TematikTafsir AhkamHukum Puasa Orang yang Sengaja Menelan Sisa Makanan yang Terselip di Gigi

Hukum Puasa Orang yang Sengaja Menelan Sisa Makanan yang Terselip di Gigi

Salah satu problematika yang sering ditemui saat berpuasa adalah persoalan sisa makanan yang ada di sela-sela gigi. Makan di malam hari, yang sudah diantisipasi dengan sikat gigi setelahnya, terkadang masih tetap menyisakan sisa-sisa makanan di antara gigi. Hal ini cukup menyusahkan, sebab sering tiba-tiba terlepas dari himpitan gigi dan tak sengaja tertelan bersama ludah.

Lalu bagaimana hukum menelan sisa makanan di sela-sela gigi tersebut dengan sengaja? Apakah dianggap seperti makanan dari luar mulut, yang membatalkan puasa bila sengaja menelannya? Atau dianggap sebagaimana ludah di dalam mulut yang bisa dengan bebas kita menelannya? Berikut penjelasan ulama,

Baca Juga: Hukum Puasa Orang Yang Tak Sengaja Menelan Sesuatu

Sengaja Menelan Sisa Makanan

Saat berbicara tentang tafsir ahkam terkait ayat tentang puasa Q.S. Al-Baqarah [2]: 185, Imam al-Jashshash dalam Ahkamul Qur’an menyatakan, apabila seseorang menemukan sisa makanan di antara giginya, entah itu berupa daging, tepung, maupun roti, lalu sisa makanan tersebut terlepas dan orang tersebut dengan sengaja menelannya, maka menurut Imam al-Jashshash puasa orang tersebut tidak batal. Ini merupakan pandangan mazhab hanafiyah.

Imam al-Jashshash beralasan menyamakan sisa makanan tersebut dengan sisa air yang menempel di gigi usai berkumur saat wudu. Bukankah sisa air tersebut akan tertelan dan tidak ada yang mempermasalahkannya? Begitu pula sisa makanan di antara gigi, sebab tidak bisa seseorang makan tanpa ada sisa makanan di antara giginya, dan tidak ada perintah baginya untuk membersihkan giginya dengan tusuk gigi maupun dengan berkumur (Ahkamul Qur’an/1/482).

Sementara itu, Imam al-Nawawi mengemukakan pendapat yang berbeda. Ia menyatakan bahwa apabila seseorang makan di malam hari dan ada sisa makanan di antara giginya, dia harus membersihkannya saat malam hari itu juga. Apabila sudah memasuki pagi dan masih ada sisa makanan di antara giginya, lalu seseorang tersebut menelannya dengan sengaja, maka mazhab syafiiyah sepakat bahwa puasa orang tersebut batal. Pendapat ini juga diyakini Imam Malik, Ahmad dan Abu Yusuf. Sedang Abu Hanifah menghukumi tidak batal.

Imam al-Nawawi sebagai ulama yang ikut menyatakan batal beralasan bahwa orang tersebut menelan sesuatu yang bisa dia hindari dan tidak ada kebutuhan yang memaksanya melakukan hal itu. Maka dia seperti orang yang mengeluarkan sisa makanan dari mulutnya ke tangannya, lalu menelannya kembali (Al-Majmu’/6/317).

Imam al-Umrani di dalam al-Bayan menjelaskan tentang hukum batalnya puasa orang yang menelan sisa makanan di giginya dengan sengaja, baik dalam keadaan sisa makanan tersebut dengan sengaja dia lepaskan dari tempatnya dan bisa dibuang, atau terlepas dengan sendirinya. Jadi, pada bagian ini hal yang menjadi penyebab batal puasa bukan karena sisa makanan itu sengaja atau tidak sengaja dilepaskan dari tempatnya, tapi soal kesengajaan menelan sisa makanan atau tidak. (Al-Bayan/3/505).

Imam al-Mawardi menambahkan, hukum batal puasa sebab dengan sengaja menelan sisa makanan diantara gigi tersebut, berlaku entah sisa makanan tersebut sedikit maupun banyak. Sedang pendapat Abu Hanifah yang menyatakan tidak batal, masih mempertimbangkan apakah sisa makanan tersebut sedikit atau banyak. Apabila banyak maka batal. Sedang sedikit banyaknya makanan dipertimbangkan secara kebiasaan saja (urf) (Al-Hawi al-Kabir/3/902 – Fiqhul Islami/3/1718).

Baca Juga: Kewajiban Ibu Hamil dan Menyusui yang Tak Berpuasa

Kesimpulan

Perlulah diingat bahwa hukum di atas berlaku bagi orang yang dengan sengaja menelan sisa makanan yang ada di sela-sela gigi. Ulama berbeda pendapat soal batalnya puasa orang tersebut. Mazhab syafiiyah sendiri menyatakan batal, sembari menganjurkan membersihkan gigi dengan sikat gigi atau selainnya di saat malam hari. Ini bertujuan untuk menghindari keberadaan sisa makanan tersebut hingga siag hari, karena kalau sudah mulai siang, seseorang mulai berpuasa. Lalu bagaimana apabila kita menelan sisa makanan tersebut dengan sengaja? Apakah ulama lantas sepakat tidak batal? Kami akan membahasnya di artikel berikutnya. Wallahu a’lam bishshowab.

Muhammad Nasif
Muhammad Nasif
Alumnus Pon. Pes. Lirboyo dan Jurusan Tafsir Hadis UIN Sunan Kalijaga tahun 2016. Menulis buku-buku keislaman, terjemah, artikel tentang pesantren dan Islam, serta Cerpen.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

penamaan surah Alquran

Penamaan Surah Alquran: Proses Penamaan Nonarbitrer

0
Penamaan merupakan proses yang selalu terjadi dalam masyarakat. Dalam buku berjudul “Names in focus: an introduction to Finnish onomastics” Sjöblom dkk (2012) menegaskan, nama...