Abu Bakar merupakan salah satu sahabat kinasih Nabi Muhammad yang berperan aktif dalam perkembangan awal Islam. Tentu, kedudukannya sebagai sahabat turut mewarnai lika-liku sejarah baik sebelum dan sesudah wafatnya Nabi Muhammad. Terkadang, keputusan-keputusan penting pun ia lalui dengan proses penafsiran ayat dan menggali makna yang berdampak pada status hukum atau bahkan hikmah. Inilah yang bisa kita sebut sebagai produk dari tafsir Abu Bakar.
Selama ini, pemahaman kita akan tafsir hanyalah sebatas produk penafsiran ayat Al-Qur’an yang berbentuk kitab. Padahal zaman awal-awal Islam, proses penafsiran itu jarang tertulis dan lebih mengedepankan praktik. Maka jangan heran jika periwayatan hadis dari para Khulafaur Rasyidin pun sedikit yang terdokumentasi. Apalagi konteksnya penafsiran ayat, tentu penafsiran ayat Al-Qur’an oleh Abu Bakar dan sahabat lain itu telah melebur pada kebijakan yang berlaku saat itu.
Baca juga: Tafsir Surat Yasin ayat 1: Pengantar Tafsir dan Keutamaan Membacanya
Salah satu contoh tafsir Abu Bakar adalah saat wafatnya Nabi Muhammad. Masih ingatkah kita, kisah sahabat Umar bin Khattab yang tercengang saat mendengar kabar itu. Saking tak percayanya, Umar bin Khattab hendak memenggal leher orang yang mengabarkan berita itu. “Jaga mulutmu, sekali lagi kamu berkata demikian, aku potong lehermu!” ucap Umar. Hingga akhirnya Abu Bakar menemuinya dan membacakan Surat Ali Imran ayat 144,
وَمَا مُحَمَّدٌ اِلَّا رَسُوْلٌۚ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ ۗ اَفَا۟ىِٕنْ مَّاتَ اَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلٰٓى اَعْقَابِكُمْ ۗ وَمَنْ يَّنْقَلِبْ عَلٰى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَّضُرَّ اللّٰهَ شَيْـًٔا ۗوَسَيَجْزِى اللّٰهُ الشّٰكِرِيْنَ
“Dan Muhammad hanyalah seorang Rasul; sebelumnya telah berlalu beberapa rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa berbalik ke belakang, maka ia tidak akan merugikan Allah sedikit pun. Allah akan memberi balasan kepada orang yang bersyukur”
Abu Bakar saat itu merelavansikan ayat tersebut, bahwa Nabi hanyalah seorang rasul layaknya rasul-rasul sebelumnya. Nabi pasti meninggal dan kabar itu bukanlah mengada-ngada. Sontak Umar bin Khattab jatuh tersungkur dan meresapi ayat tersebut. Akhirnya Umar bin Khattab percaya bahwa Nabi Muhammad SAW benar-benar wafat.
Baca juga: Surat An-Nashr dan Isyarat Wafatnya Nabi Muhammad Saw.
Setelah itu, Abu Bakar juga berperan penting pada saat terpilih sebagai khalifah yang menggantikan kepemimpinan Nabi Muhammad SAW. Seperti yang mafhum diketahui, Nabi Muhammad wafat tanpa meninggalakan wasiat kepemimpinan umat Islam. Sehingga para sahabat pun merasa saling memiliki hak untuk meneruskan tongkat kepemimpinan. Kelompok Ansor berpendapat, mereka adalah penduduk pribumi dan berjasa menolong kaum muslim saat datang di Madinah, sehingga mereka berhak menjadi pemimpin. Sementara kelompok Muhajirin berpendapat bahwa mereka adalah orang yang pertama kali memeluk Islam dan menemani perjuangn Nabi Muhammad sedari awal, pun merasa paling layak.
Di tengah perdebatan yang sengit itu, Abu Bakar pun membacakan Surat At-Taubah ayat 110 yang awalnya berbunyi,
وَالسّٰبِقُوْنَ الْاَوَّلُوْنَ مِنَ الْمُهٰجِرِيْنَ وَالْاَنْصَارِ وَالَّذِيْنَ اتَّبَعُوْهُمْ بِاِحْسَانٍۙ رَّضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُ وَاَعَدَّ لَهُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ تَحْتَهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَآ اَبَدًا ۗذٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ
“Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung.”
Ayat ini dibacakan oleh Abu Bakar untuk menenangkan perdebatan itu, benar-benar ampuh, para sahabat pun terdiam. Meskipun ada beberapa yang masih ngotot, akhirnya Umar bin Khattab mendekati Abu Bakar, segera memegang tangannya dan membaiatnya. Kemudian aksi ini disusul oleh Abu Ubaidah dan sahabat yang lainnya. Ansor dan Muhajirin pun kembali bersatu.
Tentu, contoh-contoh ini hanyalah puzzle kecil dari tafsir Abu Bakar yang memang bersifat praktik. Sejarah yang mencatatnya pun mayoritas mencatat penafsiran ayat yang berkaitan dengan kejadian penting seperti itu.
Baca juga: Mengenal Mushaf Pra-Utsmani (4): Mushaf Ibnu Abbas
Dalam hal tafsir sahabat seperti ini, Abdur Rahman melalui bukunya Tafsir Sahabat; Fakta Sejarah Penafsiran Al-Qur’an ala Sahabat Nabi mencoba merangkum puzzle-puzzle itu. Tak hanya Abu Bakar, sahabat lain seperti Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Ibn Abbas, Ibn Mas’ud, Abu Musa Al-Asyari, Ubai bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, dan Sayyidah Aisyah pun diulas dalam buku ini.
Melalui rangkuman seperti ini, pendapat serta kebijakan sahabat yang berlandaskan ayat suci Al-Qur’an juga patut untuk dipahami sebagai produk sebuah tafsir. Meskipun tafsir Abu Bakar dan sahabat lainnya tidak berupa kitab, namun sejarah mencatat bahwa kebijakan mereka atas pemahaman Al-Qur’an benar-benar berpengaruh pada peradaban Islam. Wallahu a’lam[]