BerandaTafsir TematikTafsir AhkamTafsir Ahkam : Apakah Boleh Mempelajari dan Mengajarkan Ilmu Sihir?

Tafsir Ahkam : Apakah Boleh Mempelajari dan Mengajarkan Ilmu Sihir?

Berbicara tentang sihir, mungkin beberapa orang pernah berfikir. Apakah ilmu sihir itu benar-benar ada? Atau hanya sebatas cerita fiksi layaknya film-film di televisi?

Pada umumnya, sihir memiliki stigma yang negatif di kalangan masyarakat. Ilmu sihir dipandang sebagai media kejahatan, manipulasi, ataupun sebagainya. Selanjutnya, ditinjau  mengenai hukum mempelajari ilmu sihir, ada beberapa ulama berpendapat mengenai hukum mempelajari ilmu sihir.

Sebelum mengetahui bagaimana hukumnya mempelajari ilmu sihir, maka perlu saya ulas terlebih dahulu, apa itu sihir?

Menurut Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah, sihir adalah mantra-mantra yang dibacakan oleh tukang sihir untuk memudharatkan atau membahayakan orang lain. Beberapa dampak yang timbul dari sihir diantaranya yaitu, sakit-sakitan, gila, stres, ada yang mulanya sangat benci kemudian cinta, ada yang mulanya cinta kemudian menjadi sangat benci, sampai-sampai ada juga yang mati terbunuh tanpa sebab.” (Riyadhusshalihin, 6:573)

Baca juga; Tafsir Surah Al-Anbiya 90: Etika Berdoa dan Bacaan Doa Akhir dan Awal Tahun Beserta Terjemahannya

Ragam Pendapat Tentang Keberadaan Sihir.

Mayoritas ulama, dari Ahlu Sunnah wal Jama’ah, berpandangan bahwa sihir itu memang ada, dan memiliki realitas dan efek. (Tafsir Ibn Katsir Asy-Syamilah)

Berikut beberapa landasan Ahlu Sunnah wal Jamaah dalam pandangannya :

فَيَتَعَلَّمُوْنَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُوْنَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ

“Maka mereka mempelajari dari keduanya (malaikat itu) apa yang (dapat) memisahkan antara seorang (suami) dengan istrinya.” (Al-Baqarah [1]:102)

Pada ayat ini, telah membuktikan bahwa sihir itu nyata adanya. Karena dengan sihir itu mereka dapat memisahkan antara suami dan istri, sehingga dapat menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara pasangan.

وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِى الْعُقَدِ

“Dan aku berlindung pula dari kejahatan perempuan-perempuan penyihir yang meniup pada buhul-buhul dengan rapalan-rapalan yang dilafadzkannya.” (Al-Falaq [113]:4)

Pada ayat ini, telah menunjukkan bahwa efek sihir sangat besar. Sampai kita diperintahkan  oleh Allah untuk berlindung kepada-Nya dari kejahatan tukang sihir yang membuat simpul.

اَنْ يَهُوْدِيًا سِحْرُ النَّبِيّ مُحَمَّد فَاشْتَكٰى لِذٰلِكَ اَيَّامًا، فَأَتَاهُ جِبْرِيْل فَقَالَ : إِنَّ رَجُلًا مِنَ الْيَهُوْدِ سحرك، عَقْدٌ لَّكَ عَقْدًا فِي بِىْٔرٌ كَذَا وَكَذَا، فَأرْسَلَ النَّبِيّ مُحَمَّد صلى الله عليه وسلم فَاسْتَخْرَجَهَا فَحَلَّهَا، فَقَامَ كَأَنَّمَا نَشَطَ مِنْ عَقَالٍ (رواه النسائي)

“Seorang Yahudi menyihir Nabi Muhammad, dan dia mengeluh tentang hal itu selama berhari-hari, maka Jibril datang kepadanya dan berkata: Seorang pria Yahudi menyihirmu, dia membuat kontrak untukmu dalam sumur ini-dan -sumur seperti itu. Sehingga Nabi Muhammad saw, mengirim, mengeluarkannya dan melepaskannya, jadi dia bangun seolah-olah dia telah diberi energi dari ikat kepala.” (HR. An-Nasa’i) (Fathul Bari).

Namun, berbeda lagi dengan pandangan Kaum Mu’tazilah. Mereka beranggapan bahwa sihir tidak memiliki realitas dalam kenyataan, melainkan itu adalah penipuan, kamuflase,  menyesatkan, dan itu adalah salah satu pintu sihir.  Kaum Mu’tazilah menunjukkan bahwa sihir tidak memiliki realitas dengan beberapa dasar dalil landasan sebagai berikut :

سَحَرُوْٓا اَعْيُنَ النَّاسِ وَاسْتَرْهَبُوْهُمْ وَجَآءُوْ بِسِحْرٍ عَظِيْمٍ

“Mereka menyihir mata orang banyak dan menjadikan orang banyak itu takut, karena mereka memperlihatkan sihir yang hebat (menakjubkan)” (Al-A’raf [7]:116)

Menurut pandangan Kaum Mu’tazilah, surah Al-A’raf ayat 116  ini menunjukkan bahwa sihir hanya untuk mata.

فَاِذَا حِبَالُهُمْ وَعِصِيُّهُمْ يُخَيَّلُ اِلَيْهِ مِنْ سِحْرِهِمْ اَنَّهَا تَسْعٰى

“Maka tiba-tiba tali dan tongkat-tongkat mereka terbayang olehnya (Musa) seakan-akan ia merayap cepat, karena sihir mereka.” (Thaha [20]:66)

Menurut pandangan kaum mu’tazilah, surah Thaha ayat 66 ini menegaskan bahwa sihir adalah fiksi, bukan kenyataan.

