BerandaTafsir TematikTafsir AhkamTafsir Ahkam: Hukum Tidur dalam Keadaan Junub

Tafsir Ahkam: Hukum Tidur dalam Keadaan Junub

Menurut keyakinan sebagian muslim, keadaan junub adalah keadaan tidak karena bersetubuh atau keluar air mani. Dalam kondisi ini, seseorang dianjurkan untuk segera bersuci dengan mandi besar. Namun ternyata ada beberapa kasus yang berbeda, yaitu ketika seseorang yang junub kemudian dia tidak langsung bersuci malah dia cenderung sengaja membiarkan dirinya berlama-lama dalam keadaan junub tersebut dan dia bahkan melakukan aktivitas lain meski memang tidak mensyaratkan suci dari hadas besar dalam pelaksanaannya, seperti tidur, makan, minum atau lainnya. Bagaimana hukum tidur dalam keadaan junub, juga makan dan minum dalam keadaan junub?

Kasus ini menjadi sangat berkaitan dengan tafsir dari penggalan ayat Alquran tentang junub meski memang tidak langsung mengambil penjelasan dari beberapa kitab tafsir secara langsung. Berikut terjemahan dari penggalan ayat tersebut “…..Dan jangan kamu dekati mereka (untuk melakukan hubungan intim) hingga mereka suci (habis masa haid). Apabila mereka benar-benar suci (setelah mandi wajib), campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu” (Q.S. Albaqarah [2]: 222).

Baca Juga: Tafsir Ahkam: Larangan Berjalan dan Berdiam Diri di Masjid Bagi Orang yang Junub

Tidur dalam keadaan junub

Para ulama menetapkan bahwa tidur dalam keadaan junub hukumnya adalah boleh. Hal ini berdasarkan hadis sahih yang diriwayatkan dari Aisyah:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَنَامَ وَهُوَ جُنُبٌ تَوَضَّأَ وُضُوءَهُ لِلصَّلاَةِ قَبْلَ أَنْ يَنَامَ

Rasulullah salallahu alaihi wasallam tatkala hendak tidur dalam keadaan junub, maka sebelum tidur beliau berwudu sebagaimana wudu yang dikerjakan saat hendak salat (H.R. Bukhari dan Muslim).

Berdasar hadis ini dan beberapa hadis lain yang senada, para ulama sepakat bahwa tidur dalam keadaan junub hukumnya adalah boleh. Hanya saja, para ulama berbeda pendapat tentang kewajiban berwudu bagi orang yang hendak tidur dalam keadaan junub. Mayoritas ulama menyatakan hukum berwudu sebelum tidur adalah sunah saja dan tidak wajib. Sebagian kecil ulama menyatakan bahwa wudu sebelum tidur dalam keadaan junub hukumnya adalah wajib (Syarah Muslim Li an-Nawawi/1/499).

Perbedaan pendapat ini disebabkan dalam sebagian redaksi hadis, anjuran berwudu memakai kata perintah yang mengindikasikan hukum wajib di dalamnya. Namun mayoritas ulama menepis kemungkinan hukum wajib tersebut. Dengan dasar adanya sebagian hadis yang memakai redaksi yang menunjukkan bahwa wudu adalah suatu pilihan yang boleh tidak dilakukan. Maka untuk menghindari pertentangan antara hadis-hadis tersebut, hukum yang diambil adalah sunah (Subul as- Salam/1/291).

Meski menurut mayoritas ulama hukum berwudu sebelum tidur adalah sunah, tapi mereka juga menyatakan hukum makruh meninggalkan wudu tersebut. Imam al-Nawawi menyatakan bahwa kesimpulan ini didukung hadis yang diriwayatkan dari Ali bahwa Nabi bersabda:

لاَ تَدْخُلُ الْمَلاَئِكَةُ بَيْتًا فِيهِ صُورَةٌ وَلاَ جُنُبٌ وَلاَ كَلْبٌ

Malaikat enggan memasuki rumah yang didalamnya ada gambar, orang junub, serta anjing (HR. Abu Dawud dan al-Nasa’i).

Baca Juga: Tafsir Ahkam: Ketahuilah, Apa Makna Junub Di dalam Al-Qur’an

Sebagian ulama memahami bahwa maksud dari orang junub tersebut adalah orang yang mengalami keadaan junub dan tidak segera melakukan mandi besar. Ada juga yang memahami bahwa orang junub yang dimaksud adalah orang yang memiliki kebiasaan menunda-nunda mandi besar saat mengalami junub.

Imam al-Nawawi juga menyatakan bahwa hukum sunah berwudu tersebut juga berlaku bagi perempuan yang haid atau nifas, yang sudah selesai haid atau nifasnya. Selain itu, kesunahan berwudu juga belaku saat orang junub hendak makan, minum, atau berhubungan intim untuk kedua kalinya (al-Majmu’/2/157).

Imam al-Munawi menuturkan beberapa keterangan ulama mengenai hikmah di balik anjuran wudu tersebut. Ada yang menyatakan bahwa wudu tersebut akan meringankan hadas yang ditanggung orang yang junub. Menurut sebagian ulama, wudu tersebut dapat menghilangkan hadas kecil dari orang yang junub tersebut. Ada yang menyatakan hikmah dari wudu adalah membuat diri menjadi semangat untuk mandi atau mengembalikan stamina saat hendak berhubungan intim untuk kedua kalinya. Ada menyatakan, wudu tersebut akan mengusir setan yang mengganggu keberkahan makan, minum dan selainnya (Faidul Qadir/5/120).

Kesimpulan

Dari berbagai keterangan di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa tidur, makan atau minum dalam keadaan junub hukumnya boleh. Namun sebisa mungkin berwudu sebelum melakukan itu semua.

Hal ini menunjukkan perhatian Islam pada kesucian diri saat hendak melakukan segala sesuatu. Kesucian tersebut tidak hanya mencakup lahiriyah yang berarti menjaga kebersihan dari hal kotor yang kasat mata, tapi juga batin yang mencakup suci dari hadas kecil maupun besar yang tak kasat mata. Namun perlu dicatat bahwa kegiatan yang dilakukan dalam masa waktu menunda itu adalah aktivitas wajib seperti salat dan lainnya. Jika sudah meyangkut kegiatan atau ibadah wajib, maka beda lagi permasalahan dan pembahasannya. Wallah a’lam.

Muhammad Nasif
Muhammad Nasif
Alumnus Pon. Pes. Lirboyo dan Jurusan Tafsir Hadis UIN Sunan Kalijaga tahun 2016. Menulis buku-buku keislaman, terjemah, artikel tentang pesantren dan Islam, serta Cerpen.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...