BerandaTafsir TematikSurat Al-A‘raf Ayat 55: Etika Berdoa Menurut Al-Qur’an

Surat Al-A‘raf [7] Ayat 55: Etika Berdoa Menurut Al-Qur’an

Doa merupakan salah satu ibadah yang dianjurkan agama. Sebagaimana ibadah lain, Islam juga mengatur adab yang meliputi tata cara dan etika berdoa. Salah satunya adalah keterjagaan hati. Doa merupakan komunikasi langsung antara hamba dan Sang Pencipta. Maka tidak heran kalau sebagian ulama memaknai doa sebagai bentuk ekspresi kebutuhan hamba-Nya kepada Allah Yang Maha Kaya.

Dalam Al-Qur’an, Allah swt berjanji kepada hamba-Nya jika ia berdoa kepada-Nya, maka doa tersebut akan dikabulkan. Hal ini tercantum dalam surat al-Baqarah ayat 186:

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku Kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka memperoleh kebenaran.”

Dari ayat ini kita belajar bahwa doa seorang mukmin juga tidak akan ditolak. Tetapi Allah swt akan memberikan pilihan terbaik untuk kita, apakah doanya dikabulkan segera atau Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik baginya di dunia dan di akhirat atau Allah akan menabungkan baginya di akhirat yang lebih baik dari apa yang dia minta.

Menurut para ulama – seperti Imam Ahmad bin Muhammad as-Shawi al-Maliki dalam kitabnya berjudul Hasyiatus Shawi ‘Ala Tafsiril Jalalain – doa lebih mudah terkabul jika memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu sebagai bentuk etika berdoa bagi seorang mukmin. Menurut al-Maliki, tanpa syarat dan etika berdoa tersebut – bisa saja – doa seseorang akan sulit terkabul.

Baca Juga: Tafsir Surat Al-A’raf Ayat 180: Anjuran Berdoa dan Berdzikir dengan Asmaul Husna

Persyaratan terkabulnya doa meliputi dua hal, yakni persyaratan yang melekat pada manusia dan persyaratan yang melekat pada Allah swt. Persyaratan yang melekat pada manusia – berdasarkan beberapa dalil di dalam Al-Qur’an dan hadis – antara lain adalah ikhlas, mengikuti petunjuk Rasulullah saw, mempercayai atau meyakini bahwa Allah swt akan mengabulkan, dan doa itu dipanjatkan dengan hati yang khusyu’ serta penuh harap kepada Allah swt.

Rendah Hati dan Suara Yang Lembut Adalah Bagian Dari Etika Berdoa

Salah satu ayat Al-Qur’an yang berbicara mengenai etika berdoa kepada Allah swt adalah surat al-A’raf [7] ayat 55 yang berbunyi:

اُدْعُوْا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَّخُفْيَةً ۗاِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِيْنَۚ ٥٥

Berdoalah kepada Tuhanmu dengan rendah hati dan suara yang lembut. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-A‘raf [7] ayat 55).

Menurut Quraish Shihab, ayat ini merupakan kelanjutan ayat sebelumnya yang berbicara mengenai keesaan Allah swt dan kemutlakan kehendak-Nya, serta pengaturan-Nya atas segala sesuatu dan bahwa Dia Maha Kuasa lagi Bijaksana. Karena itu, manusia harus beribadah dan berdoa kepada-Nya guna mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat yang berada di bawah kendali Allah swt.

Pada surat al-A’raf [7] ayat 55, Allah seakan-akan berfirman, “Berdoalah kepada Tuhan yang selalu membimbing dan berbuat baik kepada kamu, serta beribadahlah secara tulus sambil mengakui keesaan-Nya dengan berendah hati menampakkan kebutuhan yang sangat mendesak, serta dengan merahasiakan, yakni melembutkan suara kamu seperti halnya orang yang merahasiakan sesuatu. Siapa yang enggan berdoa, maka dia telah melampaui batas. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.

Menurut as-Sa’adi, doa yang dimaksud di sini adalah doa meminta sesuatu ataupun doa dalam makna beribadah. Perintah berdoa dengan sikap tadarru’an yakni rendah hati bermakna agar manusia memiliki etika berdoa. Selanjutnya, perintah berdoa dengan sikap khufyah atau dengan lemah lembut, tidak terlalu keras atau terang-terangan memiliki tujuan agar seorang mukmin terhindar dari sikap ria dan agar ia ikhlas berdoa – murni – karena Allah swt.

Ia juga menegaskan agar seseorang tidak berlebihan dalam berdoa, karena sesungguhnya Allah swt tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Maksudnya, Allah swt tidak menyukai orang-orang yang melampaui ketentuan-Nya dalam segala perkara, termasuk berdoa. Di antara contoh orang yang tidak memiliki etika berdoa adalah orang yang meminta sesuatu yang tidak pantas untuknya atau berlebih-lebihan mengangkat suara ketika berdoa.

Secara umum, surat al-A’raf [7] ayat 55 – menurut Quraish Shihab – mencakup syarat dan etika berdoa kepada Allah swt, yaitu khusu’ dan ikhlas memohon kepada Yang Maha Esa dengan suara yang tidak keras sehingga memekakkan telinga, serta tidak pula bertele-tele sehingga seperti dibuat-buat. Tindakan seperti ini – menurut Sayid Thantawi – merupakan salah satu bentuk melampaui batas (Tafsir Al-Misbah [5]: 122).

Kata yuhibbu atau menyukai pada ayat di atas, “sesungguhnya Allah swt tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas,” tidak bisa dimaknai dalam pengertian manusawi, karena cinta atau suka bagi manusia adalah kecenderungan hati kepada sesuatu. Sedangkan yang dimaksud di sini adalah dampak dari cinta atau suka itu. Jadi, makna yang sesungguhnya adalah Allah swt tidak mencurahkan rahmat dan kebajikan-Nya kepada siapapun yang tidak Dia cintai.

Baca Juga: Kisah Nabi Musa dan Doa-Doa yang Dipanjatkannya dalam Surat al-Qashash

Berkenaan dengan etika berdoa ini, Allah swt juga memerintahkannya di ayat lain, yakni surat al-An’am [6] ayat 63 yang bermkna

Katakanlah (Muhammad), “Siapakah yang dapat menyelamatkan kamu dari bencana di darat dan di laut, ketika kamu berdoa kepada-Nya dengan rendah hati dan dengan suara yang lembut?” (Dengan mengatakan), “Sekiranya Dia menyelamatkan kami dari (bencana) ini, tentulah kami menjadi orang-orang yang bersyukur.” (QS. Al-An’am [6] ayat 63).

Menurut Imam al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin, etika berdoa ada sepuluh, yakni: mencari waktu mustajab, memanfaatkan kondisi mustajab seperti waktu sujud, menghadap kiblat, mengatur volume suara, jangan bertele-tele seperti sajak, berdoa dengan penuh ketundukan dan kekhusyukan, memantapkan hati akan terkabulnya doa, terus-menerus berdoa, memuat lafaz dzikir dan shalawat terhadap nabi Muhammad saw, serta bertaubat atas segala perbuatan dosa.

Berdasarkan penjelasan di atas, seorang muslim seyogyanya berdoa kepada Allah swt guna kebaikan dunia dan akhirat. Dalam prosesi tersebut, ia sebaiknya memenuhi syarat dan etika berdoa seperti sepenuhnya tunduk kepada Allah swt dan mengatur volume suaranya. Dengan itu, diharapkan doa-doanya akan segera kabul. Sekalipun tidak sama, yakinlah bahwasanya Allah swt akan mengganti dengan hal yang jauh lebih baik, di dunia ataupun di akhirat kelak. Wallahu a’lam.

Muhammad Rafi
Muhammad Rafi
Penyuluh Agama Islam Kemenag kotabaru, bisa disapa di ig @rafim_13
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

tafsir surah al-An'am ayat 116 dan standar kebenaran

Tafsir Surah Al-An’am Ayat 116 dan Standar Kebenaran

0
Mayoritas sering kali dianggap sebagai standar kebenaran dalam banyak aspek kehidupan. Namun, dalam konteks keagamaan, hal ini tidak selalu berlaku. Surah al-An'am ayat 116...