BerandaTafsir TematikTafsir AhkamTafsir Ahkam: Bagaimana Hukum Lansia yang Sudah Tidak dapat Berpuasa

Tafsir Ahkam: Bagaimana Hukum Lansia yang Sudah Tidak dapat Berpuasa

Orang yang tidak dapat berpuasa sebab satu atau dua hal yang datang secara berkala dan dapat hilang, memiliki kewajiban untuk mengqadha puasanya. Sebagaimana tidak bisa puasa sebab menstruasi, maka ia berkewajiban mengqadha puasa tatkala menstruasi itu hilang atau selesai. Begitu pula yang terjadi pada orang yang sedang hamil atau sakit yang dapat diharapkan kesembuhannya. Lalu bagaimana menyikapi puasa bagi manula yang tidak hanya tidak kuat puasa Ramadhan, tapi bahkan tidak kuat puasa sama sekali? Yang kadang untuk makan saja, ia pikun dan harus berkali-kali diingatkan? Berikut penjelasan ulama’.

Baca juga: Surah al-Isra’ [17] Ayat 7: Hakikat Perbuatan Baik Bagi Manusia

Kemudahan Yang Diberikan Islam Pada Manula

Para ahli tafsir mengaitkan puasa manula yang tidak lagi kuat berpuasa dengan firman Allah yang berbunyi:

.اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗوَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗوَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

 (Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka, siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, itu lebih baik baginya dan berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui (QS. Al-Baqarah [2] :184).

Imam Ar-Razi di dalam tafsirnya menyatakan, para pakar tafsir berbeda pendapat mengenai orang yang dimaksud dengan redaksi “yuthiiquunahu” di ayat di atas. Ada tiga pendapat mengenai hal itu. Pertama, yang dimaksud oleh redaksi tersebut adalah orang sakit serta musafir yang kuat berpuasa, sebagaimana disinggung dalam rentetan ayat sebelunya. Kedua, orang yang sehat serta tidak dalam perjalanan. Yakni kebalikan dari status sakit dan musafir yang disinggung dalam rentetan ayat sebelumnya. Pendapat ini adalah pendapat yang diyakini mayoritas ahli tafsir. Ketiga, manula yang sudah tidak lagi kuat berpuasa. Pendapat ini mengartikan “yuthiiquunahu” dengan makna kuat berpuasa disertai kesulitan yang luar biasa (Tafsir Mafaatiihul Ghaib/3/93).

Imam An-Nawawi menyatakan dalam kitab Al-Majmu’ Syarah Muhadzdzab, Mazhab Syafiiyah berserta para pembesarnya sepakat bahwa manula yang tidak lagi kuat berpuasa dalam artian andai berpuasa ia akan menahan beban amat berat, ia tidak lagi diwajibkan berpuasa. Imam An-Nawawi juga mengutip keterangan Ibn Mundzir, bahwa ulama’ berbagai mazhab sepakat soal hal ini.

Imam Al-Mawardi dalam kitab Al-Hawi Al-Kabir menjelaskan, Imam As-Syafii memahmi bahwa redaksi “yuthiiquunahu” di dalam Surat Al-Baqarah ayat 184 tidak terkhusus pada manula yang tidak kuat berpuasa saja. Melainkan juga yang kuat berpuasa. Hanya saja, tatkala ayat ini dinusakh oleh ayat 185 yang berisi perintah untuk berpuasa, hukum puasa bagi manula yang tidak kuat berpuasa tidaklah berubah. Sebab perintah berpuasa tentunya hanya ditujukan pada yang kuat saja, bukan yang sudah tidak kuat.

Baca juga: Manusia sebagai Makhluk Terbaik dalam Surah At-Tin Ayat 4

Pada keterangan kitab al-bayan, manula yang tidak lagi kuat berpuasa tidak diwajibkan berpuasa, dan tentunya tidak diwajibkan qadha puasa sebab memang ia sudah tidak lagi kuat berpuasa, menurut sebagian ulama’ ia diwajiban untuk membayar fidyah. Ulama’ yang mewajibkan fidyah di antaranya adalah Mazhab Syafiiyah, At-Tsauri, Hanafiyah Dan Hanbaliyah. Hal ini sesuai dengan kandungan Al-Baqarah ayat 184 yang menunjukkan bahwa fidyah menjadi ganti dari puasa yang tidak dapat dijalankan.

Baca juga: Perbedaan Durasi Waktu Puasa dan Alternatif Hukumnya

Berdasar uraian di atas, ulama’ telah sepakat bahwa manula yang tidak lagi kuat berpuasa, ia tidak diwajibkan untuk berpuasa. Hal ini sesuai dengan semangat Islam yang memberi kemudahan kepada pemeluknya yang menemui kesulitan-kesulitan tatkala menjalankan syariat Islam. Wallahu a’lam bishshowab.

Muhammad Nasif
Muhammad Nasif
Alumnus Pon. Pes. Lirboyo dan Jurusan Tafsir Hadis UIN Sunan Kalijaga tahun 2016. Menulis buku-buku keislaman, terjemah, artikel tentang pesantren dan Islam, serta Cerpen.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU