BerandaTafsir TematikTafsir AhkamTafsir Ahkam: Najiskah Air Bekas Jilatan Anjing?

Tafsir Ahkam: Najiskah Air Bekas Jilatan Anjing?

Hidup diantara non muslim atau masyarakat perkotaan kadang memunculkan problem tersendiri terkait masalah najisnya air. Salah satunya adalah, bagaimana hukum air bekas jilatan anjing? Apakah benar najis sebagaimana hukum hewan yang menjilatinya? Sebab kadang ada anjing yang dipelihara tetangga meminum air di timba tempat penyimpanan air yang kebetulan di luar rumah. Simak penjelasan para pakar tafsir dan fikih berikut ini:

Hukum Air Bekas Jilatan Anjing

Imam Al-Qurthubi di dalam tafsirnya menjelaskan, tatkala ada anjing menjilati air, maka ulama’ berbeda pendapat mengenai hukum air tersebut. Imam Malik menyatakan bahwa wadah air tersebut dibasuh 7 kali, sedang airnya hukumnya suci serta tidak dapat digunakan berwudhu. Sedang ulama’ lain diantaranya Imam Abu Hanifah, Ahmad dan Syafi’i menyatakan bahwa anjing najis dan wadah bekas jilatan anjing harus dicuci sebab dianggap najis (Tafsir Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an/13/45).

Sumber perbedaan pendapat tersebut bermuara salah satunya pada hukum anjing itu sendiri. Imam An-Nawawi menyatakan bahwa Imam Syafi’i, Ahmad dan Abu Hanifah meyakini bahwa anjing hukumnya najis. Selain itu, mayoritas ulama’ berpendapat, bahwa anjing membuat apa yang dijilatinya menjadi najis dan harus dibasuh 7 kali. Sedang Imam Malik meyakini bahwa anjing hukumnya suci (Al-Majmu’/2/567).

Baca Juga: Tafsir Ahkam: Najiskah Air Yang Kemasukan Bangkai Serangga?

Dasar yang dipakai ulama’ yang meyakini bahwa anjing najis adalah hadis yang diriwayatkan dari Abi Hurairah:

« إِذَا وَلَغَ الْكَلْبُ فِى إِنَاءِ أَحَدِكُمْ فَلْيُرِقْهُ ثُمَّ لْيَغْسِلْهُ سَبْعَ مِرَارٍ »

Ketika anjing menjilati wadah salah seorang dari kalian, maka tumpahkan isinya dan basuh tujuh kali (HR. Imam Muslim).

Selain itu, Abu Hurairah juga meriwayatkan:

« طُهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولاَهُنَّ بِالتُّرَابِ »

Kembali sucinya wadah salah seorang dari kalian ketika anjing menjilatinya, adalah dengan membasuhnya tujuh kali dan yang pertama dengan debu (HR. Imam Muslim).

Dari berbagai hadis di atas, ulama’ yang meyakini anjing najis menyatakan, andai kata anjing tidak najis tentu Nabi tidak memerintahkan menumpahkan isi wadah yang dijilatnya. Selain itu, di hadis di atas ada redaksi “sucinya” yang menunjukkan ada hukum najis sebelumnya.

Imam Malik meyakini bahwa perintah membasuh bekas jilatan anjing hanyalah sekedar ta’abbudi atau perintah yang tidak dapat difahami oleh akal alasannya, bukan karena najisnya anjing. Sedang dasar yang dipakai Imam Malik untuk menyatakan kesucian anjing salah satunya adalah hadis yang diriwayatkan Abdullah ibn ‘Umar dan berbunyi:

كَانَتِ الْكِلاَبُ تَبُولُ وَتُقْبِلُ وَتُدْبِرُ فِى الْمَسْجِدِ فِى زَمَانِ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَلَمْ يَكُونُوا يَرُشُّونَ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ

Anjing kecing dan mondar mandir dalam masjid di zaman Rasulullah -salallahualaihi wasallam-. Mereka tidak menyiram sedikitpun darinya (HR. Imam Bukhari).

 Imam Mawardi menyatakan, Imam Malik meyakini bahwa anjing hukumnya suci. Maka wadah yang dijilati beserta isinya hukumnya suci. Salah satu dasar yang dipakai adalah hukum bolehnya berburu dengan anjing. Apabila anjing najis, tentu ia bisa membuat najis hewan yang ia tangkap dengan mulutnya (Al-Hawi Al-Kabir/1/588).

Baca Juga: Hoax Makin Marak di Medsos, Ini Kiat-Kiat Menghindarinya dari Al-Quran

Meski Imam Malik meyakini bahwa anjing suci serta apa yang dijilatnya juga suci, tapi ia menganjurkan untuk membuang saja isi wadah yang dijilatinya kalau memang sekedar air. Sebab air dipandang sesuatu yang tidak begitu berharga. Dan hukumnya makruh menggunakan wadah serta air tersebut (Tafsir Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an/13/45 dan Mausu’ah Fiqhil Islami/16).

Perlu diketahui bahwa pendapat bahwa anjing suci hanyalah salah satu pendapat yang dikenal dalam mazhab malikiyah. Pendapat yang lain dalam mazhab yang sama menyatakan bahwa anjing hukumnya najis. Syaikh Wahbah Az-Zuhaili bahkan menganggap pendapat kedua sebagai pendapat yang unggul. Namun pendapat bahwa anjing suci tetaplah dapat dijadikan solusi di masyarakat yang kesulitan menjaga interaksinya dengan anjing (Al-Fiqhul Islami/1/286). Wallahu a’lam bish showab.

Muhammad Nasif
Muhammad Nasif
Alumnus Pon. Pes. Lirboyo dan Jurusan Tafsir Hadis UIN Sunan Kalijaga tahun 2016. Menulis buku-buku keislaman, terjemah, artikel tentang pesantren dan Islam, serta Cerpen.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...