Ulama yang paling berpengaruh pada abad ke-20 ini memiliki nama lengkap Muhammad al-Hasan ibn Alawi ibn Abbas ibn Abd al-Aziz al-Maliki al-Hasani al-Makki. Ia dilahirkan pada tahun 1365 H/1945 M di Bayt al-Maliki, Makkah. Nasabnya baik dari jalur ayah maupun ibu sama-sama bersambung hingga Rasulullah. Sejak kecil, ia telah diajari ilmu-ilmu keislaman dasar oleh ayahnya sendiri yang juga seorang ulama besar yaitu Sayyid Alawi ibn Abbas al-Maliki (w. 1391 H).
Berkat didikan ayahnya tersebut, Sayyid Muhammad bin Alawi kecil telah mengkhatamkan Al-Qur’an di usia 7 tahun, serta hafal kitab al-Muwaththa’ karya Imam Malik di usia 15 tahun. Kemudian, melanjutkan pendidikan formalnya di Madrasah al-Falah dan Madrasah al-Shaulatiyah. Setelah belajar di Makkah, ia kemudian melanjutkan pengembaraan intelektualnya untuk belajar di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir dalam bidang kajian ilmu hadis dan ushuluddin. Ketika di Al-Azhar, ia menempuh pendidikan mulai dari sarjana, magister, hingga lulus jenjang doktoral di usia 25 tahun di bawah bimbingan Syaikh Muhammad Abu Zahrah.
Baca Juga: Badr al-Din az-Zarkasyi, dari Pembuat Hiasan hingga Penulis Kitab al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an
Terkait nama guru-gurunya, Hamad ‘Abd al-Karim ibn Rawah al-Husaini menjelaskan dalam karyanya Imam Dar al-Bi’tsah: al-Sayyid Muhamad ibn ‘Alawi al-Maliki al-Hasani wa Atsaruhu fi al-Fikr al-Islamiy, bahwasanya Sayyid Muhammad Alawi berguru dan belajar kepada para pembesar ulama pada zamanya dari berbagai negara, sebagaimana berikut:
Pertama, tanah Haramain (Makkah-Madinah): Syaikh Muhammad Yahya Aman al-Kutubi (w. 1387 H), Syaikh Muhammad al-Arabi al-Tabbani (w. 1390 H), Syaikh Hasan ibn Sa’id Yamani al-Makki (w. 1391 H), Syaikh Hasan ibn Muhammad al-Masyath (w. 1399 H), dan Syaikh Muhammad Nur ibn Saif al-Makki (w. 1403 H). Kedua, Hadramaut (Yaman): Habib Umar ibn Ahmad Sumaith (w. 1396 H), Habib Ahmad Masyhur ibn Thaha al-Haddad (w. 1416 H), Habib Alwi ibn Abdullah (w. 1386 H), Habib Muhammad ibn Alwi ibn Syihab (w. 1400 H), dan Sayyid Ahmad ibn Zabarah (w. 1412 H).
Ketiga, Mesir: Syaikh Hasanain ibn Muhammad Makhluf (w. 1411 H), Syaikh Shalih ibn Muhammad al-Ja’fari (w. 1399 H), Syaikh Muhammad al-Hafidz ibn Abd al-Lathif al-Tijani (w. 1398 H), dan Syaikh Amin ibn Mahmud al-Subki (w. 1387 H). Keempat, Indonesia: Habib Ali ibn Abd al-Rahman al-Habsyi (w. 1388 H), Habib Ali ibn Husain al-Attas (w. 1976 M), Syaikh Abdullah ibn Ahmad Dardum (w. 1407 H) dan Syaikh Muhammad Yasin ibn Isa al-Fadani (w. 1410 H).
Kelima, Syam: Sayyid Muhammad al-Makki ibn Muhammad al-Kattani (w. 1393 H), Syaikh Hasan ibn Muhammad Marzuq Habannakah al-Maidani (w. 1398 H), dan Syaikh Muhammad Shalih ibn Abdullah al-Farfur (w. 1407 H). Keenam, kawasan Maroko, Tunis, dan al-Jazair: Sayyid Muhammad al-Thahiri al-Shaqli (w. 1409 H), Sayyid Abdullah Shiddiq al-Ghumari (w. 1413 H), dan Syaikh Muhammad al-Muntashir (w. 1419 H). Ketujuh, India-Pakistan: Syaikh Muhammad Zakariya al-Kandahlawi (w. 1402 H), Syaikh Habiburrahman al-A’dzami (w. 1412 H), dan masih banyak ulama lainya.
Pada usia 26 tahun, ia diangkat menjadi guru besar ilmu hadis di Universitas Ummul Qura. Kemudian, pada tanggal 6 Mei 2000, ia mendapatkan gelar al-ustadziyah al-fakhriyah (profesor) dari Universitas Al-Azhar, Kairo. Kepakaranya dalam bidang hadis membuatnya banyak diminta untuk mengajar di beberapa kampus, seperti Universitas King Abdul Aziz dan Universitas Ummul Qura. Ia juga membuka halaqoh kajian di Masjidil Haram, lalu pindah di Utaibiyah, dan terakhir di Rushaifah. Ia juga menjadi anggota majelis Rabithah al-‘Alam al-Islamiyah (1391-1402 H).