وَلَا يُفْلِحُ السّٰحِرُ حَيْثُ اَتٰى

“Dan tidak akan menang pesihir itu, dari mana pun ia datang.” (Thaha [20]:69)

Kemudian, mereka juga beranggapan, jika sihir berjalan di atas air, atau terbang di udara, atau mengubah debu menjadi emas di atas kebenaran, kepercayaan pada keajaiban para nabi akan batal, dan kebenaran akan dikacaukan dengan kebatilan, maka dia tidak akan lagi mengetahui (Nabi) dari (penyihir) karena tidak ada perbedaan antara mukjizat para nabi dan tindakan para penyihir.

 Baca juga: Belajar Investasi dari Nabi Yusuf, Tafsir Surah Yusuf Ayat 47-49

Pendapat Ulama Tentang Mempelajari Ilmu Sihir

Beberapa ulama telah berpendapat,  mempelajari sihir diperbolehkan saja, asalkan dengan bukti bahwa para malaikat telah mengajarkan sihir kepada orang-orang, sebagaimana Al-Qur’an memberi tahu kepada mereka. Pendapat ini dikutip oleh Fakhrurrazi dari kalangan ulama Sunni. (Tafsir Ayatul Ahkam 2)

Kemudian Jumhur Ulama juga mengharamkan untuk mempelajari sihir ataupun mengajarkan sihir, sebab di dalam Al-Qur’an telah menyebutkan, bahwa sihir termasuk dalam konteks fitnah yang menunjukkan bahwa itu adalah sebuah penistaan, lantas bagaimana bisa hal tersebut diperbolehkan?

Rasulullah juga berpendapat, mempelajari ataupun mengajarkan ilmu sihir merupakan bagian dari sejumlah dosa besar, seperti dalam hadits shahih, yaitu :

اِجْتَنِبُوا السَّبْعِ المُوبِقَاتِ، قَالُوا وَمَا هُنَّ يَا رَسُولُ الله؟ قَالَ الشِّرْكُ بالله، والسحر، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِحرمَرَمَ اللهُ إِلَّا بِالْحَقّ، وَاَكْلُ الرِّبَا، وَاَكْلُ مَال الْيَتِيْمِ، وَالتَوْلِي يَومُ الزَّحْفِ، وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلَاتِ الْمؤْمِنَاتِ

“Hindarilah tujuh dosa.” Mereka berkata, “Dan apakah itu, ya Rasulullah? ” Dia mengatakan kemusyrikan, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan hak, memakan riba, memakan harta anak yatim, berpaling pada hari rayap, memfitnah wanita yang suci, wanita yang beriman”

Dikatakan oleh Al-Alusi, bahwa mempelajari ilmu sihir diperbolehkan. Adapun Imam Al-Razi juga mengatakan demikian :

اِتَّفَقُوْا الْمُحَقِّقُونَ عَلَى أنَّ الْعِلْمُ بِالسِّحْرِ لَيْسَ قَبِيْح وَلَا مَحْظُور يَعْنِى إِنَّمَا الْمَحْظُوْر الْعَمَل بِهِ

“Beberapa ulama sepakat bahwa mempelajari ilmu sihir tidak jelek dan tidak dilarang. Akan tetapi yang terlarang ialah jika menggunakan ilmu sihir.”  (Kitab Hushunul Hamidiyah)

هَلْ يَسْتَوِيَ الَّذِيْنَ يَعْلَمُوْنَ وَالَّذِيْنَ لَا يَعْلَمُوْنَ

“Apakah sama orang-orang yang mengetahui dan orang-orang yang tidak mengetahui?” (QS. Az-Zumar [39] : 9)

Jika seorang pun tidak tahu menahu tentang sihir, mungkin beberapa orang tidak akan bisa membedakan antara mana yang sihir dan mana yang mu’jizat. Lantas bagaimana bisa ilmu sihir itu dilarang dan buruk untuk dipelajari?

Baca juga: Makna dan Keutamaan Surah Al-Ashr dalam Kehidupan Sehari-Hari

Adapun menurut Abu Hayyan, apa pun yang dilakukan dengan mengagungkan selain Allah dari bintang dan setan, dan menambahkan apa yang telah ditentukan oleh Allah padanya maka itu merupakan kafir, maka tidak boleh mempelajarinya atau mengamalkannya jika apa yang dia niatkan dengan belajar menumpahkan darah dan memisahkan pasangan dan teman.

Tetapi jika dia tidak tau apapun tentang sihir, maka secara dzahir tidak boleh mempelajari ilmu sihir, ataupun mengamalkan ilmu sihir. Karena sejatinya itu adalah sejenis khayal imajinasi, tipu daya, dan fitnah yang termasuk dari pintu kebatilan. Adapun jika ia mempelajari ilmu sihir dengan tujuan hanya sebagai hiburan, bermain-main, dan untuk meringankan pekerjaannya, maka ia dibenci.

Allahul Musta’an. Wallahu a’lamubisshawab[].

Samrotul Mawaddah
Samrotul Mawaddah
Mahasiswi Study Pendidikan Bahasa Arab UIN Surakarta, Santri Pondok Pesantren Al Imdad Bantul, Pondok Pesantren Al-Fattah Surakarta, Minat kajian tulis Keislaman kontemporer
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Q.S An-Nisa’ Ayat 83: Fenomena Post-truth di Zaman Nabi Saw

0
Post-truth atau yang biasa diartikan “pasca kebenaran” adalah suatu fenomena di mana suatu informasi yang beredar tidak lagi berlandaskan asas-asas validitas dan kemurnian fakta...