BerandaTafsir TematikTafsir KebangsaanSurah Ali Imran : 103: Menjaga Integrasi Negara

Surah Ali Imran [3]: 103: Menjaga Integrasi Negara

Indonesia merupakan negara majemuk. Kondisi ini dapat dilihat dari banyaknya suku, agama, bahasa yang beraneka ragam. Kemajukan ini menyebabkan Indonesia rawan mengalami disintegrasi nasional. Kita bisa ambil contoh, konflik antara etnis di Sampit, serta konflik agama di Poso yang menyebabkan banyak korban jiwa. Cuplikan beberapa peristiwa tersebut tentu harus dihindari.

Mengingat kita pernah mengalami konflik sosial yang berujung pada sparatisme Timor Timur pada tahun 1998, sebuah sejarah kelam bagi Indonesia. Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan harga mati yang harus diperjuangkan seluruh warga Indonesia. Keutuhan tersebut dapat mewujudkan Indonesia yang aman, damai dan tentram dalam menjalani kehidupan dan peribadatan sehari-hari.

Menjaga keutuhan negara (hifz al-Daulah) sejatinya telah diperintahkan Allah dalam Alquran, salah satunya dalam Al-Qur’an surah Ali Imran ayat 103.

وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللّٰهِ جَمِيْعًا وَّلَا تَفَرَّقُوْاۖ وَاذْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ اِذْ كُنْتُمْ اَعْدَاۤءً فَاَلَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِكُمْ فَاَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهٖٓ اِخْوَانًاۚ

Berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, janganlah bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara.

Baca Juga: Tafsir Q.S. Hud Ayat 117: Dosa Sosial, Pemicu Kemunduran Suatu Negara

Menurut al-Qurthubi, kata wa’tashimu bermakna mencegah atau menghalangi, artinya ayat ini berisi perintah untuk berpegang pada tali Allah (al-Qurthubi, hlm 398).  Menurut Ibn Katsir, ayat ini menyatakan perintah untuk bersatu dalam kelompok atau jemaah serta larangan untuk berpecah belah (Ibn Katsir, vol 7 hlm 104).

Quraish Shihab juga menafsirkan makna “berpegang teguhlah” dengan berupaya semaksimal mungkin untuk bersatu (mengaitkan diri satu sama lainnya) sesuai dengan ketentuan Tuhan dengan tetap menjaga kedisiplinan. Semisal ada yang lupa, maka yang lain dapat mengingatkan. Jika bersalah, maka yang lain dapat menolong serta mengaingatkan sesuai dengan ketentuan Allah. Oleh sebab itu, persatuan antar sesama sangat penting (Shihab, vol 7 hlm 205).

Hal ini juga ditegaskan oleh Ibn Mas’ud, firman Allah, “Janganlah bercerai-berai” dimaknai sebagai larangan untuk bercerai-berai atau memisahkan diri dengan mengikuti hawa nafsu serta tujuan yang berbeda. Kita diperintahkan untuk menanamkan sikap persaudaraan antara satu dengan lainnya. Apabila semua bisa bersatu, maka hal itulah yang menjadikan manusia jauh dari kata saling memisah atau saling membelakangi.

Nikmat Allah berupa persatuan menjadikan diri satu sama lain sebagai saudara sehingga perselisihan dapat terhindari. Perselisihan bukanlah tentang perbedaan pendapat, melainkan hal-hal yang tidak dapat disatukan dan dihimpun. Itulah sebabnya perlu adanya prinsip lapang dada pada perbedaan serta bersatu pada segala yang disepakati. Oleh karena itu, sebagai bentuk upaya kita untuk menjaga kedaulatan negara dalam ikatan persaudaraan ini, Ulil Abshar Abdalla dalam buku Islam Pribumi mengatakan pentingnya mengelola keragaman dalam negara.

Keragaman tetap diberikan tempat tetapi keragaman itu perlu dikelola sehingga akan mengarah pada “mutual enrichment”, yaitu saling mengayakan, memperkaya dengan kelompok lain, bukan malah bertengkar. Hal yang paling penting adalah bagaimana kita dapat mengelola perbedaan yang ada saat ini dengan baik.

Baca Juga: Refleksi Makna Kemerdekaan: Mensyukuri Keamanan dan Kenyamanan Bernegara

Salah satu caranya ialah berpegang tegus pada surah al-Baqarah ayat 148 yang memerintahkan kita untuk ber-fastabiqul khairot, yaitu berkompetisi, maksudnya berlomba-lomba untuk mewujudkan kebaikan serta kemajuan. sebagai contoh saling bekerja sama dalam hal kebaikan, menghargai kelompok lain, saling belajar untuk dapat lebih baik kedepannya.

Kita perlu menyadari bahwa keragaman dalam negara merupakan sebuah anugerah dari Tuhan. Tanpa adanya keanekaragaman ini, hidup akan terlihat pasif dan biasa-biasa saja. Adanya perilaku fastabiqul khoirot antara satu dengan lainnya akan membuahkan hubungan yang harmonis, aman, tenang, dan tentram sehingga akan jauh terjadinya disintegrasi nasional.

Cindy Dea Anggraini
Cindy Dea Anggraini
Mahasiswi Prodi Ilmu Al-Quran dan Tafsir UIN Sunan Ampel
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Mufasir Indonesia

Mengulas Naskah Tempo 1984 “Fatwa Kecil dari Kudus”

0
"Fatwa Kecil dari Kudus" merupakan judul artikel dalam Majalah Tempo, 4 Agustus 1984. Majalah ini didapat dari arsip Perpustakaan Medayu, Surabaya. Artikel yang dimuat...