Dalam Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir karya Ibn ‘Asyur dijelaskan bahwa surah Albaqarah ayat 286 menegaskan keadilan dan kebijakan Allah Swt dalam membebani individu sesuai dengan kapasitas mereka.
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۗ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ ۗ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِن نَّسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا ۗ رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِنَا ۗ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ ۗ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا ۗ أَنتَ مَوْلَانَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia memperoleh pahala (dari kebaikan) yang dikerjakannya dan ia mendapat siksaan (dari kejahatan) yang dikerjakannya. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, dan janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Dan maafkanlah kami, dan ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah Pelindung kami, maka tolonglah kami terhadap kaum kafir.” (Q.S Albaqarah [2]: 286).
Baca Juga: Al-Baqarah Ayat 286: Allah Swt Tidak Akan Membebani Seseorang Melebihi Kemampuannya
Ibn Ashur menjelaskan bahwa “لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا” adalah يُعْرَفُ مِنْهُ أَنَّ اللَّهَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى لَا يُكَلِّفُ النَّفْسَ إِلَّا وُسْعَهَا، وَإِنَّمَا يُقَدِّرُ عَلَيْهَا مِنَ الْأَمْرِ وَالتَّكْلِيفِ مَا يَكُونُ فِي طَاقَتِهَا yang artinya “bahwa Allah swt. hanya memberikan ujian dan tanggung jawab yang sesuai dengan kemampuan setiap individu.” (Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir, Jilid 1, 289-291). Jadi, ayat ini mencerminkan prinsip keadilan dan belas kasihan Allah, serta bagaimana hukum Islam harus mempertimbangkan konteks individu dan sosial.
Kemudian, Ibnu ‘Asyur juga menambah keterangan bahwa ayat ini menunjukkan prinsip bahwa Allah swt. menghendaki kemudahan bagi umat-Nya dan tidak menginginkan kesulitan فَيَتَّبِعُ اللَّهُ هَدْيَكُمْ فِي الْحَالِ الَّتِي تَكُونُ عَلَيْهَا وَيُبَيِّنُ لَكُمْ أَنَّهُ يُرِيدُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ. Ketentuan ini berlaku dalam semua aspek ibadah dan hukum Islam. Ia menekankan bahwa penyesuaian terhadap kondisi tertentu, seperti sakit atau perjalanan, mencerminkan sifat belas kasihan dan kemudahan Allah dalam menerapkan hukum-Nya (Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir, Jilid 1, 450-452).
Baca Juga: Serba-serbi Seputar Surah Albaqarah
Ibn ‘Asyur berpendapat bahwa makna doa dalam ayat ini menggambarkan kesadaran manusia akan kelemahan dan ketergantungan kepada Allah swt. Makna dari ayat itu berupa permohonan untuk tidak dihukum jika lupa atau bersalah, serta permohonan untuk tidak dibebani lebih dari kapasitas merupakan bentuk tawadhuk dan pengakuan atas keterbatasan seorang hamba. Ibn ‘Asyur kemudian menyoroti pentingnya memahami konteks ini dalam menghadapi tantangan hidup dan mendapatkan ampunan dan rahmat Allah.
Ibnu ‘Asyur mengatakan dalam kitabnya, وَدُعَاؤُهُمْ فِي هَـٰذِهِ ٱلْآيَةِ تَصْرِيفٌ لِكُلِّ مَا يُحْتَمَلُ أَنْ يَكُونَ مِنَ الإِثْمِ وَالتَّخْطِيئَاتِ الَّتِي تَحْدُثُ مِنْهُمْ “doanya mereka dalam ayat ini adalah sebagai wanti-wanti, takutnya apa yang dilakukan dari mereka ada yang berupa dosa dan kekeliruan.” (Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir, Jilid 1, 293-295). Jadi dengan mengadopsi prinsip kemudahan, pembuat kebijakan dapat memastikan bahwa peraturan dan prosedur dirancang untuk mendukung semua individu, termasuk mereka yang menghadapi tantangan atau kesulitan.
Ada yang menarik, Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir juga mengaitkan ayat ini dengan prinsip-prinsip hukum Islam, di mana tanggung jawab dan beban harus sesuai dengan kemampuan individu. Ibn ‘Asyur menunjukkan bahwa ayat ini mendukung prinsip keadilan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk hukum dan kebijakan sosial, dengan menyesuaikan kewajiban dengan kapasitas individu. “الآية تَدُلُّ عَلَى أَنَّ مَا يُحَمَّلُ النَّفْسَ مِنَ التَّكْلِيفِ يَكُونُ وَفْقًا لِمَا تَقْدِرُ عَلَيْهِ وَتَسْتَطِيعُهُ. (Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir, Jilid 1, 297-299).
Ibn ‘Asyur juga menekankan penerapan prinsip-prinsip ini dalam konteks modern, seperti dalam pendidikan dan kebijakan sosial. “إِذَا كَانَ التَّكْلِيفُ وَالْبَاءِ عَلَى النَّفْسِ يَكُونُ حَسَبَ مَا يُمْكِنُهُ أَنْ يَحْتَمِلَ” “prinsipnya bahwa tidak ada yang dibebani melebihi kapasitas mereka mendukung kebijakan inklusif dan adil, serta memastikan bahwa sistem sosial dan hukum berfokus pada kesejahteraan individu.” (Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir, Jilid 1, 305-307).
Dalam penyusunan kebijakan kesehatan atau pendidikan, penting untuk memastikan bahwa aturan dan prosedur disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan individu, mencerminkan kemudahan dan bukan kesulitan (Khatib, Contemporary Issues in Islamic Jurisprudence, 2015).
Baca Juga: Doa Al-Quran: Doa Agar Diringankan Dari Beban Kehidupan
Dalam praktiknya, prinsip ini memungkinkan fleksibilitas dalam pelaksanaan ibadah. Sebagai contoh, puasa Ramadhan diwajibkan bagi mereka yang mampu, namun mereka yang mengalami kesulitan fisik atau berada dalam perjalanan diberi kelonggaran untuk menggantinya di hari lain. Ini menunjukkan bahwa hukum Islam sangat mempertimbangkan kondisi khusus individu. Sehingga, tidak ada satu pun yang tertekan oleh kewajiban agama. Ini mencerminkan pandangan yang humanistik dan inklusif dalam hukum Islam, memastikan bahwa kewajiban tidak menjadi beban yang tidak tertanggung.
Wallahu a’lam bish shawab.