BerandaTafsir TematikTafsir AhkamTafsir Ahkam: Hukum Mengqadha Puasa Bagi Orang Gila dan Epilepsi

Tafsir Ahkam: Hukum Mengqadha Puasa Bagi Orang Gila dan Epilepsi

Orang gila dan orang yang mengalami epilepsi adalah termasuk orang yang tidak berkewajiban puasa Ramadhan. Hal ini dikarenakan keduanya tatkala mengalami gila atau epilepsi, keduanya kehilangan akal yang menyebabkan gugurnya taklif (tuntutan syariat) dari keduanya. Meski begitu, dalam permasalahan mengqadha puasa, keduanya memiliki hukum yang berbeda.

Sebagian ulama’ menyatakan, meski gila dan epilepsi memiliki kesamaan dalam hal jenis gangguan akal, tapi memiliki perbedaan secara prinsip yang memunculkan hukum yang berbeda pula. Orang gila tidak wajib qadha’ puasa. Sedang orang epilepsi wajib mengqadha puasa. Bagaimana bisa keduanya memiliki hukum yang berbeda? Berikut penjelasan para ulama’.

Baca juga: Kata al-Mahabbah (Cinta) dan Persaudaraan Universal dalam Al-Quran

Apakah Gila Dan Epilepsi Termasuk Sakit?

Perbicangan para ulama’ mengenai kewajiban mengqadha puasa bagi orang gila dan epilepsi bersumber di sekitar redaksi syahida (menyaksikan bulan Ramadhan) dan redaksi maridha (sakit) pada firman Allah yang berbunyi:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۗوَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ

Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang hak dan yang batil). Oleh karena itu, siapa di antara kamu hadir (di tempat tinggalnya atau bukan musafir) pada bulan itu, berpuasalah. Siapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya) sebanyak hari (yang ditinggalkannya) pada hari-hari yang lain (QS. Al-Baqarah [2] :185).

Imam Al-Jashshash dalam kitabnya berjudul Ahkamul Qur’an menyatakan, orang gila dan epilepsi sama-sama tidak berkewajiban puasa sebab tidak terkena khitab (tuntutan syariat). Hal ini dikarenakan adanya hadis yang menyatakan bahwa taklif dihilangkan dari tiga jenis orang: orang tidur sampai bangun; orang gila sampai sadar; dan anak kecil sampai mencapai usia baligh.

Baca juga: Gebyar Milad tafsiralquran.id: Lomba Esai dan Video Murottal

Namun orang epilepsi tetap dikenai kewajiban mengqadha puasa disebabkan ayat di atas menyatakan, bahwa orang yang sakit dan meninggalkan puasa, maka hendaknya ia mengqadha atau menggantikan puasa yang ia tinggalkan di hari yang lain. Epilepsi sendiri dalam perbendaharaan Bahasa Arab tergolong sebagai penyakit. Lalu bagaimana dengan gila? Gila tidak termasuk dari penyakit. Oleh karena itu, orang yang meninggalkan puasa sebab gila maka tidak wajib mengqadhai puasanya (Ahkamul Qur’an Lil Jashshash/1/458)

Imam An-Nawawi di dalam Al-Majmu’ menerangkan hal serupa. Ia menyatakan bahwa ulama’ telah sepakat bahwa orang gila dan epilepsi sama-sama tidak berkewajiban puasa. Namun soal mengqadha, ulama’ berbeda pendapat. Sebagian pendapat menyatakan keduanya berbeda. Orang gila tidak wajib mengqadha puasa, sedang epilepsi wajib mengqadha. Hal ini dikarenakan epilepsi termasuk dari mardh (sakit), sedang gila adalah naqsh (cacat). Pendapat lain menyatakan bahwa gila termasuk penyakit, sehingga orang yang mengalaminya berkewajiban mengqadha puasa (Al-Majmu’ Syarah Muhadzdab/6/254).

Menyaksikan Bulan Puasa

Silang pendapat antar ulama’ tentang kewajiban mengqadha puasa bagi orang gila dan epilepsy tidak hanya sekitar status gila dan epilepsi sebagai penyakit, tapi juga apakah keduanya ikut menyaksikan bulan puasa ataukah tidak. Imam Abu Hanifah, Abi Yusuf, Muhammad, Zufar dan Ats-Tsauri menyatakan, bila orang mengalami gila pada satu bulan penuh bulan Ramadhan, maka ia tidak wajib mengqadha puasa. Namun bila gilanya hilang pada salah satu bagian dari bulan Ramadhan, maka ia wajib mengqadha puasa satu bulan penuh (Ahkamul Qur’an Lil Jashshash/1/458).

Hal ini dikarenakan dalam ayat di atas dinyatakan bahwa “Oleh karena itu, siapa di antara kamu hadir pada bulan itu, berpuasalah”. Hal ini menunjukkan bahwa kewajiban qadha bergantung apakah orang tersebut sempat menyaksikan atau sadar dari gila di bulan Ramadhan atau tidak? Bila tidak sempat sama sekali, maka tidak wajib qadha. Bila sempat, maka wajib mengqadha (Tafsir Ath-Thabari/3/454)

Baca juga: Mengenal Tapser Sorat Yaa-siin (Bhasa Madhura): Tafsir Ilmi Pertama di Madura

Kitab Al-Mausu’a Al-Fiqhiyah mencoba memetakan silang pendapat mengenai kewajban qadha puasa bagi orang yang gila dan epilepsi. Menurut Hanafiyah, Syafiiyah Dan Hanabilah, orang yang gila di bulan Ramadhan dalam satu bulan penuh, maka ia tidak wajib mengqadha puasa.

Malikiyah berpendapat sebaliknya sebab memandang gila adalah penyakit. Sedang apabila gilanya tidak satu bulan penuh, Hanafiyah berpendapat wajib mengqadha puasa. Syafiiyah dan Habilah berpendapat sebaliknya. Sedang orang yang epilepsi, keempat mazhab menyatakan ia wajib mengqadha puasa. Wallahu a’lam bishshowab (Mausu’ah Fiqhiyah/2/3871).

Muhammad Nasif
Muhammad Nasif
Alumnus Pon. Pes. Lirboyo dan Jurusan Tafsir Hadis UIN Sunan Kalijaga tahun 2016. Menulis buku-buku keislaman, terjemah, artikel tentang pesantren dan Islam, serta Cerpen.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian I)

0
Diksi warna pada frasa tinta warna tidak dimaksudkan untuk mencakup warna hitam. Hal tersebut karena kelaziman dari tinta yang digunakan untuk menulis-bahkan tidak hanya...