BerandaTafsir TematikSurat Al-Baqarah Ayat 264: Jangan Merusak Pahala Sedekah

Surat Al-Baqarah [2] Ayat 264: Jangan Merusak Pahala Sedekah

Sedekah merupakan salah satu pokok ajaran Islam. Secara singkat, ia dapat dimaknai sebagai mengamalkan atau menginfakkan harta di jalan Allah (untuk ibadah dan kemanusiaan), baik berupa harta yang bersifat materi ataupun non-materi. Pelaku sedekah akan mendapatkan ganjaran setimpal. Oleh karena itu, sebaiknya ia jangan merusak pahala sedekah.

Bagi umat Islam, sedekah merupakan bukti bahwa ajaran Islam tidak hanya menekankan kepada pentingnya keimanan kepada Allah Swt, tetapi juga menegaskan tentang pentingnya manifestasi keimanan tersebut dalam kehidupan sosial-kemasyarakatan. Dua aspek ini (keimanan dan amal saleh) tidak bisa dipisahkan, karena tanpa kehadiran salah satu dari keduanya, keislaman seseorang belum bisa dikatakan sempurna.

Baca Juga: Jangan Ragu Untuk Bersedekah! Inilah 4 keutamaan Sedekah Menurut Al-Quran

Dalam konteks bermasyarakat, keutamaan sedekah adalah dapat menjadi sarana penyambung tali kasih antara setiap entitas masyarakat, baik yang kaya maupun yang miskin. Melalui keterhubungan ini, akan tercipta sikap tenggang rasa, simpati dan empati diantara mereka. Karenanya, jangan merusak pahala sedekah dan berbagai manfaatnya dengan menyebut-nyebut berbagai pemberian yang telah dilakukan.

Surah Al-Baqarah [2] Ayat 264: Jangan Merusak Pahala Sedekah

Dalam Al-Qur’an Allah swt memerintahkan umat Islam agar jangan merusak pahala sedekah dengan menyakiti orang yang diberi atau berbuat riya. Perintah ini termaktub pada surah al-Baqarah [2] ayat 264 yang berbunyi:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُبْطِلُوْا صَدَقٰتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْاَذٰىۙ كَالَّذِيْ يُنْفِقُ مَالَهٗ رِئَاۤءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ فَمَثَلُهٗ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَاَصَابَهٗ وَابِلٌ فَتَرَكَهٗ صَلْدًا ۗ لَا يَقْدِرُوْنَ عَلٰى شَيْءٍ مِّمَّا كَسَبُوْا ۗ وَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْكٰفِرِيْنَ ٢٦٤

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu merusak sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang yang menginfakkan hartanya karena ria (pamer) kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari akhir. Perumpamaannya (orang itu) seperti batu yang licin yang di atasnya ada debu, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, maka tinggallah batu itu licin lagi. Mereka tidak memperoleh sesuatu apa pun dari apa yang mereka kerjakan. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir. (QS. Al-Baqarah [2]: 264).

Secara singkat surah al-Baqarah [2] ayat 264 berbicara mengenai perintah agar jangan merusak pahala sedekah dengan menyebut-nyebutnya sehingga membuat perasaan si penerima menjadi sakit hati. Orang yang melakukan hal demikian posisinya sama dengan orang yang riya dan tidak beriman kepada Allah swt. Ia tidak akan mendapatkan sesuatu apapun dari perbuatan sedekahnya.

Menurut Quraish Shihab, pada ayat ini Allah menggunakan panggilan mesra, yakni Wahai orang-orang yang beriman.” Panggilan mesra itu kemudian disusul perintah larangan jangan membatalkan, yakni ganjaran sedekah kamu. Perintah Allah swt dalam bentuk narasi ini menandakan bahwa Dia dengan penuh cinta memerintahkan hambanya agar tulus dalam bersedekah.

Kata ganjaran atau pahala memang tidak disebutkan pada ayat di atas. Ini menunjukkan bahwa sebenarnya bukan hanya ganjaran atau hasil sedekah yang hilang, tetapi juga sedekah itu sendiri, keduanya hilang tak berbekas. Padahal sebelumnya Allah swt bermaksud untuk memberikan ganjaran berlipat-lipat atas perbuatan baik itu, yakni bersedekah kepada sesama (Tafsir Al-Misbah [1]: 571).

Seakan-akan Allah swt berfirman, “Wahai orang-orang beriman yang telah bersedekah, jangan merusak pahala sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan mengganggu perasaan si penerima. Jika kamu melakukan itu – seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya ingin mendapat pujian, dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian – maka jangan keberatan apabila pahala dan sedekah itu hilang tak tersisa.”

Allah swt juga mengumpamakan orang yang bersedekah namun menyebut-nyebut sedekahnya – sehingga membuat perasaan si penerima menjadi tidak nyaman atau sakit hati – laksana batu (shafwan) yang licin yang di atasnya ada debu, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, maka tinggallah batu itu licin lagi Mereka tidak memperoleh sesuatu apa pun dari apa yang mereka kerjakan. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir.

Kata shafwan pada ayat ini seakar dengan kata shafa yang berarti suci, bersih dari noda dan kotoran. Kata ini juga bisa diterjemahkan dengan makna sangat bersih dan licin, karena shafwan dibubuhi oleh huruf alif dan nun pada akhir katanya yang mengandung makna sangat. Dengan demikian, batu yang dimaksud pada surah al-Baqarah [2] ayat 264 adalah batu yang sangat bersih dan permukaannya sangat licin laksana marmer.

Baca Juga: Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 261: Keutamaan Sedekah

Barang siapa yang bersedekah – baik materi maupun non-materi – dibarengi dengan perbuatan yang dapat menyinggung atau menyakiti hati si penerima, maka ia tidak akan mendapatkan ganjaran dari sedekahnya tersebut. Bahkan sedekahnya bisa dikatakan tidak ada atau hilang layaknya debu di atas batu marmer licin yang disiram dengan air yang deras dan tidak ada yang tersisa kecuali penyesalan (Tafsir Al-Misbah [1]: 573).

Berdasarkan ayat di atas, kita dapat memahami bahwa Allah swt telah memerintahkan agar kita jangan merusak pahala sedekah dengan tindakan yang dapat mencederai sedekah tersebut, terutama tindakan yang dapat menyakiti si penerima. Di sisi lain, ayat ini berarti memerintahkan kita untuk ikhlas dalam bersedekah dan menjaga perasaan orang yang diberi sedekah. Wallahu a’lam.

Muhammad Rafi
Muhammad Rafi
Penyuluh Agama Islam Kemenag kotabaru, bisa disapa di ig @rafim_13
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU