Dalam ajaran Islam, kita diperintahkan untuk berbuat baik kepada seluruh makhluk Allah swt, termasuk di dalamnya sesama manusia baik yang muslim maupun non-muslim, tanpa perbedaan dan diskriminasi. Tidak ada larangan bagi umat Islam untuk berbuat baik kepada non-muslim selama mereka tidak mengajak kepada penyimpangan dan kemaksiatan atau hal-hal yang dapat merusak akidah.
Dalam konteks bermasyarakat, Al-Qur’an bahkan memerintahkan umat Islam agar senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi di antara umat beragama guna menciptakan lingkungan yang aman, tentram, damai, dan bebas dari tindakan diskriminasi. Sebab dengan itu, masing-masing pemeluk agama akan mampu menjalankan ajaran-ajaran agamanya secara sempurna.
Adanya perbedaan agama, pendapat, visi, dan misi hidup bukan berarti harus ada pertikaian dan pertentangan. Perbedaan adalah sebuah keniscayaan yang tak mungkin dihindari, karena itulah ia mesti dihadapi dengan bijaksana. Keragaman manusia merupakan sunatullah yang telah ditetapkan dan kita (manusia) hanya bertugas untuk menjaga persatuan-kesatuan agar keragaman itu tidak menjadi polemik berkepanjangan.
Baca Juga: Dia yang Berlaku Baik Kepadamu, Lebih Baiklah Kepadanya! Pesan Surat An-Nisa Ayat 86
Umat Islam sebagai agen ajaran Islam seyogyanya menampilkan nilai-nilai kedamaian, toleran dan kebaikan. Misalnya, berbuat baik kepada non-muslim sebagai sesama manusia selama itu tidak membuat mereka melenceng dari nilai-nilai substansial ajaran Islam. Selain itu, perilaku dan perbuatan baik juga merupakan bagian dakwah bil hal yang dapat memupuk simpati orang lain terhadap Islam.
Tafsir Surat Al-Mumtahanah [60] Ayat 8-9: Kebolehan Berbuat Baik Kepada Non-Muslim
Salah satu ayat Al-Qur’an yang mengindikasikan kebolehan umat Islam untuk berbuat baik kepada non-muslim adalah surat al-Mumtahanah [60] ayat 8-9 yang berbunyi:
لَا يَنْهٰىكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيْنَ لَمْ يُقَاتِلُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ وَلَمْ يُخْرِجُوْكُمْ مِّنْ دِيَارِكُمْ اَنْ تَبَرُّوْهُمْ وَتُقْسِطُوْٓا اِلَيْهِمْۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ ٨ اِنَّمَا يَنْهٰىكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيْنَ قَاتَلُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ وَاَخْرَجُوْكُمْ مِّنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوْا عَلٰٓى اِخْرَاجِكُمْ اَنْ تَوَلَّوْهُمْۚ وَمَنْ يَّتَوَلَّهُمْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ ٩
“Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan mereka sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu dalam urusan agama dan mengusir kamu dari kampung halamanmu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. al-Mumtahanah [60] ayat 8-9)
Menurut Ibnu Katsir, ayat ini merupakan informasi kebolehan untuk berbuat baik kepada pemeluk agama lain, bahwa Allah swt tidak melarang umat Islam berbuat baik kepada non-muslim yang tidak memerangi mereka, seperti berbuat baik kepada wanita dan orang yang lemah di antara mereka. Hendaklah manusia berbuat baik dan adil, karena Allah menyukai orang yang berbuat adil (Tafsir Al-Quran Al-Azhim [7]: 247).
Menurut Quraish Shihab, boleh jadi perintah sebelumnya agar memusuhi kaum kafir yang memerangi umat Islam memberi kesan bahwa semua non-muslim harus dimusuhi tanpa terkecuali. Untuk menampik kesimpulan keliru ini (melalui kata lafaz la yanhakumullah), surat al-Mumtahanah [60] ayat 8-9 datang dengan membawa prinsip dasar hubungan interaksi antara kaum Muslimin dan non-muslim.
Pada ayat ini Allah swt seakan-akan berfirman, “Allah yang memerintahkan kamu bersikap tegas terhadap orang kafir, namun Dia tidak melarang kamu menjalin hubungan dan berbuat baik terhadap orang-orang yang tidak memerangi kamu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negeri kamu. Allah tidak melarang kamu berbuat baik dalam bentuk apapun bagi mereka dan tidak juga melarang kamu berlaku adil kepada mereka.”
“Kalau demikian, jika dalam interaksi sosial mereka (non-muslim) berada di pihak yang benar, sedang salah seorang dari kamu (umat Islam) berada di pihak yang salah, maka kamu harus membela dan memenangkan mereka (non-muslim) sebagai bentuk penegakan keadilan di muka bumi sebagaimana yang telah Allah perintahkan. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (Tafsir Al-Misbah [14]: 168).
“Allah hanya melarang kamu menyangkut orang-orang yang memerangi kamu dalam agama dan mengusir kamu dari negeri kamu dan membantu orang lain dalam pengusiran kamu. Dia juga melarang kamu untuk menjadikan mereka teman-teman akrab, tempat menyimpan rahasia dan penolong-penolong yang kamu andalkan. Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan dan tidak mematuhi perintah Allah ini, mereka itulah orang-orang yang zalim.”
Ayat ini sebenarnya ingin menjelaskan secara rinci bahwa umat Islam tidak dilarang berbuat baik kepada non-muslim yang tidak memerangi mereka atau non-muslim yang ingin hidup dengan damai seperti di Indonesia. Quraish Shihab menegaskan perang yang dimaksud ayat ini adalah perang dalam agama, bukan perang yang disebabkan oleh kepentingan duniawi seperti perebutan sumber daya dan sebagainya.
Baca Juga: Ingin Dikenang Baik di Dunia dan Akhirat? Amalkan Doa Nabi Ibrahim Ini!
Kata tabarruhum pada surat al-Mumtahanah [60] ayat 8-9 terambil dari kata birr yang bermakna kebajikan yang luas. Penggunaan kata tersebut mencerminkan kebolehan melakukan aneka kebaikan bagi non-muslim selama tidak membawa dampak negatif bagi umat Islam. Dengan demikian, tidak ada batasan berinteraksi dan berbuat baik kepada non-muslim selain persoalan akidah dan aspek kepentingan umat Islam (Tafsir Al-Misbah [14]: 168).
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa surat al-Mumtahanah [60] ayat 8-9 menginformasikan kepada umat Islam – terutama mereka yang memilik perspektif negatif terhadap semua pemeluk agama lain – bahwa mereka tidak dilarang untuk berbuat baik kepada non-muslim dalam selama itu tidak merusak akidah dan dapat membahayakan umat Islam. Non-muslim juga berhak diperlakukan secara adil sebagaimana umat Islam. Wallahu a’lam.