BerandaTafsir TematikTafsir TarbawiTafsir Albaqarah : 269; Terminologi Hikmah dan Cara Meraihnya

Tafsir Albaqarah [2]: 269; Terminologi Hikmah dan Cara Meraihnya

Hikmah adalah pemberian dan anugerah dari Allah Swt. kepada seorang hamba dan kekasih yang Dia kehendaki. Keistimewaan seorang hamba yang mendapat anugerah hikmah, yaitu memiliki kepribadian yang lemah lembut, halus, murah hati serta memiliki sifat solutif yang mampu mengatasi problematika masyarakat.

Selain itu, orang yang mendapat hikmah, berarti ia keluar dari kejahilan menuju cahaya hidayah, muncul sikap bijak, perkataan yang baik, perbuatannya menuju kebenaran, pandangannya cemerlang, kehati-hatian dalam segala hal dan menempatkan segala perkara pada tempatnya.

Hikmah tidak datang begitu saja. Hikmah harus dicari melalui metode kenabian. Seorang hamba harus melewati step by step untuk menuju puncak hikmah, jalan terjang juga harus dilewati untuk menggapai hidayah. Dikatakan bahwa hikmah merupakan pemberian yang “khairan katsira” oleh para ulama diartikan sebaik-baik pemberian bahkan lebih baik dari pada dunia seisinya.

Baca Juga: Tafsir Surat Al Baqarah Ayat 269-270

Terminologi Hikmah

Secara etimologi, hikmah diartikan oleh jumhur ulama sebagai “kebijaksanaan”. Kata itu merujuk pada surah Alnahl [16]: 125 yang menyampaikan metode dakwa secara bijaksana. Namun dalam konteks lain, hikmah juga memiliki arti yang berbeda. Hikmah bisa diartikan ilmu yang bermanfaat, sebagaimana dalam surah Albaqarah [2]: 269 dan Luqman [31]: 12. Selain itu, hikmah juga bisa bermakna kenabian, ilmu Alquran, kebenaran, sifat wara’ menempatkan sesuatu pada tempatnya dan lain sebagainya. (Said al-Qahthani, Al-Hikmah fi al-Da’wah ila Allah, 26-31).

Adapun secara istilah, hikmah yaitu mengetahui sesuatu yang paling utama dengan ilmu yang terbaik. Sedangkan orang yang teliti, terampil dalam pekerjaannya adalah orang yang bijak atau hakim. (Muhammad ibn Ya’kub, Al-Qamus Al-Muhith, Juz 1, 93).

Sedangkan menurut beberapa mufasir, di antaranya yakni Ibnu Katsir mengatakan hikmah adalah ilmu nafi’ (bermanfaat) yang membawa pemiliknya untuk beramal. (Tafsir Ibnu Katsir, Juz 1, 696).

Sedangkan Ibnu Jarir At-Thabari mendefinikan hikmah sebagai mengetahui Alquran (ulumul quran), yaitu mengetahui tentang nasikh-mansukh, ayat hukum, sosial dan lain sebagainya. Ibnu Qayyim dalam tafsirnya sependapat dengannya, bahwa hikmah adalah sesuatu yang datang dari Rasulullah Saw. yakni Alquran.

Tafsir Surah Albaqarah [2]: 269

Salah satu ayat yang menyinggung masalah hikmah secara spesifik tercantum dalam Albaqarah [2]: 269 sebagai berikut:

يُؤۡتِى الۡحِكۡمَةَ مَنۡ يَّشَآءُ‌‌ ۚ وَمَنۡ يُّؤۡتَ الۡحِكۡمَةَ فَقَدۡ اُوۡتِىَ خَيۡرًا كَثِيۡرًا‌ ؕ وَمَا يَذَّكَّرُ اِلَّاۤ اُولُوا الۡاَلۡبَابِ

Dia memberikan hikmah kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Barang siapa yang diberi hikmah, sesungguhnya dia telah diberi kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang mempunyai akal sehat.

Dalam Tafsir At-Thabari, Abu Ja’far berkata, “Maksud dari ayat tersebut adalah Allah menghendaki memberi bidikan berupa pelajaran dalam ucapan maupun perbuatan atas orang yang Dia kehendaki. Barang siapa yang diberi pelajaran dengan hal tersebut maka ia benar-benar diberi kebaikan yang lebih banyak”. (Tafsir At-Thabari, Juz 4, 711).

Baca Juga: Makna Kata Hidayah dalam Al-Quran dan Macamnya Menurut Al-Maraghi

Ketika Allah memberi bidikan, maka ilmu yang bermanfaat akan menyertai hamba tersebut. Hal itu senada dengan pendapat Jalaluddin al-Mahali. Perihal pemberian kebaikan yang banyak, Jalaluddin mengatakan, “Ganjaran bagi pemilik hikmah adalah kebahagiaan yang abadi”. (Tafsir Jalalain, 60).

