BerandaTafsir TematikSurat Ali Imran Ayat 186: Keniscayaan Ujian Hidup

Surat Ali Imran Ayat 186: Keniscayaan Ujian Hidup

Rasulullah saw sebagai manusia agung tidak terlepas dari problem dalam menjalani kehidupannya. Bahkan sejak dalam kandungan Muhammad saw telah menjadi yatim dan bertubi-tubi ujian menimpa beliau semasa hidupnya. Bila Nabi saw saja diuji sedemikian rupa, maka sudah sewajarnya kita sebagai umatnya juga diuji dalam menjalani kehidupan. Ujian hidup adalah sebuah keniscayaan. Allah Swt berfirman dalam Surat Ali Imran Ayat 186:

لَتُبْلَوُنَّ فِي أَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا أَذًى كَثِيرًا وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ

“Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan.”

Menurut al-Thabari dalam tafsirnya, ayat di atas berkaitan dengan seorang penyair terkemuka bernama Ka’ab al-Asyraf. Ia adalah pemuka Yahudi yang membuat syair untuk menjelek-jelekkan Nabi Muhammad saw. Kemudian turunlah ayat di atas yang mengisyaratkan bahwa orang-orang yang memusuhi Nabi saw dalam perjuangan dakwahnya.

Baca Juga: Kisah Nabi Ibrahim As dalam Q.S al-An’am Ayat 75-79 dan Ajaran Tauhid

Selain ujian dari Ka’ab al-Asyraf, Al-Zamakhsyari dalam al-Kasysyaf menyebutkan beberapa lagi yang menjadi ujian bagi Nabi Muhammad saw. Yahudi Madinah yang berasal dari Bani Quraizhah, Bani Nadhir, Fanhash dan orang-orang Musyrik Mekah.

Ayat di atas dalam pandangan al-Qusyairi adalah isyarat yang cukup bagi seorang mukmin dengan keniscayaan datangnya banyak ujian hidup. Meski demikian, masih menurut al-Qusyairi, seorang mukmin memiliki dua bekal untuk menghadapinya: sabar dan sikap tenang. Dua sikap ini terbentuk dari keyakinan orang mukmin berjalan dalam takdir yang telah digariskan Allah Swt. Dalam Surat al-Furqan ayat 75 -76 Allah Swt berfirman:

أُولَئِكَ يُجْزَوْنَ الْغُرْفَةَ بِمَا صَبَرُوا وَيُلَقَّوْنَ فِيهَا تَحِيَّةً وَسَلَامًا (75) خَالِدِينَ فِيهَا حَسُنَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا (76)

“Mereka itulah orang yang dibalas dengan martabat yang tinggi (dalam surga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya. Mereka kekal di dalamnya. Surga itu sebaik-baik tempat menetap dan tempat kediaman.”

Secara garis besar, Surah Ali Imran Ayat 186 tersebut juga mengandung pesan tentang kemuliaan orang-orang yang sabar. Ujian yang menimpa pada seseorang baik dalam bentuk fisik maupun harta, bila disikapi dengan penuh sabar maka balasannya adalah kedudukan terbaik di sisi Allah Swt.

Dengan berbagai ujian hidup yang menimpa, Rasul saw memberikan teladan kesabaran dalam menghadapinya. Teladan tersebut seyogyanya diikuti oleh kita selaku umatnya. Apa pun yang menimpa, baik ujian hidup maupun kenikmatan, merupakan keberuntungan bagi seorang mukmin. Hal ini senada dengan sebuah hadis:

عن صهيب, قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: عجبا لأمر المؤمن, إن أمره كله خير, وليس ذلك لأخذ إلا للمؤمن, إن أصابته سراء شكر, فكان خيرا له, وإن أصابته ضراء, صبر فكان خيرا له (رواه مسلم)

Dari Shuhaib berkata: Rasulullah saw bersabda: “Perkara orang mukmin mengagumkan, sesungguhnya semua perihalnya baik dan itu tidak dimiliki seseorang pun selain orang mukmin, bila tertimpa kesenangan, ia bersyukur dan syukur itu baik baginya dan bila tertimpa musibah, ia bersabar dan sabar itu baik baginya (HR. Muslim)

Baca Juga: Mengenal Teks Manuskrip Kaifiat Qulhu dari Dayah Tanoh Abee

Segala bentuk ujian dapat bernilai kebaikan bagi orang mukmin. Selain sabar ketika mendapatkan ujian, orang mukmin juga dituntut untuk bersyukur ketika mendapatkan nikmat. Bersyukur dapat diekspresikan dengan dua bentuk. Pertama, dalam bentuk pujian (hamdalah) lewat lisan karena adanya kebaikan yang didapat. Pujian ini muncul dari perasaan rela sekecil apa pun kebaikan yang didapat. Kedua dalam bentuk perasaan puas dalam hati dengan apa pun nikmat yang diterima. Rasa syukur baik dalam hati maupun lewat lisan adalah dua bentuk yang dapat dipraktekkan secara bersamaan.

Demikianlah penjelasan tentang ujian hidup dan sikap yang perlu diambil oleh orang mukmin. Semoga bermanfaat. Wallahu A’lam.

Wildan Imaduddin Muhammad
Wildan Imaduddin Muhammad
Dosen Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU