Dalam pandangan teologis umat Islam, nabi Muhammad saw adalah manusia sempurna (al-insan al-kamil). Beliau Adalah nabi dan rasul terakhir dari rangkaian utusan Allah Swt di muka bumi sejak nabi Adam as. Karena itulah, dirinya sangat dikagumi dan dipuji-puji oleh umat Islam sampai-sampai terkadang mereka melupakan sisi kemanusiaan nabi Muhammad saw.
Nabi Muhammad saw – pada hakikatnya – memang utusan Allah swt. Hal ini telah ditegaskan oleh Al-Qur’an dan perkataan beliau sendiri (hadis). Secara faktual, ia juga memiliki sifat-sifat yang sempurna dari berbagai aspek dan ia maksum atau bersih dari segala bentuk dosa. Kendati demikian, nabi saw tetaplah manusia dan beliau juga melakukan apa yang biasa manusia lakukan secara alamiah.
Nabi Muhammad saw bersabda:
إنما أنا بشرٌ، أنسى كما تنسَوْن، فإذا نسِيتُ فذكِّروني
“Sesungguhnya aku adalah manusia seperti kalian, maka jika aku lupa,
ingatkanlah aku.” (al-Jami’ al-Shahih Li al-Bukhari).
Hadis di atas secara jelas menyatakan bahwa Baginda saw serupa dengan manusia lainnya dalam konteks kemanusiaan. Sisi kemanusian nabi Muhammad saw ini berkisar pada fitrah-fitrah manusia. Meskipun demikian, beliau tidaklah sama seutuhnya dengan manusia biasa. Sebab, ada sisi keistimewaan yang Allah swt berikan padanya dan itu tidak diberikan kepada selainnya.
Baca Juga: Sisi lain dari Isra Mikraj Nabi Muhammad Saw, Tafsir Alternatif Surah Al-Isra ayat 1
Menurut para ulama, sisi kemanusiaan nabi Muhammad saw atau diutusnya nabi dari golongan manusia memiliki hikmah tersendiri seperti kehadiran nabi sebagai manusia adalah sebagai suri teladan atau role model bagi manusia secara empiris sehingga bisa diikuti. Selain itu, sisi kemanusian nabi Muhammad saw juga dijadikan sebagai pelajaran bagi umatnya sebagaimana yang terjadi dalam kasus ‘lupa’ pada hadis di atas (Marah Labid).
Surah Al-Kahfi [18] Ayat 110: Nabi Muhammad Saw Juga Manusia
Dalam Al-Qur’an ada beberapa ayat yang menunjukkan tentang sisi kemanusiaan nabi Muhammad saw. Salah satunya adalah surah al-Kahfi [18] ayat 110 yang berbunyi:
قُلْ اِنَّمَآ اَنَا۠ بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوْحٰٓى اِلَيَّ اَنَّمَآ اِلٰهُكُمْ اِلٰهٌ وَّاحِدٌۚ فَمَنْ كَانَ يَرْجُوْا لِقَاۤءَ رَبِّهٖ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَّلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهٖٓ اَحَدًا ࣖ ١١٠
Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang telah menerima wahyu, bahwa sesungguhnya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa.” Maka barangsiapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (QS. Al-Kahfi [18] ayat 110).
Menurut al-Sa’adi, surah al-Kahfi [18] ayat 110 bermakna, “Katakanlah wahai Muhammad kepada orang-orang kafir dan selainnya bahwa engkau bukanlah Tuhan, bukan pula sekutu Tuhan, engkau tidak mengetahui hal yang gaib, dan engkau tidak mengusai perbendaharaan Allah swt. Katakanlah, ‘Aku adalah manusia seperti kalian, seorang hamba Allah. Hanya saja aku diberikan wahyu yang membedakan antara aku dan kalian’.”
Katakanlah, “Melalui wahyu tersebut, aku diperintahkan untuk mengabarkan kepada kalian bahwa Tuhan kalian Esa, tidak ada Tuhan selain Dia dan tidak ada seorang pun yang berhak disembah – sedikit pun – selain Dia. Oleh karena itu, Aku menyeru kalian untuk melakukan amal saleh yang dapat mendekatkan kalian dengan-Nya sehingga kalian mendapatkan pahala dan terhindar dari azab-Nya.”
Syekh Nawawi al-Bantani menuturkan bahwa surah al-Kahfi [18] ayat 110 memiliki dua sisi penekanan, yakni penegasan sisi kemanusian nabi Muhammad saw dan sisi keistimewaannya dibandingkan manusia lain karena wahyu. Dengan wahyu tersebut beliau mengetahui berbagai hal yang bersifat gaib, mulai dari surga, neraka, pahala, dosa, hingga Kenyataan Keesaan Allah swt.
Pandangan serupa disampaikan oleh Imam al-Syaukani dalam Fath al-Qadir. Ia menyatakan bahwa surah al-Kahfi [18] ayat 110 merupakan perintah Allah swt kepada nabi Muhammad saw untuk menyatakan dirinya sebagai manusia sebagaimana kaumnya. Apa yang membedakan antara nabi saw dan kaumnya hanyalah wahyu yang Allah swt berikan sebagai modal dakwah untuk mengenalkan Islam.
Dari penjelasan di atas, kita dapat memahami bahwa Al-Qur’an ingin menegaskan sisi kemanusiaan nabi Muhammad saw dan keistimewaannya dibandingkan manusia lain. Sisi ini perlu ditegaskan agar tidak terjadi dua hal, yakni pemujaan berlebihan terhadap nabi saw sebagaimana yang terjadi pada nabi Isa as dan pengabaian terhadap ajaran dan praktik agama karena hanya bisa dipraktikkan oleh orang-orang terpilih seperti nabi.
Baca Juga: Sisi lain dari Isra Mikraj Nabi Muhammad Saw, Tafsir Alternatif Surah Al-Isra ayat 1
Di sisi lain, surah al-Kahfi [18] ayat 110 juga menegaskan bahwa apa yang nabi Muhammad saw sampaikan – seluruhnya, tanpa terkecuali – berasal dari sisi Allah swt. Berbagai informasi yang disampaikan oleh nabi saw – khususnya berkenaan dengan yang gaib seluruhnya berasal dari Allah swt, bukan berdasarkan usahanya sendiri. Inilah yang membuat dirinya spesial dibandingkan manusia lain yang hanya bersandar pada pengalaman pribadi (empirical evidence).
Pada bagian akhir surah al-Kahfi [18] ayat 110 diterangkan kandungan wahyu secara universal, yakni pengetahuan tentang Keesaan Allah swt. Melalui pengetahuan ini, barulah manusia mampu melakukan pengakuan terhadap keesaan-Nya. Bisa dikatakan bahwa inilah inti sari ajaran Islam, baik Islam yang dianut nabi Adam, nabi Musa, nabi Isa, maupun Islam yang dibawa nabi Muhammad saw. Wallahu a’lam.