BerandaKisah Al QuranSemangat Hijrah dengan Belajar dari Kisah Masa Lalu

Semangat Hijrah dengan Belajar dari Kisah Masa Lalu

Momen hijrah adalah salah kesempatan bagi umat di abad milenial ini untuk melihat kembali cerita (atau sejarah) masa lalu. Mungkin sebagian bertanya-tanya, “Apa pentingnya, dan apa hubungan orang-orang masa lalu dengan saya saat ini?

Dunia yang kita tinggali adalah tempat yang sangat berbeda dalam hal kemajuan teknologi, ilmu pengetahuan, kedokteran, dan peradaban lainnya. Sikap acuh terhadap masa lalu dapat membahayakan masa depan, begitu kata para futurolog. Bung Karno mengeluarkan jargon Jas Merah (Jangan sekali-kali mengabaikan sejarah), atau seperti kata George Santayana, “Mereka yang tidak dapat mengingat masa lalu dikutuk untuk mengulanginya.”

Mari kita luangkan sedikit waktu untuk merenungkan dua hal penting, yakni sejarah mereka yang datang sebelum kita, sekaligus merenungkan kebijaksanaan ilahi dalam melestarikan beberapa kisah mereka dalam Al-Qur’an.

Hijrah Para Nabi

Hijrah adalah berpindah atau menyingkir untuk sementara waktu dari suatu tempat ke tempat lain yang lebih baik dengan alasan tertentu. Sebagian nabi yang mulia diperintahkan Allah SWT untuk hijrah. Allah SWT dalam al-Quran mengisahkan beberapa cerita dari orang-orang sebelumnya untuk berbagai alasan; sehingga dengan mempelajari, merenungkan, dan memahami kisah mereka, kita dapat mengambil pelajaran yang akan bermanfaat dalam menjalani kehidupan masa kini. Jadi mengetahui kisah masa umat terdahulu bukanlah omong kosong atau buang-buang waktu.

لَقَدْ كَانَ فِيْ قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِّاُولِى الْاَلْبَابِۗ مَا كَانَ حَدِيْثًا يُّفْتَرٰى وَلٰكِنْ تَصْدِيْقَ الَّذِيْ بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيْلَ كُلِّ شَيْءٍ وَّهُدًى وَّرَحْمَةً لِّقَوْمٍ يُّؤْمِنُوْنَ ࣖ

Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal. (Al-Qur’an) itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya, menjelaskan segala sesuatu, dan (sebagai) petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. (Surah Yusuf, 12: 111).

Baca Juga: Momentum Hijrah di Tahun Baru, Penjelasan Surat An-Nisa Ayat 100

Allah SWT berfirman kepada Nabi Muhammad SAW, “Dan bacakanlah (Muhammad) kepada mereka, berita orang yang telah Kami berikan ayat-ayat Kami kepadanya, kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh setan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang yang sesat. Dan sekiranya Kami menghendaki niscaya Kami tinggikan (derajat)nya dengan (ayat-ayat) itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan mengikuti keinginannya (yang rendah), maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya dijulurkan lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia menjulurkan lidahnya (juga). Demikianlah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah kisah-kisah itu agar mereka berpikir. (Surah Al-A’raf (7): 175-176).

Meretas Hikmah: dari Taubat hingga Sabar

Pengalaman orang-orang di masa lalu mengajari kita banyak hal tentang kehidupan. Tentang diri kita sendiri, tentang rencana Tuhan bagi hamba-hamba-Nya dan hikmah di baliknya. Merujuk kisah awal dari ayah kita Adam AS kita menemukan kisah dimensi manusiawi. Kisah seorang hamba yang melupakan Tuhannya dan tergelincir dalam dosa. Tetapi yang lebih penting, dari kisahnya ada pengajaran bagi manusia, yaitu pertaubatan. Bagaimana kita menebus kesalahan? Bagaimana Tuhan bisa mengampuni kita setelah kita mengabaikan pesan-Nya, dan setelah manusia mengikuti hawa nafsu.

Orang bijak berkata, “orang pintar belajar dari kesalahannya, tetapi orang bijak belajar dari kesalahan orang lain. Ya, Adam AS membuat kesalahan. Ini patut menjadi pelajaran untuk direnungkan; bahwa dosa-dosa memiliki konsekuensi yang parah. Jika manusia bijak, ini seharusnya cukup sebagai peringatan agar terhindar dari kesalahan yang sama. Allah SWT memberitahu manusia,

يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطٰنُ كَمَآ اَخْرَجَ اَبَوَيْكُمْ مِّنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْءٰتِهِمَا ۗاِنَّهٗ يَرٰىكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهٗ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْۗ اِنَّا جَعَلْنَا الشَّيٰطِيْنَ اَوْلِيَاۤءَ لِلَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ

Wahai anak cucu Adam! Janganlah sampai kamu tertipu oleh setan sebagaimana halnya dia (setan) telah mengeluarkan ibu bapakmu dari surga, dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya. Sesungguhnya dia dan pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman. (Surah al-A’raf/7: 27)

Jadi, Allah SWT memberitahu kita bahwa apa yang terjadi pada mereka (yang berbuat dosa) bisa terjadi pada kita jika kita lengah, tidak waspada. Meskipun Adam dianugrahi untuk dapat bertaubat, Allah SWT pun menerima taubatnya, tapi kita tidak ada jaminan dijaminan akan mengalami nasib yang sama. Sementara kita hanya punya keyakinan bahwa ada belas kasihan Allah SWT yang luar biasa terhadap orang-orang yang beriman. Seorang hamba sadar bahwa Allah SWT akan meminta pertanggungjawaban atas selurh dosa-dosa yang telah diperbuat. Hukuman bisa diberikan di dunia dan juga di kehidupan selanjutnya. Allah SWT berfirman,

۞ نَبِّئْ عِبَادِيْٓ اَنِّيْٓ اَنَا الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُۙ وَاَنَّ عَذَابِيْ هُوَ الْعَذَابُ الْاَلِيْمُ

Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa Akulah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang, dan sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang sangat pedih. (Surah al-Hijr/15: 49-50)

Tetapi kita menemukan pelajaran lain dalam kisah Adam (saw), dan para nabi yang lain seperti Yunus AS, yakni pelajaran bagaimana taubat (kembali kepada Allah SWT). Jika dosa-dosa kita adalah bentuk kegagalan, maka pertobatan adalah jalan kita menuju kesuksesan. Sama seperti kita belajar dari kesalahan orang lain, kita harus melihat keberhasilan mereka yang datang sebelum kita dan mengikuti teladan mereka. Bagaimana Adam berhasil? Bagaimana Yunus berhasil?

Mereka sepenuhnya menerima kesalahan mereka sendiri dan mencari bantuan dari satu-satunya yang dapat membantu mereka, Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan memberi tahu kita tentang Yunus dengan mengatakan, “Dan (ingat) Yunus, ketika dia menyerbu dengan marah, mengira Kami tidak memiliki kuasa atas dia. Tetapi kemudian Dia berseru dalam kegelapan, ‘Tidak ada Tuhan selain Engkau! Kemuliaan bagi Anda! Sesungguhnya aku termasuk orang yang zalim!’” (21:87).

Alasan penting lainnya untuk mempelajari kisah masa silam adalah untuk menguatkan hati kita. Allah memberi tahu Nabi SAW sebagaimana dalam sabda-Nya, “Dan semua kisah rasul-rasul, Kami ceritakan kepadamu (Muhammad), agar dengan kisah itu Kami teguhkan hatimu; dan di dalamnya telah diberikan kepadamu (segala) kebenaran, nasihat dan peringatan bagi orang yang beriman (Surah Hud/11: 120).

Baca Juga: Makna Hijrah dalam Al-Quran

Ketika orang-orang beriman memahami sejarah perjuangan umat manusia dan musuhnya, mereka dikuatkan untuk mengetahui bahwa apa yang mereka alami tidak hanya terjadi pada mereka. Sebagian orang secara keliru menganggap bahwa karena Islam adalah kebenaran, maka Allah akan selalu memberikan kesuksesan kepada orang-orang yang beriman dalam setiap peristiwa dalam hidup mereka. Asumsi yang salah ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman tentang sifat perjuangan ini, serta tentang bagaimana hukum sebab akibat Allah bekerja.

Dari kisah sejarah, kita tahu bahwa orang-orang beriman sebelum kita menderita karena berpegang teguh pada iman. Mereka harus bersabar dan meneguhkan kesabaran hingga kemudian menang. Kita dapat memahami bahwa ada tantangan dan teladan dari mereka dalam menghadapi berbagai rintangan. Dalam al-Quran, Allah SWT memberi tahu kita agar mengikuti apa yang telah diwahyukan kepadamu, dan bersabar hingga Allah memberi keputusan (Surah yunus/10: 109). Wallahu A’lam.

Muhammad bin Abdullah Alhadi
Muhammad bin Abdullah Alhadi
Pemerhati Tamadun Islam, Dosen Institut Pembina Rohani Islam Jakarta dan Pembina Komunitas Guru Inovatif (Kognitif)
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

tafsir surah al-An'am ayat 116

Tafsir Surah Al-An’am Ayat 116 dan Standar Kebenaran

0
Mayoritas seringkali dianggap sebagai standar kebenaran dalam banyak aspek kehidupan. Namun, dalam konteks keagamaan, hal ini tidak selalu berlaku. Surah al-An'am ayat 116 memberikan...