BerandaTafsir TematikTafsir AhkamTafsir Ahkam: Hukum Menggunakan Emas Sebagai Gigi Palsu dan Selainnya

Tafsir Ahkam: Hukum Menggunakan Emas Sebagai Gigi Palsu dan Selainnya

Sebagian masyarakat yang kehilangan bagian tubuhnya kadang ingin menggantikan bagian tubuh dengan sebuah benda. Karena beberapa alasan mereka memilih bahan dari emas. Hal ini kadang menimbulkan pertanyaan, apa hukum membuat gigi palsu, hidung palsu, jari palsu atau bahkan tangan serta kaki palsu dari emas? Bukankah itu sama saja dengan menggunakan emas? Namun bagaimana bila medis lebih menyarankan emas demi alasan kesehatan? maka, seperti apa jawaban mufassir terkait hukum menggunakan emas sebagai gigi palsu?

Menggantikan bagian tubuh dari emas adalah salah satu kajian yang sering diulas oleh para ulama’, sebab memang ada hadis yang menyinggung secara khusus tentang hal ini. Nabi pernah mengizinkan sahabat membuat hidung palsu dari emas. Lalu dapatkah hal ini dilakukan pada anggota tubuh lain? Lalu apakah ada ketetuan-ketentuan khusus terkait pembolehannya? Lebih lengkapnya, simak penjelasan para pakar tafsir dan fikih berikut ini:

Sebuah Pengecualian

Imam Al-Qurthubi di dalam Tafsir Al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an tatkala mengomentari surat Az-Zukhruf ayat 71 menjelaskan, penggunaan emas dan perak untuk makan dan minum hukumnya terlarang menurut para ulama’. Hal ini ditunjukkan secara jelas salah satunya oleh hadis yang diriwayatkan Sahabat Khudzaifah (Tafsir Al-Qurthubi/6/551):

لاَ تَشْرَبُوا فِى آنِيَةِ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ ، وَلاَ تَأْكُلُوا فِى صِحَافِهَا ، فَإِنَّهَا لَهُمْ فِى الدُّنْيَا وَلَنَا فِى الآخِرَةِ

Janganlah kalian minum dari wadah emas dan perak, juga jangan makan dari piring yang terbuat dari keduanya. Sesungguhnya kesemuanya milik mereka di dunia dan milik kita di akhirat (HR. Imam Bukhari).

Baca juga: Mengenal Kariman Hamzah, Jurnalis dan Mufassir Perempuan Asal Mesir

Imam Al-Qurthubi juga mengutip pernyataan Ibnul Arabi bahwa menurut pendapat yang sahih, larangan tersebut bagi laki-laki tidak terbatas pada makan dan minum. Namun juga berbagai model pemanfaatan lain. Hal ini dikuatkan oleh sebuah hadis yang diriwayatkan dari Ali ibn Abi Thalib:

إِنَّ هَذَيْنِ حَرَامٌ عَلَى ذُكُورِ أُمَّتِى حِلٌّ لإِنَاثِهِمْ

Sesungguhnya dua hal ini (sutra dan emas) diharamkan pada para lelaki dari umatku dan halal bagi perempuan mereka (HR. Ibn Majah).

Namun hukum ini sebenarnya tidak berlaku secara mutlak. Imam An-Nawawi menyatakan bahwa ulama’ sepakat penggunaan emas dalam keadaan terpaksa diperbolehkan. Oleh karena itu boleh membuat hidung palsu, gigi palsu serta mengikat gigi yang sakit dengan emas. Hal ini didasarkan pada hadis yang diriwayatkan dari Abdurrahman ibn Tharfah (Al-Majmu’/1/256):

أَنَّ جَدَّهُ عَرْفَجَةَ بْنَ أَسْعَدَ قُطِعَ أَنْفُهُ يَوْمَ الْكُلاَبِ فَاتَّخَذَ أَنْفًا مِنْ وَرِقٍ فَأَنْتَنَ عَلَيْهِ فَأَمَرَهُ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- فَاتَّخَذَ أَنْفًا مِنْ ذَهَبٍ.

Sesungguhnya kakeknya yang Bernama ‘Arfajah ibn ‘As’ad terpotong hidungnya di hari perang Kulab. Ia lalu memakai hidung palsu dari perak. Namun kemudian muncul pembusukan. Nabi lalu memberi perintah padanya, kemudian ia memakai hidung dari emas (HR. At-Tirmidzi, Abu Dawud dan An-Nasa’i).

Hadis di atas menunjukkan bahwa mengambil hidung palsu dari emas diperbolehkan. Ulama’ kemudian menganalogikan gigi palsu, pengikat gigi serta ujung jari palsu pada hidung palsu. Untuk ujung jari palsu, dalam pembolehannya ulama’ memberi catatan selama jari tersebut masih bisa digunakan. Apabila tidak, maka tidak diperbolehkan. Sebab ujung jari palsu tersebut akan masuk kategori hiasan semata, bukan kebutuhan (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah/2/3881).

Baca juga: Tafsir Ahkam: Hukum Mengoleksi Perabot dari Emas dan Perak

Sebagian ulama’ memang menetapkan bahwa pembolehan semacam hidung palsu adalah untuk kebutuhan semacam melindungi tubuh atau melindungi kemanfaatan tubuh. Bukan sekedar hiasan semata. Oleh karena itu, memakai tangan palsu dan jari palsu hukumnya masih diperselisihkan. Sebab tangan serta jari palsu dianggap tidak lagi punya kemanfaatan selain sebagai hiasan. Beda dengan hidung palsu untuk melindungi lubang hidung atau gigi palsu untuk keperluan mengunyah makanan (Al-Majmu’/1/256).

Dari berbagai uraian di atas kita dapat mengetahui bahwa mengambil hidung palsu, gigi palsu atau mengikat gigi dari bahan emas hukumnya diperbolehkan dalam keadaan terpaksa. Ini berkaitan dengan kebutuhan medis seseorang. Sehingga semuanya perlu dikembalikan dengan pernyataan para ahli medis. Wallahu a’lam bish showab [].

Muhammad Nasif
Muhammad Nasif
Alumnus Pon. Pes. Lirboyo dan Jurusan Tafsir Hadis UIN Sunan Kalijaga tahun 2016. Menulis buku-buku keislaman, terjemah, artikel tentang pesantren dan Islam, serta Cerpen.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...