BerandaTafsir TematikTafsir AhkamTafsir Ahkam: Hukum Mengoleksi Perabot dari Emas dan Perak

Tafsir Ahkam: Hukum Mengoleksi Perabot dari Emas dan Perak

Ulama’ telah menetapkan keharaman memakai wadah dari emas dan perak. Bahkan ada ulama’ yang memberlakukannya pada wadah yang sekedar berhiaskan emas atau perak. Lalu bagaimana hukum bagi orang yang hanya menyimpannya sebagai sekedar koleksi perabot? Bagaimana hukum mengoleksi perabot dari emas dan perak? Apabila diharamkan, apakah menyimpan koleksi peninggalan kerajaan terdahulu berupa wadah dari emas di museum juga diharamkan? Lebih lengkapnya, simak penjelasan para pakar tafsir dan fikih berikut ini:

Baca Juga: Tafsir Ahkam: Hukum Makan Dan Minum dari Wadah Emas atau Perak

Pro Kontra Hukum Mengoleksi Perabot dari Emas dan Perak

Allah berfirman:

يُطَافُ عَلَيْهِمْ بِصِحَافٍ مِّنْ ذَهَبٍ وَّاَكْوَابٍ ۚوَفِيْهَا مَا تَشْتَهِيْهِ الْاَنْفُسُ وَتَلَذُّ الْاَعْيُنُ ۚوَاَنْتُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَۚ

Kepada mereka diedarkan piring-piring dan gelas-gelas dari emas dan di dalamnya (surga) terdapat apa yang diingini oleh hati dan dipandang sedap oleh mata serta kamu kekal di dalamnya (QS. Az-Zukhruf [43] :71)

Tatkala mengulas tafsir tentang ayat di atas, Imam Al-Qurthubi menyatakan keharaman memakai wadah dari emas dan perak, juga menyimpan keduanya. Imam Al-Qurthubi beralasan, sudah seharusnya apa yang tidak boleh dipakai juga tidak boleh disimpan. Sebagaimana patung berhala. Imam Al-Qurthubi juga mengkritik pendapat yang menyatakan wajibnya memberi ganti rugi bagi orang yang memecahkan wadah emas atau perak. Sebab seharusnya hukum memecahkan wadah tersebut adalah wajib. Komentar senada tentang hukum menyimpan wadah emas dan perak juga disampaikan Wahbah Az-Zuhaili dalam Tafsir Munir (Tafsir Al-Qurthubi/16/97 dan Tafsir Munir/25/191).

Imam An-Nawawi memberikan penjelasan, beberapa ulama’ dari kalangan mazhab syafi’i mendokumentasikan terjadinya pro kontra diantara para ulama’ mengenai hukum menyimpan wadah emas dan perak tanpa menggunakannya. Mereka memiliki penjelasan yang berbeda-beda mengenai pro kontra tersebut. Namun mereka sepakat mensahihkan pendapat yang menyatakan haramnya menyimpan wadah dari emas dan perak.

Imam An-Nawawi juga menyatakan bahwa pendapat tersebut adalah pendapat mazhab malikiyah juga mayoritas ulama’. Ia mengemukakan tiga alasan terkait hukum ini: pertama, sudah seharusnya yang tidak boleh dipakai juga tidak boleh disimpan sebagaimana patung berhala; kedua, menyimpan keduanya dapat membuka celah untuk memakai keduanya; ketiga, alasan dari larangan memakai adalah sebab adanya bentuk berlebihan dan pamer, dan itu juga muncul dalam tindakan menyimpan (Al-Majmu’/1/252).

Imam Mawardi di dalam Al-Hawi Al-Kabir juga mendokumentasikan pro kontra tersebut. Pendapat yang menyatakan bolehnya menyimpan wadah emas dan perak beralasan, bukankah keharaman dalam hadis hanya mengarah pada pemakaian saja? Sedang yang menghukumi haram menyamakan tindakan mengoleksi wadah dari emas dan perak, sebagaimana menyimpan minum-minuman keras (Al-Hawi Al-Kabir/1/113).

Baca Juga: Tafsir Ahkam: Hukum Menggunakan Benda Berhiaskan Emas dan Perak

Syaikh Wahbah Az-Zuhaili mengutip sebagian komentar ulama’ mazhab syafiiyah, bahwa tampaknya keharaman ini juga berlaku pada tindakan menyimpan dengan tujuan hendak diperjual belikan. Sebab keharaman penggunaan keduanya berlaku pada semua orang, beda dalam permasalahan pemakaian kain sutra (Al-Fiqhu Al-Islami/4/2633).

Kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah memetakan bahwa ulama’ yang membolehkan adalah dari mazhab hanafiyah dan Sebagian dari mazhab malikiyah dan syafiiyah. Sedang yang menyatakan haram adalah mazhab hanabilah, sebagian dari malikiyah serta pendapat paling sahih dari mazhab syafiiyah (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah/2/62)

Dari berbagai uraian di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa mayoritas ulama’ menghukumi menyimpan wadah dari emas dan perak hukumnya haram. Lalu bagaimana hukum museum mengoleksi wadah emas? Penulis belum menemukan keterangan yang jelas perihal hal ini. Namun bila melihat kecilnya kemungkinan digunakannya wadah tersebut untuk makan dan sebagainya, serta tidak adanya unsur pamer dari individu dalam penyimpanannya, maka seharusnya tidak sampai diharamkan. Wallahu a’lam bish showab

Muhammad Nasif
Muhammad Nasif
Alumnus Pon. Pes. Lirboyo dan Jurusan Tafsir Hadis UIN Sunan Kalijaga tahun 2016. Menulis buku-buku keislaman, terjemah, artikel tentang pesantren dan Islam, serta Cerpen.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Mengenal Aquran dan Terjemahnya dalam Bahasa Banjar: Metode dan Perkembangannya

0
Kini, penerjemahan Alquran tidak hanya ditujukan untuk masyarakat Muslim secara nasional, melainkan juga secara lokal salah satunya yakni Alquran dan Terjemahnya dalam Bahasa Banjar....