BerandaBeritaSiratan Pesan Azyumardi Azra untuk Kebangkitan Islam Asia Tenggara

Siratan Pesan Azyumardi Azra untuk Kebangkitan Islam Asia Tenggara

Minggu (18/9), Indonesia kehilangan salah satu tokoh intelektual muslim berpengaruh, Azyumardi Azra, cendekiawan Islam berkaliber internasional. Sang sejarawan tersohor ini menghabiskan sebagian besar umurnya untuk mengabdi pada ilmu pengetahuan dan memajukan pendidikan Islam di Indonesia. Jasa Prof. Azra-begitu sapaan akrabnya-antara lain memesatkan Perguruan Tinggi Keislaman Negeri (PTKIN) dengan gagasan-gagasannya. Melansir kompas.com, Menag Yaqut pun juga menegaskan demikian dalam pidato duka cita.

Selama hidup, semangat Prof. Azra untuk memajukan keilmuan Islam tak pernah habis. Di hembus napas terakhir pun, beliau sedang dalam perjalanan konferensi ilmiah di Kajang, Malaysia. Pada kesempatan itu, beliau sedianya hendak menyampaikan makalah bertajuk Nusantara untuk Kebangkitan Peradaban: Memperkuat Optimisme dan Peran Umat Muslim Asia Tenggara.”

Baca juga: Yusuf al-Qaradhawi: Pengkaji Alquran dan Maestro Kajian Islam Kontemporer

Dalam tulisan tersebut, Prof. Azra memberi pesan kepada intelektual muslim Asia Tenggara untuk bersiap menyongsong kebangkitan Islam. Di sisi lain, juga mengusulkan strategi bagaimana Islam dapat mewujudkannya. Kebangkitan yang sebelumnya bagi tokoh pembaru ini masih setahap formalitas; antusiasme terhadap Islam yang masih sekadar cenderung pada aspek ritual. (Azyumardi Azra, Renaisans Islam Asia tenggara, xvii).

Dekadensi Barat dan celah untuk Timur

Berbagai karya tokoh Barat yang diulas dalam makalah tersebut, yang memberikan sinyal bahwa peradaban Barat mengalami dekadensi sejak abad 20, menjadi angin segar bagi dunia Timur untuk mengambil alih kekuasaan. Meski wacana itu sarat pro-kontra, dan hari ini pun Amerika masih menunjukkan kedikdayaannya, posisi China sebagai wakil dunia Timur sedikit demi sedikit melemahkan Barat.

Azra menyebutkan kebangkitan China pada bidang sains, teknologi, dan lebih-lebih ekonomi adalah sangat signifikan dan mampu menekan hegemoni Amerika. Bahkan, dalam beberapa aspek seperti ekonomi dan devisa, Amerika menunjukkan ketergantungan terhadap negeri ini. Kondisi tersebut dapat menjadi momentum bagi kaum muslim Timur khususnya Asia Tenggara untuk mengupayakan kebangkitan.

Asia Tenggara digadang sebagai aktor dalam menyukseskan kebangkitan Islam berdasarkan usulan pemerintahan negara muslim di Asia Barat dan Selatan. Konflik berkepanjangan di Timur Tengah menjadi salah satu lantaran mengapa mayoritas negara muslim di Asia menaruh harapan besar kepada Asia Tenggara. Di sisi lain, juga atas pertimbangan bahwa negara dengan populasi muslim mayoritas di wilayah tersebut–yakni Indonesia dan Malaysia-menganut sistem demokrasi, yang cenderung non-blok. Karena itulah, diharapkan dua negara ini mampu berpartisipasi aktif untuk membangkitkan peradaban Islam antara lain dengan memoderasi konflik Timur Tengah.

Strategi kebangkitan Islam

Fakta memang menunjukkan bahwa mayoritas muslim di Asia termasuk bagian dari negara dunia ketiga. Kenyataan tersebut bersesuaian dengan pernyataan Azra bahwa kebangkitan Islam hari ini masih sebatas euforia. Masyarakat muslim butuh merancang strategi agar cita-cita tersebut tidak lebur di permukaan. Beliau menandaskan beberapa aspek yang mesti digarap demi kebangkitan itu terwujud. Aspek tersebut meliputi peningkatan kualitas pendidikan, penguatan sistem politik, pengembangan masyarakat madani dan beradab, serta penguatan ekonomi.

Dalam aspek pendidikan, Azra menekankan peningkatan mutu pendidikan. Untuk memperbaiki ilmu pengetahuan dalam rangka menyukseskan kebangkitan Islam, muslim Indonesia dan Malaysia tidak cukup hanya fokus pada pemerataan pendidikan, melainkan harus pula menyediakan sistem pendidikan yang berkualitas. Lebih-lebih dalam taraf sekolah tinggi. Dua motor penggerak peradaban Islam ini diharapkan mampu mewujudkan universitas berbasis riset, bukan sekadar pengajaran saja.