Sekarang yang menjadi pertanyaan, bagaimana cara memperoleh hikmah? Apakah hikmah datang dengan sendirinya?

Di dunia ini berlaku hukum kausalitas, artinya tidak ada sesuatu yang datang tanpa adanya sebab. Oleh karena itu, para ulama memberikan tips untuk menggapai hikmah sebagai bentuk ikhtiar seorang hamba.

Cara Meraih Hikmah

Secara garis besar, orang yang mendapat hikmah memiliki ilmu yang bermanfaat, sikap yang arif dan murah hati. Ketiga hal tersebut merupakan rukun yang dijadikan dasar hikmah (Said al-Qahthani, al-Hikmah fi al-Da’wah ila Allah, 43).

Kemudian, disusul oleh sikap lemah lembut, ikhlas, takwa, sabar, berkepribadian baik, mengamalkan ilmu, istikamah, berpengalaman, melawan nafsu setan, konsentrasi tinggi, adil, doa, musyawarah, pintar dan ahli dalam berdakwa kepada Allah.

Said al-Qahthani dalam beberapa literatur termasuk bukunya yang berjudul Menjadi Dai yang Sukses (hal. 63), memberikan resep agar seorang hamba mendapat hikmah dari Allah Swt. Menurutnya, seorang hamba harus melewati step by step untuk mencapai keutamaan yang sangat luar biasa ini.

Pertama, berkepribadian baik.

Seseorang harus memiliki keinginan untuk selalu merubah dirinya menjadi lebih baik di setiap harinya. Ada dua hal yang harus di perbaiki seseorang demi melangkah untuk mendapat hikmah, yakni harus memperbaiki as-suluk (tingkah laku yang memang direncanakan dengan kesadaran seperti berkata jujur, bohong, bakhil dan lain sebagainya), dan memperbaiki al-khuluq (kondisi jiwa yang memunculkan amal perbuatan baik maupun buruk secara refleks).

Kedua, mengamalkan ilmu dengan kejujuran dan keikhlasan

Sudah barang tentu seorang yang bijaksana memiliki ilmu yang bermanfaat. Kemanfaatan ilmu itu menjadi dasar perilaku kesehariannya. Pertama yang harus ditekankan adalah sifat kejujuran dalam segala hal. Kemudian ditopang dengan hati yang ikhlas dalam mengamalkan ilmunya.

Ketiga, istikamah

yakni konsisten dalam mengerjakan kebajikan dan mengamalkan ilmu menjadi tolok ukur dalam mendapatkan hikmah. Memang benar, seorang hamba tidak luput dari kesalahan dan dosa, namun ketika melakukan salah, ia ingat dan segera bertaubat dan mengerjakan kebajikan lagi.

Baca Juga: Tafsir Surat Al-Qashash Ayat 56: Memahami Hikmah, Ragam dan Proses Hidayah

Keempat, pengalaman

Menurut Said al-Qahthani, pengalaman memiliki pengaruh yang sangat besar dalam rangka meraih kemahiran yang profesional. Pengalaman dalam ilmu pengetahuan merupakan uji coba yang sistematis terhadap fenomena riil, yang dimaksudkan untuk menganalisis sesuatu secara mendetail dengan tujuan menyingkap sebuah hasil atau mewujudkan tujuan tertentu atau untuk memperbaiki sesuatu.

Maka orang bijak adalah orang berpengalaman dalam segala sesuatu. Setidaknya ia paham lewat pengalamannya tersebut, sehingga ia berhati-hati dalam melakukan sesuatu dan lebih bijak dalam mengambil keputusan.

Demikianlah tips dari Said al-Qahthani sebagai ikhtiar seorang hamba agar mendapat hikmah. Meskipun tidak menutup kemungkinan seorang akan langsung mendapat hikmah lewat pemberian nasehat oleh seorang kiai misalnya, kemudian hatinya tergerak untuk menjadi pribadi yang lebih bijak.

Cara tersebut akan gampang masuk pada seseorang yang mudah menerima kebenaran dan mengakuinya. Sebaliknya, akan susah pada orang yang dikuasai hawa nafsu yang bisa menghalanginya dari kebenaran.

Wallahu a’lam.

Abdullah Rafi
Abdullah Rafi
Mahasiswa Manajemen Dakwah UIN Sunan Kalijaga
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Peran Alquran dalam Melestarikan Bahasa Arab

Peran Alquran dalam Melestarikan Bahasa Arab

0
Bahasa Arab telah berkembang ratusan tahun sebelum Nabi Muhammad saw. lahir. Meski telah berusia lama, bahasa ini masih digunakan hingga hari ini. Bahasa Arab...