Muhammad Saw adalah nabi dan rasul terakhir dan terbaik menurut umat Islam. Beliau diberi amanah oleh Allah Swt untuk menyebarkan iman, Islam dan ihsan (ajaran ketauhidan) sebagai bagian akhir mata rantai dari agama samawi yang berkesinambungan disebarkan oleh nabi-nabi terdahulu. Sebagaimana tulisan ini akan mengulas tentang Muhammad SAW adalah rahmat bagi seluruh alam, tepatnya pada tafsir al-Anbiya’ ayat 107.
Nabi Muhammad Saw dilahirkan dari sepasang orang mulia bermarga Quraisy, yakni Abdullah dan Aminah pada hari senin, 12 Rabiul Awal tahun pasca penyerangan tentara bergajah Abraham ke Mekah atau yang lebih dikenal sebagai ‘ām fīl bertepatan dengan tahun 571 M.
Berkenaan dengan hari kelahirannya tersebut, Rasulullah Saw pernah bersabda–ketika ditanya mengenai alasan beliau melaksanakan puasa Senin–hari Senin adalah hari aku dilahirkan (H.R Muslim). Hadis ini oleh sebagian orang dimaknai sebagai kebolehan merayakan hari kelahiran dengan cara yang baik.
Nama nabi Muhammad sendiri diberikan oleh sang kakek Abdul Muthalib–seorang pemegang kunci Ka’bah–melalui ilham dari Allah Swt. Dikisahkan bahwa sebelum kelahiran nabi Saw, Abdul Muthalib memanjatkan doa di depan Ka’bah dan mendapatkan perintah agar menamai cucunya dengan nama Muhammad.
Baca juga: Inilah Alasan Mengapa Umat Islam Harus Mengenal Rasulullah SAW
Nabi Muhammad belia menjalani kehidupan yang lumayan sulit. Tercatat dalam Intisari Sirah Nabawiyah karya Ibnu Hazm al-Andalusi bahwa ketika beliau berumur 3 tahun ayahnya meninggal. Kemudian disusul oleh sang ibu dan kakek ketika beliau berumur 6 dan 8 tahun. Beliau lalu diasuh oleh pamannya, yakni Abu Thalib.
Menurut sebagian sejarawan, masa-masa sulit yang dialami oleh nabi Muhammad tersebut merupakan sarana Allah Swt untuk mempersiapkan beliau menghadapi berbagai hambatan dan rintangan dalam berdakwah kelak. Bahkan diceritakan bahwa ketika beliau anak-anak, dadanya pernah dibelah oleh malaikat Jibril untuk membersihkan hatinya.
Baca juga: Tafsir Surat An-Nahl Ayat 97: Kesetaraan Laki-Laki dan Perempuan dalam Beribadah
Tafsir Surat Al-Anbiya’ Ayat 107
Sebenarnya, pengutusan nabi Muhammad bukan semata-mata untuk menyebarkan iman, Islam dan ihsan (ajaran ketauhidan), tetapi pengutusan beliau itu sendiri merupakan rahmat bagi alam semesta. Firman Allah Swt:
وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ ١٠٧
“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al-Anbiya’ [21]: 107)
Menurut Quraish Shihab, redaksi ayat di atas sangat singkat, tetapi ia mengandung makna yang sangat luas, yakni: 1) Rasul atau utusan Allah dalam hal ini Nabi Muhammad Saw, 2) yang mengutus beliau dalam hal ini Allah, 3) yang diutus kepada mereka (al-‘alamin) serta 4) risalah, yang kesemuanya mengisyaratkan sifat-sifatnya, yakni rahmat.
Nabi Muhammad Saw adalah rahmat, bukan saja kedatangan beliau membawa ajaran, tetapi sosok dan kepribadian-nya adalah rahmat yang dianugerahkan Allah Swt kepada beliau. Ayat ini menyatakan bahwa: “Kami tidak mengutus engkau untuk membawa rahmat, tetapi sebagai rahmat atau agar engkau menjadi rahmat bagi seluruh alam.” (Tafsir Al-Misbah 8]: 518).
Abdul Karim Al-Qusyairi mengatakan ayat ini bermakna bahwa Allah tidak akan menurunkan azab terhadap manusia yang kufur atau kafir terhadap-Nya selama nabi Muhammad Saw berada di antara mereka. Karena beliau merupakan rahmat dari Allah bagi sekalian makhluk di dunia dan tidak terbatas hanya untuk manusia.
Penyebutan Rasulullah sebagai rahmat merupakan pujian agung Allah kepada beliau. Karena tidak ditemukan dalam Al-Qur’an seorang pun dan tidak juga satu makhluk pun yang disifati dengan sifat rahmat oleh Allah Swt, kecuali Rasulullah Muhammad Saw. Ini seakan-akan sifat rahmat merupakan hak istemewa bagi beliau (Tafsir Al-Misbah 8]: 520).
Pembentukan kepribadian Nabi Muhammad Saw sehingga menjadikan sikap, ucapan, perbuatan, bahkan seluruh totalitas beliau adalah rahmat Allah agar sejalan dengan ajaran yang dibawanya tanpa kurang sedikitpun. Bahkan dikatakan bahwa penjelasan konkret akhlak Al-Qur’an dapat dilihat dari seluruh tingkah-laku dan keseharian nabi Saw.
Sedangkan menurut Muhammad Al-Maturidi, ayat ini memiliki beberapa makna, yaitu: Allah telah mengutus semua rasul sebagai rahmat dari-Nya kepada sekalian alam; Allah mengutus nabi Muhammad dan menjadikannya sebagai rahmat bagi seluruh alam; atau Allah mengutus nabi Muhammad sebagai rahmat dari-Nya bagi seluruh alam.
Makna alam di sini adalah jagat raya yang terdiri dari kumpulan makhluk hidup, baik alam manusia, alam malaikat, alam jin, alam hewan dan tumbuh-tumbuhan. Semua alam itu memperoleh rahmat–tanpa terkecuali–dengan kehadiran nabi terakhir, yakni nabi Muhammad Saw yang membawa ajaran Islam.
Baca juga: Tafsir Kalimat Sawa’: Hidup Damai di Tengah Perbedaan, Kenapa Tidak?
Dengan rahmat itu terpenuhilah hajat batin manusia untuk meraih ketenangan, ketentraman, serta pengakuan atas wujud, hak, bakat dan fitrahnya, sebagaimana terpenuhinya hajat keluarga kecil dan besar, menyangkut perlindungan, bimbingan dan pengawasan serta saling pengertian dan penghormatan.
Bahkan jauh sebelum Eropa mengenal organisasi pecinta binatang, Rasulullah Saw telah mengajarkan perlunya mengasihi binatang. Banyak sekali pesan beliau menyangkut hal ini, dimulai dari perintah tidak membebani melebihi kemampuannya, sampai dengan perintah mengasah pisau terlebih dahulu sebelum menggunakannya menyembelih (HR. Muslim).
Semua sifat rahmat nabi Muhammad Saw di atas sudah sepantasnya menjadi panutan dan ikutan umat Islam. Mereka harus menunjukkan ajaran Islam sesungguhnya sebagaimana yang telah nabi contohkan. Karena ajaran Islam tidak hanya hidup dalam pemikiran pemeluknya, tetapi juga harus dimanifestasikan dalam keseharian mereka. Allahumaj’alna minhum, aamiin.