Orientasi riset yang disarankan Azra sejalan dengan prinsip pendidikan dalam Islam. Islam menuntun untuk membangun kepakaran (Q.S. Attaubah ayat 122); menganalisis peristiwa dengan data yang akurat dan otoritatif–tidak menerima mentah-mentah-(Q.S. Ala’raf ayat 179 & Q.S. Alhujurat ayat 6); berpikir kritis dan filosofis (Q.S. Albaqarah ayat 70 & Q.S. Alan’am ayat 75-81), dan lain-lain.

Baca juga: Urgensi Rasionalitas dalam Pendidikan Islam

Politik sebagai bagian vital dalam pembangunan peradaban juga harus diperhatikan. Baik Indonesia maupun Malaysia sama-sama mesti memperkuat sistem demokrasi. Kendati telah diterapkan sejak lama, dalam praktiknya sistem ini masih belum diterapkan dengan baik oleh seluruh elemen masyarakat dua negara tersebut, baik dari lembaga pemerintah maupun non-pemerintah.

Mewujudkan masyarakat madani atau masyarakat kewargaan (civil society) adalah pesan Azra yang tak kalah urgen. Komponen ini meniscayakan sistem politik demokrasi yang sehat. Dalam perspektif Islam, civil society dapat dibangun berdasarkan nilai universal Qurani seperti egaliterianisme, toleransi, pluralisme, keadilan, dan musyawarah sebagaimana yang diajarkan dan dipraktikkan Nabi saat membangun Madinah (prototipe civil society dalam Islam, yang kemudian dikenalkan oleh Naquib al-Attas dengan istilah al-mujtama’ al-madani atau masyarakat madani) (Ahmad Suaedy, Akar-akar Civil Society dalam Islam, 56-57).

Keterbukaan dan kesetaraan individual maupun kolektif juga semestinya dibarengi dengan etika sosial yang baik. Mengamati dekadensi moral yang terus meningkat sebagai imbas dinamika zaman 5.0, Azra juga berpesan untuk membangun masyarakat yang tak hanya demokratis, tetapi juga beradab. “Hanya dengan keadaban publik yang kuat, negara Indonesia dapat maju, berharkat, dan berperadaban,” tegas Azra dalam halaman 21.

Pembangunan masyarakat beradab jika dihadapkan dengan era digital seperti sekarang ini juga mesti diterapkan di dunia maya. Artinya, prinsip seperti menghormati perbedaan, berperilaku sopan, serta bijak dalam berkomentar seharusnya juga diterapkan di ruang digital. Dengan begitu, nilai Islami yang sejatinya selaras dengan prinsip kemanusiaan tersebut akan benar-benar diterapkan oleh masyarakat Muslim. Selanjutnya, diharapkan Islam lekas dikenal sebagai negara yang beradab dan berperikemanusiaan. (penjelasan ini antara lain dapat ditinjau dalam tafsir Q.S. Alhujurat ayat 11 & 13 tentang larangan untuk memantik konflik dengan mengolok-olok dan sebagainya, kesadaraan terhadap pluralitas manusia, serta tuntunan untuk toleransi, dalam al-Tahrir wa al-Tanwir, jilid 26).

Baca juga: Etika Bermedia Sosial dalam Pandangan Alquran

Poin terakhir yang tak kalah krusial ialah penguatan ekonomi. Tanpa ekonomi yang stabil, mustahil suatu bangsa dapat makmur dan sejahtera. Jika demikian, impian membangkitkan peradaban pun tidak dapat tercapai. Berdasarkan data worldpopulationreview.com, negara berpenduduk mayoritas muslim masih menduduki posisi rentan di sektor ekonomi.

Indonesia dan Malaysia diharapkan mampu mengupayakan penguatan ekonomi secara maksimal, terlebih dua negara ini juga masih setaraf negara berkembang. Dalam ikhtiar di bidang ekonomi, Azra juga berpesan untuk bijak dalam mengembangkan sektor ekonomi; tidak eksploitatif terhadap sumber daya alam.

Dengan membumikan prinsip Islam sebagai agama pembawa rahmat untuk semesta alam, mengembangkan perekonomian dapat diwujudkan antara lain dengan pemanfaatan sumber energi terbarukan sebagai lahan industri. Elemen ini seperti yang diisyaratkan dalam Q.S. Annahl ayat 10-14, tentang pemanfaatan sumber energi air, tenaga surya, bumi, dan bahari.

Sekarang waktu bagi kita untuk berupaya mewujudkan pesan-pesan tersebut secara optimal. Cukup kiranya kita mencari dalil sebagai pembenaran terhadap langkah yang mesti ditempuh untuk membangkitkan peradaban Islam atau untuk mendefinisikan kebangkitan Islam itu sendiri, yang seringkali justru berujung pada pemahaman yang problematik dan memicu langkah menyimpang. Pesan sang mahaguru sudah cukup dikatakan Islami karena terbukti memang selaras dengan prinsip-prinsip Islam yang disampaikan Nabi. Saatnya kita meneruskan ikhtiar beliau agar kebangkitan bagi Islam tidak hanya menjadi utopia. Wallahu a’lam []

Halya Millati
Halya Millati
Redaktur tafsiralquran.id, Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Alquran dan Tafsir UIN Sunan Ampel Surabaya, pegiat literasi di CRIS Foundation
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...