Sementara itu, perihal murid-muridnya, banyak ulama Indonesia yang berguru kepada beliau. Antara lain KH. Ali Imron, Lamongan, KH. A Sadid Jauhari, Kencong Jember, juga dua putra dari KH. Maimoen Zubair, KH. Najih Maimoen dan KH. Abdur Rouf Maimoen, KH. Ihya Ulumuddin, Malang. Tidak hanya dari Indonesia, murid beliau datang dari berbagai belahan dunia.
Baca Juga: Mengenal Yahya ibn Syarf an-Nawawi, Penulis Kitab al-Tibyan fi Adab Hamalat al-Qur’an
Selain itu, Sayyid Muhammad Alawi banyak melakukan dakwah dan menjadi pembicara di berbagai konferensi pemikiran Islam lintas negara, mulai dari Maroko, Mesir, Indonesia, Malaysia, Pakistan dan masih banyak negara lainya. Aktivitas mengajar, dan berdakwah tersebut terus istiqomah ia lakukan hingga akhir hayatnya. Sayyid Muhammad Alawi wafat pada hari Jum’at, 15 Ramadhan 1425 H/ 29 Oktober 2004 dan dimakamkan di pemakaman Jannatul Ma’la, berdekatan dengan makam Sayyidah Khadijah al-Kubra.
Selama hidupnya, Sayyid Muhammad Alawi dikenal sebagai ulama yang tegas membela akidah Ahlussunnah wal Jama’ah. Beberapa pembelaannya tersebut, ia tuangkan dalam buku-bukunya. Ia memang dikenal sebagai ulama yang produktif. Hal ini dibuktikan dengan hasil karya tulisnya yang mencapai ratusan, meliputi lintas keilmuan, mulai dari akidah, fiqih, tasawuf, ilmu Al-Quran, ilmu hadis dan lainnya, sebagian ada yang sudah dicetak, sebagian yang lain masih dalam bentuk naskah tulisan tangan.
Beberapa karya tersebut antara lain adalah Mafahim Yajib an Tushohhah, Abwab al-Faraj, al-Manhal al-Lathif fi Ushul al-Hadits al-Syarif, Imam Dar al-Hijrah Malik ibn Anas, Syarh Mandhumah al-Waraqat fi Ushul al-Fiqh, Mafhum al-Tathawwur wa al-Tajdid fi al-Syari’ah al-Islamiyah, Zubdah al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an, al-Qawa’id al-Asasiyah fi ‘Ulum al-Qur’an dan masih banyak lainya.
Sekilas Kitab al-Qawa’id al-Asasiyah fi ‘Ulum al-Qur’an
Kitab yang berjudul al-Qawa’id al-Asasiyah fi ‘Ulum al-Qur’an ini sebetulnya hanyalah alih judul dari kitab Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki yang sudah terbit dahulu sebelumnya yaitu Zubdah al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an. Sehingga muatan isi dua judul kitab tersebut sama, hanya berbeda di pengantar atau mukaddimahnya saja. Karena kitab tersebut memiliki judul asli Zubdah al-Itqan (intisari al-Itqan), maka muatan kitab tersebut berisi intisari atau ringkasan dari kitab al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an dengan beberapa tambahan, sebagaimana ia sampaikan dalam mukaddimahnya berikut:
فَهَذِهِ فُصُوْلٌ فِيْ عُلُوْمِ القُرْآنِ لَخَّصْنَاهَا مِنْ كِتَابِ الإِمَامِ السُّيُوْطِيْ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى الَّذِيْ سَمَّاهُ الْإِتْقَانُ فِيْ عُلُوْمِ القُرْآنِ مَعَ بَعْضِ تَحْقِيْقَاتِ وَزِيَادَاتِ لَا بُدَّ مِنْهَا لِاسْتِكْمَالِ الفَائِدَةِ
“Maka kitab ini berisi kumpulan pembahasan tentang ulumul Qur’an yang kami ringkas dari kitab karya Imam al-Suyuthi yang berjudul al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an disertai dengan sebagian tahqiq dan tambahan yang mana hal tersebut dirasa penting untuk dilakukan guna menambah kesempurnaan manfaat (kitab tersebut)”
Tidak diketahui secara pasti kapan kitab tersebut ditulis dan diselesaikan. Namun, dalam mukaddimah kitab Zubdah al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an, Muhammad Alawi mengakhiri mukaddimahnya dengan menulis tanggal 8 Rabi’ al-Akhir 1401 H. Menurut penulis, Muhammad Alawi ini termasuk orang yang otoritatif dalam mengkaji atau meringkas kitab karya al-Suyuthi tersebut. Hal ini dikarenakan ia memiliki mata rantai sanad pengajaran kitab tersebut yang berasal dari ayahnya Sayyid Alawi al-Maliki bersambung hingga kepada Imam al-Suyuthi selaku muallif-nya.
Kemudian, terkait isi pembahasannya, dalam cetakan Maktabah al-Malik Fahd al-Wathaniyah Atsna’ al-Nasyr, kitab al-Qawa’id al-Asasiyah fi ‘Ulum al-Qur’an tersebut tersusun sebanyak 181 halaman dengan 51 subab pembahasan yang diuraikan secara padat dan ringkas. Dalam lingkungan pesantren, kitab ini cukup banyak dikaji oleh para kiai dengan santri-santrinya. Karena memang Muhammad Alawi menulis kitab ini diniatkan untuk mempermudah para kalangan pemula, serta menjadi pedoman dasar bagi mereka dalam mengenal kajian ilmu-ilmu Al-Qur’an. Wallahu A’lam