BerandaTafsir TematikTafsir AhkamTafsir Ahkam: Pro Kontra Dasar Kewajiban Haji

Tafsir Ahkam: Pro Kontra Dasar Kewajiban Haji

Bulan Juni ini adalah bulan pemberangkatan calon jamaah haji dari Indonesia. Haji merupakan rukun Islam yang diwajibkan kepada setiap muslim yang mampu untuk melaksanakannya. Kewajiban haji didasarkan pada keterangan Alquran dan hadis, meski para ulama berbeda pendapat mana ayat Alquran yang paling tepat menjadi dasar kewajiban haji. Berikut keterangan ulama tentang ayat Alquran yang menjadi dasar kewajiban haji.

Pro kontra tentang ayat kewajiban haji

Di dalam Alquran ada beberapa ayat yang menyinggung tentang haji. Di antaranya:

وَاَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلّٰهِ

Sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah (Q.S. Albaqarah [2]: 196).

Dalam ayat lain disebutkan:

وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًا

(Di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, (yaitu bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Siapa yang mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu pun) dari seluruh alam (Q.S. Ali Imran [3]: 97).

Dari dua ayat di atas, Imam Ibn Katsir menyatakan bahwa menurut mayoritas ulama, kewajiban haji di dalam Alquran ditunjukkan oleh surah Ali Imran ayat 97. Namun, ada pula yang berpendapat ia ditunjukkan oleh surah Albaqarah ayat 196. Dari dua pendapat tersebut, Ibn Katsir menyatakan bahwa pendapat pertamalah yang tampak mendekati kebenaran (Tafsir Ibn Katsir/1/508).

Syaikh Wahbah al-Zuhaili menyatakan, sebenarnya ada satu ayat lagi yang menerangkan tentang haji, yaitu:

وَاَذِّنْ فِى النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوْكَ رِجَالًا وَّعَلٰى كُلِّ ضَامِرٍ يَّأْتِيْنَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيْقٍ ۙ ٢٧

Wahai Ibrahim, serulah manusia untuk (mengerjakan) haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh (Q.S. Alhajj [22]: 27).

Sayangnya ayat tersebut berbicara tentang hukum haji di dalam syariat Nabi Ibrahim dan bisa saja mengalami perubahan di dalam syariat Nabi Muhammad, sehingga kurang kuat menjadi dasar kewajiban haji.

Baca juga: Tafsir Ahkam: Syarat Wajib Haji dan Beberapa Ketentuannya

Syaikh Wahbah juga menyatakan bahwa surah Albaqarah ayat 196 kurang jelas dalam menyinggung kewajiban haji. Sebab, meski ayat tersebut turun sebelum Ali Imran ayat 97, surah Albaqarah ayat 196 membicarakan kewajiban menyempurnakan haji yang berarti menerangkan hukum haji saat sudah masuk dalam pelaksanaan ibadah tersebut. Sementara pelaksanaan hukum haji itu sendiri, yang berarti muncul sejak masih akan melaksanakan haji, tidak disinggung secara jelas dalam ayat tersebut.

Maka ayat yang tepat dijadikan dasar kewajiban haji adalah Ali Imran ayat 97. Ayat tersebut turun setelah surah Alhajj ayat 27, sehingga dapat sekaligus menjadi penjelas hukum haji dalam syariat Nabi Muhammad (Tafsir al-Munir/17/198).

Imam al-Qurthubi tatkala menguraikan tafsir Ali Imran ayat 97 menjelaskan, kewajiban haji di dalam ayat tersebut ditunjukkan oleh huruf lam dalam redaksi lillaahi. Fungsi lam tersebut menunjukkan adanya suatu kewajiban yang dibebankan kepada manusia untuk Allah. Kewajiban tersebut kemudian dikuatkan dengan huruf ‘ala dalam redaksi alannasi. Gabungan dua huruf tersebut adalah ungkapan paling kuat untuk mewajibkan sesuatu dalam tradisi orang Arab (Tafsir al-Qurthubi/4/142).

Imam al-Alusi menerangkan, orang yang meyakini bahwa surah Albaqarah ayat 196 adalah dasar kewajiban haji, maka dia telah meyakini sesuatu yang keliru. Sebab, ayat tersebut berbicara tentang menyempurnakan haji yang menurut keterangan para sahabat, soal menyempurnakan haji adalah soal proses pelaksanaanya, bukan soal hukum melaksanakan haji (Tafsir Ruhul Ma’ani/2/156).

Kesimpulan

Dari keterangan di atas kita bisa mengambil kesimpulan, menurut mayoritas ulama, kewajiban haji didasarkan pada surah Ali Imran ayat 97. Sedangkan ayat yang lain, yang juga menyinggung soal haji, berbicara tentang persoalan haji di luar hukum haji itu sendiri. Wallahu a’lam.

Baca juga: Memaknai Ayat Haji Ala Sufi

Muhammad Nasif
Muhammad Nasif
Alumnus Pon. Pes. Lirboyo dan Jurusan Tafsir Hadis UIN Sunan Kalijaga tahun 2016. Menulis buku-buku keislaman, terjemah, artikel tentang pesantren dan Islam, serta Cerpen.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...