Salah Kaprah Pernikahan Harus yang Meriah

Salah Kaprah Pernikahan Harus yang Meriah
Ilustrasi pernikahan (sumber: unsplash.com).

Pernikahan menjadi momen penting bagi setiap orang. Lantaran pernikahan merupakan babak baru untuk naik ke jenjang lebih tinggi dari beragam sisi; emosional, finansial, sosial sekaligus pendayagunaan potensi yang dimiliki agar keluarga barunya bisa tetap eksis.

Hanya saja bagi beberapa orang di masyarakat Indonesia, momen pernikahan menempatkan tujuan kehidupan yang harmonis sebagai urutan kedua. Di urutan pertama, pernikahan menunjukkan status sosial melalui perayaan pernikahan. Pernikahan mesti digelar mewah dengan mengundang banyak kerabat, teman dekat, dan tetangga sekitar. Sekian acara ditata demi merayakan pernikahan yang meriah.

Hal tersebut diperparah dengan sifat memaksa si tuan rumah untuk mengadakan pernikahan yang meriah. Alih-alih bisa menuai bahagia bagi kedua belah pihak keluarga, pernikahan semacam itu terkadang malah akan memetik perasaan ruwet dan menjeratnya ke dalam banyak hutang. Seperti kasus yang baru-baru ini terjadi di Kecamatan Semen, Kediri yang sampai memakan korban.

Baca juga: Pernikahan; Tujuan dan Hukumnya

Pernikahan pasangan RDS (17 tahun) dan FF (20 tahun) harus menuai duka. SKJ (51 tahun) yang merupakan ayah RDS yang bekerja sebagai kuli di Kalimantan, pulang untuk mengurus pernikahan anaknya. SKJ menghendaki pernikahan yang sederhana untuk meminimalkan hutang-hutangnya yang telah menumpuk. Namun, istrinya menginginkan pernikahan tersebut digelar dengan meriah.

Berdasarkan sebab tersebut, SKJ kalut dan mengakhiri hidupnya dengan gantung diri menggunakan kain sarung. Jenazahnya ditemukan anaknya yang masih kelas 4 sekolah dasar di kamarnya pada (11/7/2023). Akhirnya, pernikahan yang mestinya digelar pada keesokan hari, dimajukan pada hari itu persis di depan jenazah SKJ.

Perayaan pernikahan sendiri pada dasarnya bergantung sesuai tradisi yang berkembang pada masing-masing masyarakat. Tidak ada ketentuan mengikat yang mengharuskan mewah, dihadiri tokoh publik, dan disertai hiburan. Maka dari itu, ajaran Islam hanya mensyaratkan adanya ijab kabul, dua saksi, mahar, dan wali nikah agar pernikahan itu bisa dianggap sah.

Pernikahan dalam Alquran

Di samping itu, jika merujuk pada kitab suci Alquran, pernikahan bukan sebagai tujuan. Pernikahan malah jadi gerbang untuk menyongsong kehidupan yang berbahagia di masa depan. Misalnya saja seperti yang tertera di surah Ar-Rum ayat 21: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu, benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.

Baca juga: Hukum Menikah dengan Tunasusila dalam Islam

Menurut Prof. Quraish Shihab dalam karyanya, Tafsir Al-Misbah, ayat tersebut mengarahkan pernikahan pada keluarga yang sakinah. Keluarga yang diharapkan oleh setiap muslim saat pernikahan selesai ditunaikan. Pun kata “sakinah” juga kerap dimunajatkan sebagai doa oleh mereka yang datang dalam pernikahan.

Berdasarkan ayat di atas, Prof. Quraish Shihab membagi sakinah dalam dua bentuk. Pertama, sakinah yang merupa sebagai rumah. Rumah dinilai menjadi wadah bagi kedua mempelai yang telah menikah untuk meletakkan pondasi kehidupan yang harmonis. Rasa aman, nyaman, tentram, dan seabrek hal lainnya dimulai dari rumah. Ketika rumah ini mampu memproduksi perasaan positif semacam itu, maka lamat-lamat, sakinah yang jadi tujuan pernikahan akan tercapai.

Baca juga: Hukum Menikah karena Hamil di Luar Nikah

Selanjutnya, sakinah sebagai bentuk kebutuhan biologis manusia melalui alat reproduksinya. Di bagian ini, K.H. Bahauddin Nursalim (Gus Baha) dalam salah satu kesempatan menyampaikan bahwa, salah satu jasa terbesar dari pasangan suami istri yang sah adalah menghindarkan diri dari perbuatan zina.

Singkatnya, momen pernikahan memang penting dan sakral bagi setiap muslim yang melakukannya. Hanya saja pernikahan itu bukan tujuan, tetapi sebagai salah satu fase hidup. Maka perayaan pernikahan yang berlebihan dengan sifat memaksa untuk mengadakannya, malah tidak dianjurkan dalam ajaran Islam. Begitu.