BerandaTafsir TematikTafsir AhkamTafsir Ahkam: Kewajiban Melaksanakan Rukuk dan Sujud dalam Shalat

Tafsir Ahkam: Kewajiban Melaksanakan Rukuk dan Sujud dalam Shalat

Tidak banyak dari rukun-rukun ibadah salat yang disinggung di dalam Al-Qur’an. Kebanyakan disinggung agak detail di dalam hadis nabi. Yang disinggung di dalam Al-Qur’an adalah rukuk dan sujud. Firman Allah tentang rukuk dan sujud tersebut menjadi dasar kesepakatan para ulama’ bahwa rukuk dan sujud adalah sesuatu yang diwajibkan di dalam salat.

Namun keberadaan rukuk dan sujud di dalam Al-Qur’an tidak hanya berdampak munculnya kesepakatan para ulama’ mengenai wajibnya rukuk dan sujud di dalam salat. Melainkan juga berdampak munculnya perbedaan pendapat mengenai kewajiban tumakninah di dalam rukuk dan sujud, serta cukupnya meletakkan jidat saat sujud. Berikut keterangan lebih detailnya:

Rukuk Dan Sujud Di Dalam Al-Qur’an

Kewajiban melaksanakan rukuk dan sujud saat salat didasarkan Surat Al-Hajj ayat 77 yang berbunyi:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ارْكَعُوْا وَاسْجُدُوْا وَاعْبُدُوْا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ ۚ۩

Wahai orang-orang yang beriman, rukuklah, sujudlah, sembahlah Tuhanmu, dan lakukanlah kebaikan agar kamu beruntung (QS. Al-Hajj [22] :77)

Imam Al-Alusi menyatakan, lewat ayat ini Allah memerintahkan kita untuk menjalankan salat. Allah memerintahkan salat lewat memerintahkan untuk melaksanakan rukun salat yang paling penting dan utama; yakni rukuk dan sujud. Dan dengan ini secara tidak langsung Allah menyatakan bahwa rukun salat selain rukuk dan sujud hukumnya sebagaimana rukuk dan sujud (Tafsir Ruhul Ma’ani/13/149).

Imam Ar-Razi di dalam tafsirnya tatkala membahas ayat di atas menyatakan keterangan sebagaimana yang disampaikan Imam Al-Alusi. Dan setelah itu, Imam Ar-Razi mengutip keterangan dari Ibn ‘Abbas yang menceritakan, bahwa konon umat muslim di awal keislaman mereka banyak yang menjalankan rukuk tapi tidak bersujud. Maka turunlah ayat di atas (Tafsir Mafatihul Ghaib/1/156).

Imam An-Nawawi menyatakan, ayat di atas menjadi dasar kesepakatan para ulama’ bahwa rukuk dan sujud di dalam salat hukumnya wajib. Selain itu, ulama’ juga menetapkan kewajiban rukuk, sujud dan berbagai rukun salat lain berdasar hadis sahih yang diriwayatkan dari Malik ibn Al-Huwairits bahwa Nabi Muhammad bersabda (Al-Majmu’ Syarah Muhadzdzab/3/396 dan 420):

صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِى أُصَلِّى

Salatlah sebagaimana kalian melihat aku salat (HR. Bukhari, Muslim dan selainnya)

Pro Kontra Kewajiban Tumakninah dan Pratik Sujud

Tumakninah adalah berdiam sejenak pada satu rukun di dalam salat. Yakni orang yang salat tatkala sampai rukuk semisal, tidak boleh lekas-lekas i’tidal sehingga seakan-akan tidak berhenti bergerak pada saat rukuk. Oleh karena itu, dianjurkan membaca tasbih tiga kali dalam rukuk agar dapat sejenak berhenti bergerak saat rukuk.

Imam Al-Mawardi menyatakan, mayoritas ulama’ menyatakan bahwa di dalam rukuk dan sujud diwajibkan untuk tumakninah. Hanya Imam Abu Hanifah saja yang menyatakan bahwa tumakninah di dalam rukuk dan sujud hukumnya tidak wajib. Dasar yang dipakai Abu Hanifah adalah zahir dari ayat di atas yang secara tidak langsung menyatakan bahwa yang wajib dalam rukuk dan sujud adalah gerakan yang dinamai rukuk dan sujud. Dan ini tidak menyinggung perihal tumakninah (Al-Hawi Al-Kabir/2/271).

Redaksi Surat Al-Hajj ayat 77 yang secara zahir hanya memerintahkan praktik sujud secara umum tanpa menyinggung detailnya, juga memunculkan perbedaan pendapat diantara para ulama’. Ada yang menyatakan bahwa yang wajib di dalam Praktik sujud hanyalah meletakkan jidat. Adapula yang mengharusnya meletakkan kedua tangan, kedua lutut dan kedua kaki (Al-Mausuah Al-Fiqhiyah/2/8510).

Berbagai keterangan di atas menunjukkan kepada kita tentang bagaimana keumuman perintah di dalam Al-Qur’an telah menimbulkan berbagai macam pendapat di kalangan para ulama’. Dari sini kita bisa belajar untuk lebih berhati-hati di dalam mengambil pemahaman dari Al-Qur’an. Terlebih tanpa lewat penafsiran para ulama’. Sebab sumber agama tidaklah hanya Al-Qur’an saja. Wallahu a’lam.

Muhammad Nasif
Muhammad Nasif
Alumnus Pon. Pes. Lirboyo dan Jurusan Tafsir Hadis UIN Sunan Kalijaga tahun 2016. Menulis buku-buku keislaman, terjemah, artikel tentang pesantren dan Islam, serta Cerpen.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...