BerandaUlumul QuranRagam Kekhasan Kajian Madrasah Tafsir al-Qur’an Mekkah Masa Tabiin

Ragam Kekhasan Kajian Madrasah Tafsir al-Qur’an Mekkah Masa Tabiin

Sebagaimana realita pendidikan yang ditemui dewasa ini, bahwa setiap lembaga pendidikan memiliki visi dan misi tertentu yang spesifik dan berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya. Begitupun yang terjadi pada madrasah tafsir al-Qur’an yang hadir di periode tafsir era Tabi’in. Salah satu madrasah tafsir al-Qur’an yang akan dibahas kekhasan kajiannya kali ini ialah madrasah tafsir al-Qur’an Mekkah yang dipimpin oleh Tarjumanul Qur’an, Abdullah Ibn Abbas.

Dalam disertasinya, Tafsir al-Tabi’in, Muhammad ibn Abdullah ibn ‘Ali al-Khudhairi menampilkan beberapa kekhasan kajian tafsir di madrasah tafsir al-Qur’an Mekkah. Ia menyebutkan empat poin yang membedakan antara madrasah tafsir al-Qur’an Mekkah dengan mdarasah tafsir al-Qur’an lainnya pada periode tafsir era Tabi’in. Keempat poin tersebut ialah 1) banyaknya aktivitas ijtihad dan istinbat; 2) memiliki spesialisasi (takhasus) pada ilmu tafsir; 3) Sedikitnya riwayat keilmuan selain tafsir; 4) memberikan keleluasaan pada penggunaan israilliyah.

Baca Juga: Tiga Tabiin Utama Jebolan Madrasah Tafsir Ibn Abbas (Edisi Mujahid Ibn Jabir)

Untuk memperjelasnya, setiap poin akan dibahas satu per-satu baik dari sisi rasionalisasinya maupun aplikasinya dalam ranah penafsiran. Namun bagi pembaca yang belum mengetahui madrasah-madrasah tafsir al-Qur’an yang hadir di periode tafsir era Tabi’in, tidak perlu risau. Langsung klik saja di sini dan silakan menikmati tulisan tentang pengantar periode tafsir di era Tabi’in.

Banyaknya Aktivitas Ijtihad dan Istinbath

Berbeda dengan madrasah-madrasah tafsir lainnya yang cenderung lebih aplikatif dalam penggunaan riwayat maupun atsar dalam penafsiran, madrasah tafsir Mekkah lebih sering dijumpai dengan kekhasan ijtihad dan istinbathnya. Hal ini menyebabkan madrasah tafsir Mekkah terlihat lebih sedikit kontribusinya dalam menyampaikan riwayat maupun atsar. Ciri khas ini tentu tidak begitu saja lahir tanpa adanya latar belakang yang mendasarinya.

Salah satu faktor utama di balik ciri khas yang dibangun oleh madrasah tafsir ini ialah peran dari Abdullah Ibn Abbas sendiri selaku pemimpin dan guru utama di madrasah tersebut. Ibn Abbas sebagai seorang sahabat utama dan secara khusus mendapatkan doa dari Rasulullah sehingga dinobatkan dengan gelar tarjumanul Qur’an, memang begitu lihai dalam berijtihad maupun bertistinbath. Tentu selain anugerah ilahiyah, kompetensi tersebut juga dimiliki oleh Ibn Abbas berkat keluasan dan kedalaman ilmu yang ia miliki.

Abdullah Ibn Abbas dikatakan tidak pernah hanya berperan sebagai guru yang sekedar mentransfer ilmu. Namun ia juga dikenal sebagai mentor yang mendorong murid-muridnya untuk mampu mengaplikasikan keilmuan yang mereka miliki. Sederhananya, Ibn Abbas tidak hanya sekedar mengajarkan tafsir namun juga mendorong murid-muridnya untuk mampu melakukan aktivitas penafsiran dan menghasilkan tafsir.

Sebagaimana kisah Said ibn Jubair tatkala ber-mujalasah bersama gurunya Ibn Abbas, datang seseorang yang ingin menanyakan sesuatu pada Ibn Abbas (tidak dijelaskan perihal apa yang ditanyakan, apakah tafsir atau hukum). Lalu Ibn Abbas meminta Said untuk menjawab pertanyaan tersebut sebagai latihan sekaligus bimbingan terhadapnya agar mampu melakukan ijtihad.

Takhasus pada Ilmu Tafsir

Kepiawaian para punggawa madrasah tafsir Mekkah dalam melakukan ijtihad dan istinbath tidak bisa dilepaskan dari fokus spesialisasi mereka dalam bidang ilmu Tafsir. Oleh Ibn Abbas, para Tabi’in yang menjadi muridnya benar-benar digembleng dan mencurahkan seluruh kemampuannya dalam menguasai bidang keilmuan Tafsir maupun ilmu-ilmu penunjang aktivitas penafsiran secara luas dan mendalam.

