BerandaKhazanah Al-QuranDialog"Seberat Biji Sawi", Rempah dalam Teks Keagamaan

“Seberat Biji Sawi”, Rempah dalam Teks Keagamaan

Pernahkah Pembaca melihat bulir biji sawi? Dahulu, ia bagian dari komoditi rempah sejak yang utamanya dari anak benua India. Peradaban Sumeria dan India telah menggunakan bulir sawi ini untuk konsumsi sejak 3000 SM. Ia memiliki diameter sekitar 0.1 inci. Kecil sekali. Terlepas dari ukurannya, Allah “membesarkan” makhluk-Nya yang kecil itu dengan mengabadikannya di dalam Alqur’an.

Penyebutan bulir sawi (خَرْدَلٌ) terdapat di beberapa ayat Alqur’an. Allah SWT berfirman:

يَٰبُنَىَّ إِنَّهَآ إِن تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ فَتَكُن فِى صَخْرَةٍ أَوْ فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ أَوْ فِى ٱلْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا ٱللَّهُ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ

(Luqman berkata): “Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya. Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui. [QS. Luqman: 16]

Baca Juga: “Unta Masuk Lubang Jarum” dalam Tradisi Yudaisme dan Kristen

Imam Asy-Syaukani mengatakan mengenai khordal ini, ia adalah ashgoru al-hub (أصغر الحبوب), atau biji-bijian paling kecil, dan ia tidaklah dapat diindera beratnya dan tidak dapat menggerakkan timbangan. Demikian dalam Fathul Qadir.

Kemudian ia muncul dalam Surah Alanbiya ayat 47:

وَإِن كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا

Dan jika hanya seberat biji sawi-pun pasti Kami mendatangkannya.

Benda berukuran mungil ini mendapat “kehormatan” lainnya di dalam sebuah hadis Imam Bukhari. Bahkan, ia menjadi kabar gembira bagi mukmin. Dari sahabat Abu Said Al-Khudri, Rasulullah SAW bersabda,

أُخْرِجُوا مِنَ النَّارِ مَن كانَ في قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ مِنْ إيمَانٍ

Keluarlah dari neraka siapa saja yang dalam hatinya masih ada iman seberat biji sawi. (HR. Bukhari, no. 22)

Ternyata kosakata serupa juga dapat kita temui dalam Perjanjian Baru. Dalam Matius 17:20 disebutkan:

Ia berkata kepada mereka: ‘Karena kamu kurang percaya. Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, maka gunung ini akan pindah,dan takkan ada yang mustahil bagimu.’ Ia Muncul pula dalam Lukas 17:6 dengan redaksi tidak jauh berbeda.

Bukan saja di “Injil yang empat”, jika menelisik Injil Thomas (Gospel of Thomas) yang ditemukan di Nag Hammadi, Mesir, pada Desember 1945, frasa biji sawi juga muncul di ayat 20:
Para murid berkata kepada Yesus: “Katakan pada kami seperti apakah Kerajaan Allah itu.” Yesus berkata kepada mereka, “Ia seperti sebulir biji sawi. Ia merupakan biji-bijian terkecil. Namun ketika ia jatuh pada tanah garapan, ia akan menghasilkan satu tumbuhan dan menjadi naungan bagi burung-burung di langit.”

Talmud tak mau ketinggalan. Dalam Megillah 28b dikatakan: Wanita-wanita Yahudi sangat ketat terhadap diri mereka sendiri hingga ketika mereka melihat darah menstruasi sebesar biji sawi mereka menunggu tujuh hari sebelum berendam dalam ritual mandi untuk menyucikan diri.

Banyak sekali penyebutan benda kecil ini dalam Talmud, meski banyak penyebutannya lebih bernuansa hukum “fikih” Yudaisme.

Dalam Tradisi Buddha

Tidak hanya di Timur Tengah, penyebutan biji sawi juga muncul dalam satu kisah dalam tradisi Buddha. Kisah itu bernama Kisa Gotami.

Suatu ketika Kisa Gotami datang ke pada Buddha sembari menangis: “Tuan dan Guru, beri aku obat yang dapat menyembuhkan anak kali-lakiku.”

Buddha menjawab: “Aku minta segenggam biji sawi.” Dan ketika wanita tersebut gembira dan menjanjikan untuk memenuhi permintaan itu, Buddha berkata kembali, “Biji sawi tersebut harus diambil dari sebuah ruma di mana seseorang pun tidak pernah kehilangan seorang anak, suami, orangtua, atau sahabat.”

Kisa mencarinya dari satu rumah ke rumah lainnya, dan orang-orang merasa iba kepadanya sembari berkata, “Ini, ambillah biji sawi ini,”

Namun ketika Kisa Gotami bertanya apakah pernah seorang putra atau anak perempuan atau seorang ayah, ibu, wafat di keluarga rumah tersebut?” Mereka menjawab, “Celakalah, mereka yang hidup sedikit namun yang telah tiada banyak, jangan engkau ingatkan kami dengan kedukaan mendalam seperti itu.” Sehingga tidak ada satu rumah pun melainkan ada anggota keluarga yang terkasih wafat.

Biji sawi atau mustard seed merupakan komoditi rempah kuno yang utamanya berasal dari India. India merupakan negeri yang kaya rempah yang hanya bisa ditandingi dengan nusantara. Dahulu, India merupakan destinasi dagang Romawi di timur.

Biji Sawi Dan Jalur Rempah Kuno

Munculnya penyebutan biji sawi dalam teks-teks keagamaan di Jazirah Arab, Syam, hingga Asia Selatan, mengisyaratkan bahwa jenis rempah ini begitu populer di zaman kuno. Komoditi itu tersebar seiring jalur dagang yang membentang dari Tiongkok hingga Eropa, termasuk Romawi.

Rempah merupakan produk impor yang elit bagi bangsa Romawi dan bangsa-bangsa di tepian Laut Mediterania. Tidak semua kalangan dapat menikmati produk-produk dari timur. Simak penuturan Pliny the Elder, filosof dan penulis Romawi yang hidup antara 1 SM – 1M, menulis:

Melalui hitung-hitungan terendah, India, Serica [wilayah Tiongkok utara], dan Semenanjung Arab mengambil 100 juta sesterces [satu sesterces setara dengan 7 ribu rupiah] per tahunnya – begitu banyak harga kemewahan hidup wanita kita. Demikian dikutip dari Raoul McLaughlin, Rome and The Distant East: Trade Routes to the Ancient Lands of Arabia, India and China, (hlm, 4).

Baca Juga: Menelusuri Aspek Historis Firaun dalam Al Quran

Lumrah jika komoditi rempah juga melintas di Jalur Dupa Kuno. Jalur ini membentang dari Suriah hingga Hadramaut. Dari Hadramaut ia diteruskan ke Oman. Dari Oman ia bercabang, satu ke Teluk Persia dan cabang lainnya menuju Samudera Hindia untuk menuju India, Tiongkok, dan tentu; nusantara.

Jalur darat ini juga melintasi Tabuk, Khaybar, Tayma, Madinah, Makkah, Najran hingga kota pelabuhan yang sangat sibuk bernama Eudaemon, atau dikenal dengan Aden pada hari ini. Merenungkan kandungan Al Quran melalui telusuran historis merupakan salah satu jalan tadabur. Namun yang tidak kalah mendesak adalah faidah dari penyebutan seberat biji sawi di dalam Al Quran, bahwasanya, jika…

Ia berada pada tempat yang paling tersembunyi, misalnya dalam batu karang sekecil, sesempit dan sekokoh apapun batu itu, atau di langit yang demikian luas dan tinggi, atau di dalam perut bumi yang sedemikian dalam — di mana pun keberadaannya — niscaya Allah akan mendatangkannya lalu memperhitungkan dan memberinya balasan. Demikian Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah (jilid 14, hlm, 134). Wallahu A’lam

Wisnu Tanggap Prabowo
Wisnu Tanggap Prabowo
Dosen STEI Tazkia, Pengajar LBPP LIA Pajajaran, Trainer Pusdiklat Mahkamah Agung, dan Peneliti IHKAM
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

tafsir surah al-An'am ayat 116 dan standar kebenaran

Tafsir Surah Al-An’am Ayat 116 dan Standar Kebenaran

0
Mayoritas sering kali dianggap sebagai standar kebenaran dalam banyak aspek kehidupan. Namun, dalam konteks keagamaan, hal ini tidak selalu berlaku. Surah al-An'am ayat 116...