‘Royalti’ Perintis Amal Perbuatan; Tafsir Surah Yasin Ayat 12

tafsir surah yasin ayat 12
tafsir surah yasin ayat 12

Dalam surah Yasin ayat 12 diterangkan bahwa Allah akan memberikan ‘royalti’ amal kepada setiap muslim yang mengawali amal perbuatan kemudian diikuti orang lain. Balasan tersebut berupa aliran pahala bagi perintis perbuatan baik, dan sebaliknya dosa bagi perintis kefasikan yang akan terus mengalir meskipun dia telah wafat.

Redaksi ayat tersebut sebagai berikut,

اِنَّا نَحْنُ نُحْيِ الْمَوْتٰى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوْا وَاٰثَارَهُمْۗ وَكُلَّ شَيْءٍ اَحْصَيْنٰهُ فِيْٓ اِمَامٍ مُّبِيْنٍ

“Sesungguhnya Kami-lah yang menghidupkan orang-orang yang mati dan Kami (pulalah) yang mencatat apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka (tinggalkan). Segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab induk yang nyata.” (QS. Yasin [36]: 12)

Ketika hari akhir kelak, Allah akan membangkitkan kembali orang-orang yang telah mati dan menulis segala apa yang telah mereka kerjakan di dunia untuk di perhitungkan di akhirat. Tidak hanya perbuatan mereka yang ditulis, tetapi juga segala amal yang mereka tinggalkan (atsar).

Baca Juga: Tafsir Surah Yasin Ayat 12

Atsar: Amal yang Mendatangkan Royalti Bagi Pelakunya

Menurut Ibnu Katsir (7/635) yang di maksud dengan atsar dalam ayat ini bisa jadi dua hal. Pertama, yang dimaksud atsar ialah jejak langkah kaki seseorang ketika menuju pada ketaatan atau kemaksiatan. Sebagaimana hadis dari Jabir bin Abdillah, “Daerah sekitar masjid kosong. Bani Salamah bermaksud pindah ke dekatnya. Rencana itu sampai kepada Rasulullah.”

“Beliau saw bertanya kepada mereka, Aku mendapat kabar bahwa kalian akan pindah ke dekat masjid, benarkah?” Mereka menjawab, “Benar, wahai Rasulullah, kami bermaksud demikian.” Mendengar hal ini, Nabi kemudian bersabda,

يَا بَنِي سَلِمَةَ دِيَارَكُمْ تُكْتَبْ آثَارُكُمْ دِيَارَكُمْ تُكْتَبْ آثَارُكُمْ

“Hai Bani Salamah, tempat tinggalmu mencatat jejakmu. Tempat tinggalmu mencatat jejakmu”. Kemudian Nabi membaca ayat 12 ini, dan akhirnya pun mereka mengurungkan niatnya untuk pindah. (HR. Ahmad)

Kedua, amal jariah yang ditinggalkan untuk orang-orang pada masa berikutnya. Jika amal kebaikan maka akan dibalas dengan kebaikan dan begitu pula sebaliknya. Pendapat ini didasarkan pada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Hatim dari Jarir bin Abdillah al-Bajali,

مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً، فَلَهُ أَجْرُهَا، وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ، وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً، كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ

“Barangsiapa yang menciptakan tradisi yang baik dalam Islam, maka baginya pahala tradisi itu dan pahala orang yang mengerjakannya sepeninggalnya tanpa dikurangi sedikitpun dari pahala mereka. Barangsiapa yang menciptkan tradisi yang buruk dalam Islam, maka baginya dosa tradisi itu dan dosa orang yang mengerjakannya sepeninggalnya tanpa dikurangi sedikitpun dari dosa mereka.” (HR. Muslim).

Adapun mufasir yang lain, mayoritas dari mereka berpendapat sebagaimana pendapat kedua. Jalaluddin as-Suyuthi misalnya, beliau menerangkan bahwa yang dimaksud dengan jejak yang ditinggalkan adalah segala sesuatu yang diikuti oleh orang lain sepeninggal pelaku amal tersebut. Memang pada ayat ini, Alquran tidak menyebut kata jariah tetapi dengan kata atsar (bekas-bekas yang ditinggalkan).  (Lubab an-Nuqul fi Asbab al-Nuzul h. 217)

Sementara itu, al-Maraghi menafsirkan ayat ini sebagai dasar dari adanya perbuatan sumbangsih yang negatif atapun positif. Sumbangsih dalam hal positif ialah seperti orang-orang yang mengajarkan ilmu, mewakafkan harta di jalan Allah, membagun fasilitas umum seperti rumah sakit, dan lainnya. Sedangkan dalam hal negatif adalah mereka yang memulai kebencian, permusuhan di antara manusia sehingga banyak yang mengikuti mereka. (Tafsir al-Maraghi 23/147)

Baca Juga: Mengenal Mushaf Surah Yasin Kementerian Agama

Kesimpulan

Dari penjelasan diatas, dapat dipahami bahwa di antara amal perbuatan seorang muslim, ada catatan nilai pahala yang berhenti ketika amal ibadah tersebut selesai dilakukan, ada amalan yang nilai pahalanya tidak berujung, terus mengalir meskipun orang yang melakukan sudah wafat (atsar)

Hal tersebut dapat berupa tradisi baik atau tradisi buruk yang dimulai oleh seseorang kemudian diikuti dan dimanfaatkan orang lain. Berdasar pada surah Yasin ayat 12, nilai pahala dan dosa sebagai jejak dari perbuatan tersebut akan tetap mengalir, baik kepada orang pertama yang memulai maupun kepada orang-orang yang mengikuti setelahnya.

Dalil teologis lain yang menguatkan tesis tersebut adalah hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah,

مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُوْرٍ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أَجُوْرِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا

“Barangsiapa mengajak (manusia) pada petunjuk maka baginya pahala seperti pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Barangsiapa mengajak (manusia) pada kesesatan maka dia mendapatkan dosa seperti dosa-dosa orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.”

Berdasar pada surah Yasin ayat 12 ini, dapat diambil pemahaman bahwa cukup bisa dijadikan pertimbangan oleh seseorang untuk mempraktikkan amal perbuatan yang tidak hanya bernilai (pahala) untuk diri sendiri, tetapi juga berusaha untuk meninggalkan atsar yang dapat diikuti dan dimanfaatkan oleh banyak orang. Selain itu, ayat ini juga menjadi pengingat untuk menjauhi perbuatan buruk, terlebih menjadi perintis bagi perbuatan buruk yang dimungkinkan bisa mempengaruhi atau ditiru oleh orang lain, sebab hal tersebut juga akan berbekas untuk dirinya. Wallah a’lam