Salah satu bukti spesialisasi ilmu Tafsir yang dimiliki oleh para punggawa madrasah tafsir Mekkah dapat disaksikan dari lahirnya ilmu Asybah wa Nadzha’ir. Ilmu yang membahas ayat-ayat yang saling menyerupai satu sama lain baik dari sisi dalalat al-hukm maupun bayan (maqsud al-ayah). Ilmu ini wajib dimiliki oleh seorang mufasir sebab tanpa adanya kemampuan yang mumpuni dalam menganalisis ayat, seorang mufasir dapat dengan mudah terjerumus pada kesalahpahaman dalam memahami ayat-ayat yang terlihat sama namun secara esensi memiliki maksud maupun ketentuan hukum yang berbeda.

Lahirnya ilmu Asybah wa Nadzha’ir dari rahim para punggawa madrasah tafsir Mekkah, memperlihatkan metode qira’ah istiqra’iyah (pembacaan yang detail dan jeli) yang mereka terapkan. Artinya dalam mengkaji al-Qur’an, mereka benar-benar memperhatikan kata-kata perkata dan implikasinya secara detail. Maka tidak mengherankan jika mereka juga menguasai keilmuan lainnya seperti Gharibil Qur’an, I’rabul Qur’an serta Mubhamat (Muhkam-Mutasyabih), yang kesemua itu memperlihatkan kompetensi dan spesialisasi mereka dalam ilmu Tafsir.

Sedikitnya Riwayat Keilmuan Selain Tafsir

Sebagian besar para punggawa madrasah tafsir Mekkah merupakan para Tabi’in yang masyhur dalam spesialisasinya bidang Tafsir. Meskipun mereka maupun gurunya Abdullah Ibn Abbas merupakan orang-orang yang juga memiliki kompetensi di bidang-bidang keilmuan lainnya, namun sangat jarang ditemukan riwayat yang berasal dari para punggawa madrasah tafsir ini selain riwayat-riwayat yang berkaitan dengan bidang tafsir.

Salah satu riwayat populer yang berasal dari para punggawa madrasah tafsir Mekkah yang dinilai memuat tidak hanya keilmuan tafsir ialah riwayat mengenai pembahasa ayat Haji. Sebab mereka berada di lingkungan terdekat dengan pelaksanaan haji maupun umrah. Ibn Uyainah pernah berkata dan menganjurkan bahwa dalam urusan Manasik hendaknya mengambil dari Mekkah (baik dari sisi penafsiran maupun fatwa hukum).

Memberikan Keleluasaan Pada Penggunaan Israilliyah

Madrasah tafsir Mekkah terkenal sebagai madrasah yang paling luwes dalam penggunaan israilliyah. Sekali lagi bahwa kecenderungan tersebut dibentuk oleh Abdullah Ibn Abbas sebagai aktor utama madrasah tafsir Mekkah. Ibn Abbas kerapkali memperlihatkan dirinya mengutip riwayat-riwayat yang berasal dari Ka’ab al-Ahbar (seorang rabbi Yahudi yang masuk Islam dan banyak meriwayatkan riwayat israilliyah) sebab menurutnya Nabi pun dalam sebuah hadis yang membahas riwayat mengenai Bani Isra’il tidak melarang penggunaan israilliyah.

Baca Juga: Tafsir Ibnu Abbas: Mengenal Dua Kitab yang Menghimpun Penafsiran Ibnu Abbas

Manhaj atau metode yang ditampilkan oleh Ibn Abbas ini pun diadopsi dan diterapkan oleh murid-muridnya, sehingga penggunaan isarilliyah menjadi salah satu corak penafsiran khas dari madrasah tafsir Mekkah. Riwayat-riwayat israilliyah tersebut difungsingkan sebagai alat bantu dalam memahami isi kandungan ayat terutama pada ayat-ayat yang memuat informasi sejarah serta mempermudah dalam mengambil ibrah dan waidzhah (pesan dan teladan).

Berbagai kekhasan yang dipertunjukkan oleh madrasah tafsir Mekkah yang dipimpin oleh Abdullah Ibn Abbas telah memberikan sumbangsih yang begitu besar dalam ranah penafsiran al-Qur’an. Mereka telah memberikan role model corak penafsiran yang tidak hanya bertumpu pada aplikasi penggunaan riwayat (al-tafsir al-atsari) namun penafsiran yang memadukan penggunaan riwayat dan analisa berdasarkan keilmuan-keilmuan pendukung penafsiran yang dimiliki mufasir (al-tafsir al-atsari al-nadhzri). Wallahu a’lam

Alif Jabal Kurdi
Alif Jabal Kurdi
Alumni Prodi Ilmu al-Quran dan Tafsir UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Alumni PP LSQ Ar-Rohmah Yogyakarta
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU