Hukum Puasa Orang Yang Tak Sengaja Menelan Sesuatu

Tak Sengaja Menelan
Tak Sengaja Menelan

Bekerja di area proyek dengan keadaan debu berterbangan, kadang menimbulkan kesulitan tersendiri bagi orang yang berpuasa. Begitu pula di area yang memiliki banyak air seperti menjadi nelayan di pantai. Bagaimana apabila ada debu yang berterbangan dan tak sengaja menelan sesuatu? Atau ada riak air yang tiba-tiba muncrat dan mengenai wajah serta tertelan? Sahkah puasa orang yang mengalami keduanya? Ataukah ia perlu berhenti sebulan dari pekerjaan tersebut demi menjaga puasa?

Tak Sengaja Menelan Sesuatu

Allah berfirman:

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۗوَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗيُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ ۖ

Oleh karena itu, siapa di antara kamu hadir (di tempat tinggalnya atau bukan musafir) pada bulan itu, berpuasalah. Siapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya) sebanyak hari (yang ditinggalkannya) pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran. (QS. Al-Baqarah [2] :185).

Baca Juga: Kesamaan Puasa Umat Nabi Muhammad dan Umat Sebelumnya

Imam al-Razi tatkala menjelaskan tafsir tentang ayat di atas menerangkan, puasa adalah menjaga diri dari hal-hal yang membatalkan puasa. Namun ada beberapa catatan terkait frasa “menjaga diri”. Yakni apabila ada lalat terbang dan masuk ke mulut, atau ada debu jalanan terbang, dan keduanya tertelan, maka puasa orang yang mengalami keduanya tidak batal. Sebab hal-hal di atas adalah sesuatu yang sulit dihindari. Dan Allah sudah menyatakan: “Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran” (Tafsir Mafaatiihul Ghaib/3/104).

Imam al-Jashshash dalam Ahkamul Qur’an menyatakan, apabila ada lalat tidak sengaja masuk ke mulut dan tertelan, maka puasanya tidak batal. Sebab kejadian seperti ini adalah kejadian yang sulit dihindari secara adat atau dalam kebiasaan sehari-hari. Dan tidak ada perintah untuk menutup mulut atau tidak berbicara untuk menghindari hal-hal seperti ini. Maka kasus ini termasuk kasus sesuatu yang sulit untuk dihindari dan mendapat keringanan dari Allah. Allah telah berfirman (Ahkamul Qur’an/1/482):

هُوَ اجْتَبٰىكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِى الدِّيْنِ مِنْ حَرَجٍۗ

Dia telah memilih kamu dan tidak menjadikan kesulitan untukmu dalam agama (QS. Al-Hajj [22] :78).

Kasus tersebut agak berbeda dengan kasus orang yang tak sengaja menelan sisa-sisa makanan di antara gigi, atau tak sengaja menelan air tatkala sedang berkumur dalam wudu. Meski memiliki dampak hukum yang hampir sama. Juga berbeda dengan kasus orang yang dituangkan air ke mulutnya dalam keadaan dipaksa. Sebab tidak ada pengaruh adat di dalamnya (Ahkamul Qur’an/1/482).

Imam an-Nawawi menyatakan, apabila ada lalat, atau debu jalanan, atau butiran tepung lembut, terbang lalu secara tidak sengaja masuk mulut serta tertelan, maka menurut kesepakatan ulama syafiiyah hal itu tidak membatalkan puasa. Dan seseorang tidak diperintahkan untuk menutup mulutnya tatkala ada debu atau butiran lembut tepung berterbangan. Sebab hal itu menimbulkan kesulitan tersendiri. Bahkan apabila ia dengan sengaja membuka mulutnya sehingga ada yang masuk dan tertelan, menurut pendapat yang kuat hal itu tidak membatalkan puasa (Al-Majmu’/6/327-328).

Baca Juga: Hukum dan Tata Cara Berwudu dengan Salju

Imam al-Muzani menyatakan bahwa hukum tidak batal puasa berlaku, entah apakah debu atau butiran lembut tepung tersebut, masuk melewati sudut mata, hidung maupun mulut. Sedang Wahbah al-Zuhaili menerangkan, termasuk yang tidak membatalkan puasa adalah masuknya asap tanpa kesengajaan (al-Hawi al-Kabir/3/904 dan al-Fiqhul Islami/3/1711).

Kesimpulan

Dari berbagai uraian di atas kita dapat mengambil kesimpulan, masuknya debu atau butiran lembut tepung yang berterbangan ke mulut sehingga tertelan tanpa ada kesengajaan, tidak membatalkan wudu. Dan hal ini bisa saja juga diterapkan pada air maupun asap rokok. Dan tidak ada perintah menutup mulut untuk menghindari hal-hal seperti ini. Apalagi sampai berhenti bekerja saat puasa. Hanya saja penting untuk memperhatikan unsur ketidak sengajaan dalam masalah ini. Wallahu a’lam bish shawab.