BerandaUlumul QuranSikap al-Qurṭubī Terhadap Riwayat Isrāīliyyāt

Sikap al-Qurṭubī Terhadap Riwayat Isrāīliyyāt

Tema tentang Isrāīliyyāt ini sangat penting untuk dibahas, karena banyaknya riwayat-riwayat Isrāīliyyāt dalam beberapa kitab tafsir. Hal ini perlu dikaji secara kritis karena riwayat  tersebut tidak dapat dinalar dan diragukan keabsahannya. Salah satu ulama tafsir yang banyak mengkritik riwayat Isrāīliyyāt adalah Imam al-Qurṭubī. Kritik ini disampaikan dalam kitab al-Jāmi’ li Ahkām al-Qur’an, salah satu karyanya yang sampai hari ini banyak digunakan sebagai bahan rujukan oleh para pengkaji ilmu Alquran dan tafsir.
Definisi Isrāīliyyāt
Kata إسرائيليات adalah bentuk jamak dari إسرائيلية, artinya sesuatu yang berkaitan dengan Bani Israil. Dalam Bahasa Arab, istilah “Bani Israil” adalah bentuk murakkab idhafi yang dalam hal ini, kata yang merujuk ke kata tersebut mengambil bagian belakang dan bukan bagian depannya. Oleh karena itu, digunakan kata إسرائيلي  (Israili) untuk menggambarkan hal-hal yang berkaitan dengan Bani Israil, seperti dalam frasa قصة إسرائيلية  (kisah Israiliyah), خبر إسرائيلي  (berita Israiliyah), atau حادثة إسرائيلية  (insiden Israiliyah).

Baca Juga: Kritik al-Alusi Terkait Cerita Israiliyat dalam Tafsir Ruh al-Ma’ani
Secara terminologi, Isrāīliyyāt adalah cerita atau kejadian yang berasal dari sumber Bani Israil. Kata إسرائيلية dihubungkan dengan Bani Israel atau kepada bapak mereka yang pertama karena Bani Israil adalah keturunan dari Nabi Yakub. Al-Dzahabi mengatakan bahwa kata Isrāīliyyāt ini digunakan lebih luas oleh para ulama tafsir dan hadis, sehingga tidak hanya pada sumber dari Yahudi saja, melainkan juga mencakup pada sumber dari Israil. (Al-Dakhīl fī al-Tafsīr, 22-23).
Sikap al-Qurṭubī Terhadap Riwayat-Riwayat Isrāīliyyāt
Berbeda dengan ulama yang menerima kisah-kisah isrāīliyyāt, al-Qurṭubī termasuk ulama yang menolaknya. Ia mempunyai cara tersendiri dalam menyikapi. Ia dikenal karena tidak terlalu banyak memasukkan Isrāīliyyāt dalam tafsirnya. Bahkan, ia menjaga tafsirnya dari terlalu banyak menyebut Isrāīliyyāt dan hadis-hadis palsu (mawdhu’). Jika beliau mencantumkan riwayat Isrāīliyyāt, biasanya menyertakan sanadnya (rangkaian perawi) secara lengkap. 
Namun, setelah menyebutkannya, Imam al-Qurṭubī sering memberikan kritik dan tanggapan terhadap riwayat-riwayat tersebut dengan membawakan pendapat para ulama tafsir lainnya yang telah membahas atau menolak Isrāīliyyāt tersebut. Terkadang, ia meringkas penjelasannya dengan hanya menunjukkan kelemahan sanad riwayat tersebut atau secara langsung menolaknya tanpa banyak rincian, cukup dengan mengisyaratkan kelemahannya. (Musṭafā Ibrahīm al-Muthaynī, Madrasah al-Tafsīr fī Andalus, 560).

Baca Juga: Inilah Para Perawi Israiliyat yang Menjadi Sumber Rujukan di Kitab-Kitab Tafsir

Contoh Kritik al-Qurṭubī terhadap Riwayat-Riwayat Isrāīliyyāt
Ketika al-Qurṭubī menafsirkan Q.S. Albaqarah [02] ayat 102:

وَاتَّبَعُوْا مَا تَتْلُوا الشَّيٰطِيْنُ عَلٰى مُلْكِ سُلَيْمٰنَۚ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمٰنُ وَلٰكِنَّ الشَّيٰطِيْنَ كَفَرُوْا يُعَلِّمُوْنَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَآ اُنْزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوْتَ وَمَارُوْتَۗ

Mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa Kerajaan Sulaiman. Sulaiman itu tidak kufur, tetapi setan-setan itulah yang kufur. Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di negeri Babilonia, yaitu Harut dan Marut.
Sebelum al-Qurṭubī mengkritik riwayat Isrāīliyyāt dalam tafsirnya, ia menyampaikan sanad-sanad dari riwayat itu. Seperti pada tafsir ayat ini, ia menyebutkan, diriwayatkan dari Ali, Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ka’b al-Ahbar, al-Suddi dan al-Kalbi, “Ketika maksiat meningkat di kalangan anak Adam – dan itu terjadi pada masa Nabi Idris – para malaikat mengkritik mereka”, dan Allah berkata, “Jika kalian berada di tempat mereka dan memiliki nafsu, maka kalian juga mungkin akan melakukan dosa seperti manusia”. Mereka berkata, “Maha Suci Engkau! Seharusnya hal ini tidak terjadi pada kami”. 
Allah berkata, “Pilihlah dua malaikat sesuai pilihanmu untuk turun ke bumi dan diuji dengan sifat manusiawi, termasuk nafsu. Mereka memilih Harut dan Marut. Dia menurunkan mereka ke bumi dan menciptakan nafsu dalam diri mereka. Belum genap satu bulan berlalu mereka tergoda oleh seorang wanita yang namanya dalam bahasa Nabataean adalah “Bidakht,” dan dalam bahasa Persia adalah “Nahil” dan dalam bahasa Arab “Al-Zahra.”

Baca Juga: Israiliyat Dalam Tafsir, Validkah? Berikut Pandangan Ibnu Khaldun
Untuk bisa bersama wanita tersebut, mereka harus melakukan beberapa perbuatan terlarang, termasuk minum khamr (arak) dan melakukan pembunuhan. Akibatnya, Harut dan Marut dihukum dan disiksa di Babel (dikatakan di sebuah lubang di bawah tanah di Babilonia).
Setelah kisah Isrāīliyyāt ini dijelaskan, maka al-Qurṭubī mengkritisi cerita tersebut;

قُلْنَا: هَذَا كُلُّهُ ضَعِيفٌ وَبَعِيدُ عَنِ ابن عمر وغيره، لا يصح منه شي، فَإِنَّهُ قَوْلٌ تَدْفَعُهُ الْأُصُولُ فِي الْمَلَائِكَةِ الَّذِينَ هُمْ أُمَنَاءُ اللَّهِ عَلَى وَحْيِهِ، وَسُفَرَاؤُهُ إِلَى رُسُلِهِ” لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ “.” بَلْ عِبادٌ مُكْرَمُونَ. لَا يَسْبِقُونَهُ بِالْقَوْلِ وَهُمْ بِأَمْرِهِ يَعْمَلُونَ “.” يُسَبِّحُونَ اللَّيْلَ وَالنَّهارَ لَا يَفْتُرُونَ

Semua itu lemah dan jauh dari pendapat Ibnu Umar dan yang lainnya, dan tidak ada satupun yang shahih, menurut prinsip-prinsip yang berlaku mengenai malaikat. Hal ini karena malaikat yang menjadi amanah Allah atas wahyu-Nya. Dan para duta-Nya kepada para Rasul-Nya, “Mereka tidak mendurhakai Allah atas apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka, melainkan mereka mengerjakan apa yang diperintahkan kepada mereka.” Sebaliknya, mereka adalah hamba-hamba yang dimuliakan. Mereka melakukan perintah-Nya, “Mereka memuliakan Dia siang dan malam tanpa ragu-ragu. (Al-Qurṭubī, al-Jāmi’ li Ahkām al-Qur’an, 51).
Ada banyak riwayat Isrāīliyyāt yang dikritisi oleh al-Qurṭubī dalam kitab tafsirnya, seperti yang terdapat pada tafsir surah Shad ayat 14 dan lain-lain. Contoh di atas merupakan gambaran bagaimana al-Qurṭubī mengkritisi riwayat Isrāīliyyāt. Allahu A’lamu.

Abd Hamid
Abd Hamid
Dosen Institut Agama Islam al-Khairat Pamekasan
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Gus Baha jelaskan tata krama dalam interaksi sosial

Gus Baha Jelaskan Pentingnya Tata Krama dalam Interaksi Sosial

0
Dalam interaksi antar sesama di kehidupan bermasyarakat, Islam mengajarkan bahwa  muslim harus memperhatikan adab dan tata krama sosial, terlepas dari status dan kedudukan dalam...