BerandaIlmu TajwidQiraat dan Tajwid, Apakah Kita Perlu Belajar Semuanya?

Qiraat dan Tajwid, Apakah Kita Perlu Belajar Semuanya?

Ilmu membaca Al Quran ternyata begitu banyak istilah. Setidaknya itu yang dirasakan oleh pengakaji dan pembelajar Al Quran. Bagi umat muslim secara umum (awam), ilmu tentang cara membaca Al Quran hanyalah ilmu tajwid. Tapi ternyata di balik itu ada ilmu lain yang sebenarnya kita praktekkan, namun kita tidak menyadarinya. Ilmu ini bernama ilmu qira’at.

Untuk mengetahui perbedaan apa itu tajwid dan qiraat, pertama kali yang perlu kita ketahui adalah definisinya.

Qira’at merupakan bentuk jama’ dari kata qira’ah. Secara bahasa kata ini memiliki makna bacaan. Kemudian secara istilah ada beberapa definisi. Syekh Manna’ul Qaththan menyebut bahwa qiraat adalah salah satu madzhab pembacaan Al Quran yang dipakai oleh salah seorang imam qurra’ sebagai suatu madzhab yang berbeda dengan madzhab lainnya.

Adapun Muhammad ‘Abd al-Azhim Az-Zarqani dalam Manahilul Irfan, menyebut bahwa qiraah merupakan suatu mazhab yang dianut oleh seorang imam qira’at yang berbeda dengan yang lainnya. Dalam pengucapan Al Quran Al-Karim serta sepakat atas riwayat-riwayat dan jalur-jalur (thariq) darinya. Baik perbedaan dalam pengucapan huruf-huruf maupun dalam pengucapan keadaan tertentu.

Sementara tajwid secara bahasa berasal dari kata jawwada- yujawwidu- tajwiidan yang memiliki arti membuat sesuatu menjadi bagus. Kemudian menurut istilah juga  terdapat beberapa definisi.


Baca juga: 3 Cara Tepat Membaca Al Quran


Muhammad al-Mahmud dalam Hidayatul Mustafid fi ahkamit tajwid, mendefinisikan tajwid sebagai berikut.  Ilmu yang memberikan segala pengertian mengenai huruf, baik hak-hak huruf (haqqul huruf) maupun hukum baru yang timbul seusai hak-hak huruf terpenuhi yang terdiri atas sifat-sifat, hukum mad dan sebagainya (mustahaqqul huruf).

Sementara Imam as-Suyuthi dalam kitab Al-itqannya, menyebut bahwa tajwid yaitu mengucapkan huruf sesuai hak-hak dan tertib aturannya. Serta mengembalikan huruf sesuai dengan makhraj asal (sifat)nya, dan melembutkan bacaan secara sempurna tanpa berlebih-lebihan, ngawur bebas, tergesa-gesa dan dipaksakan.

Lantas apa saja poin-poin yang membedakan antara ilmu qiraat dan tajwid itu?


Baca juga: Mengapa Kita Membaca Al-Quran dengan Qiraat Ashim Riwayat Hafs?


Empat Poin Pembeda Qiraat dan Tajwid

Pertama, qiraat fokus terhadap pengucapan lafadz, kalimat dan dialek (lahjah) kebahasaan Al Quran. Sedangkan tajwid fokus pada pengucapan huruf-huruf Al-Qur’an secara tertib, sesuai makhraj dan sifatnya.

Contohnya, qiraat itu menampilkan bacaan isymam, imalah, Panjang pendek yang berbeda, harakat yang berbeda dan lainnya. Sementara tajwid memaparkan seperti jahr, syiddah, qalqalah, tarqiq, tafkim dan lainnya.

Kedua, qiraat itu segi ragam artikulasi lafadz.  Adapun tajwid itu teknis artikulasinya. Misalnya begini, ملك merupakan lafadz yang memiliki berbagai ragam bacaan. Ada yang dibaca Panjang dan ada yang dibaca pendek. Keragaman ini merupakan penerapan ilmu qiraat. Sementara ilmu tajwid fokus pada teknis artikulasinya. Jika Imam ‘A’ katakanlah menggunakan bacaan ma Panjang, maka ilmu tajwid terpakai dalam contoh ini yakni pembacaan mad thabi’i. Sementara jika imam lain tidak membaca Panjang, secara otomatis bacaan tersebut tidak menggunakan hukum tajwid mad thabi’i.

Ketiga, qiraat itu riwayat dari Rasulullah SAW yang mana mengedepankan rantai sanad. Sedangkan tajwid berpedoman atas dirayah (disiplin ilmu) yang mana berbasis pada penelusuran dan pelafalan suara yang tepat.

Keempat, qiraat bertujuan untuk mempertahankan orisinalitas bacaan Al-Qur’an sekaligus berfungsi sebagai instrumen tafsir. Sementara tajwid untuk menghindari adanya kesalahan bacaan lafadz-lafadz Al-Qur’an.

Dari sini terlihat bahwa qiraat dan tajwid merupakan rangkaian ilmu yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain, meski berbeda. Bisa saja disebut bahwa keberadaan qiraat tidak akan tampak tanpa adanya ilmu tajwid. Begitu juga dengan keberadaan tajwid tidak akan sah kebenarannya tanpa ada penerapan qiraat.


Baca juga: Syekh Tantawi Jauhari: Sang Pelopor Tafsir Ilmi Modern


Di penghujung tulisan, kita perlu merefleksikan diri bahwa jangan sampai kita menyalahkan bacaan Al Quran orang lain yang tidak sama dengan kita. Bisa saja itu terjadi karena perbedaan qiraat, yang mana kita tidak sadar dan belum mengetahui aplikasi qiraat tersebut.

Tentu kita tidak perlu khawatir pula akan kebenaran bacaan kita selama ini. Karena mushaf Al-Qur’an yang saat ini kita gunakan sudah terdesain merujuk pada salah satu qiraat yang mutawattir, yakni qiraah imam Ashim riwayat Hafs. Oleh karena itu, umat muslim secara umum bisa fokus pada ilmu tajwid saja, tanpa perlu ragu qiraatnya.

Wallahu a’lam bi al-Shawab.

Zainal Abidin
Zainal Abidin
Mahasiswa Magister Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal-Universitas PTIQ, Jakarta. Juga Aktif di kajian Islam Nusantara Center dan Forum Lingkar Pena. Minat pada kajian manuskrip mushaf al-Quran.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penafsiran Esoterik Peristiwa Eksodus Nabi Musa as. dalam Tafsir al-Alusi

0
Peristiwa eksodus adalah peristiwa meninggalkan tempat asal; kampung halaman, kota, atau negara. Dalam kisah Nabi Musa, ayat yang menjelaskan tentang peristiwa ini salah satunya...