Idul Fitri adalah proses ritual keagamaan sekaligus ritual sosial untuk mencapai derajat manusia yang beruntung. Isyarat ini ditunjukkan oleh ayat Al-Quran, salah satunya dalam surah Al-A’la ayat 14-15.
Kenapa Idul Fitri penting untuk diperhatikan oleh setiap insan Muslim? Karena di dalamnya terdapat proses untuk mencapai derajat manusia yang beruntung. Keberuntungan tersebut setelah melewati ibadah puasa Ramadhan dan diiringi dengan rangkaian Idul Fitri.
Allah telah menegaskan dalam Al-Quran bahwa orang yang menunaikan zakat, menyebut (mengagungkan) Allah, dan melaksanakan salat ia termasuk manusia yang beruntung. Kandungan tersebut terdapat dalam surah al-A’la ayat 14-15:
قَدۡ أَفۡلَحَ مَن تَزَكَّىٰ ١٤ وَذَكَرَ ٱسۡمَ رَبِّهِۦ فَصَلَّىَّ ١٥
Artinya: Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman) (14) dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang (15)
Dalam surah Al-A’la ayat 14-15 tersebut, di awali dengan bentuk tahqiq “menyatakan tanpa keraguan” ayat di atas mengisyaratkan bahwa tiga rangkaian tersebut akan mengatarkan manusia ke puncak kebahagiaan. Adapun tiga rangkaian tersebut terdapat dalam momen Idul Fitri, sehingga dapat kita sederhanakan Idul Fitri ialah momen meraih kebahagiaan dan keberuntungan.
Keberuntungan “falaha” menurut Muhammad Sayyid Thanthawi adalah sampainya seseorang kepada apa yang ia inginkan, berupa kemenangan (keberuntungan) dan kemanfaatan. Al-Tafsīr al-Wasith li al-Qur’an al-Karīm (15:368).
Baca Juga: Tafsir Ahkam: Makna Shalat Ied Pada Hari Raya Idul Fitri
Tafsir surah Al-A’la ayat 14-15: Pertama, Membersihkan Diri
Membersihkan diri dalam ayat tersebut terdapat di dalam kata tazakka, dari kata zakaa (زكي) yang berarti ‘bersih’, karena dalam ayat tersebut ada penambahan dalam lafaznya yang berada di huruf ‘ك’ maka di dalam maknanya juga berbeda; tambahnya suatu lafaz berarti menunjukkan bertambahnya makna.
Apabila dilihat secara mendalam, salah satu prosesi dari Idul Fitri ada istilah zakat fitrah. Kata zakat dalam konteks bahasa Arab, pada dasarnya diambil dari kata زكي; dengan mempunyai makna tujuan adanya zakat fitrah untuk membersihkan badan. Dengan demikian, tidak heran ulama ahli fiqh membagi zakat dalam dua diskursus, yaitu zakat mal (harta) dan zakat badan (zakat fitrah).
Dengan demikian, dalam ayat 14 tersebut dapat diartikan dengan “beruntunglah orang yang membersihkan diri (zakat harta)”. Pendapat tersebut sebagaimana yang dipilih oleh Abu al-Ahwash yang dikutip oleh Imam al-Mawardi dalam kitab tafsirnya, al-Nukāt wa al-‘Uyūn (6:255).
Oleh karena itu, apabila menggunakan perspektif tujuan dan pendekatan bahasa maka zakat fitrah sebagai “membersihkan diri” tidak bisa dihindarkan. Karenanya, walaupun secara syari’at (pelaksanaan, waktu) berbeda antara zakat harta dan badan, namun dalam tujuannya sama yaitu membersihkan diri. Disamping itu dimensi yang terdapat di dalamnya meniscayakan dimensi sosial.
Baca Juga: Surah at-Taubah [9] Ayat 103: Tujuan Zakat Menurut Al-Qur’an
Tafsir surah Al-A’la ayat 14-15: Kedua, Mengingat Nama Tuhannya
Imam Al-Mawardi mencatat ada enam makna dalam وَذَكَرَ ٱسۡمَ رَبِّهِۦ, yaitu; pertama meng-Esakan Allah; kedua, berdoa dan berharap kepada Allah; ketiga, beristigfar dan bertaubat; keempat, mengingat-Nya dengan hati ketika salat dan takut akan siksa-nya, berharap kemurahannya (balasan), dengan berharap dan takut tersebut diharapkan mendapatkan khusyu (konsentrasi) di dalam melaksanakan salatnya; kelima, menyebut (mengingat) Allah tatkala takbiratul ihram; keenam, memulai bacaan surat dengan nama Allah (bismillah). al-Nukāt wa al-‘Uyūn (6:255).
Benang merahnya, keragaman pendapat mufasir di atas dapat kita fahami bahwa semua praktik yang bertujuan untuk mengingat, menyebut, dan mengagungkan Allah maka itu termasuk dalam penggalan ayat وَذَكَرَ ٱسۡمَ رَبِّهِۦ, yang akan mendapatkan keberuntungan dan kebahagiaan. Artinya orang yang bertakbir pada malam Idul Fitri dengan menyebut nama Allah dan mengagungkan dengan lantunan takbir merupakan proses mengingat Allah, dan termasuk dalam ayat di atas.
Perihal makna ‘mengingat’ yang dikhususkan dalam konteks salat, sebagaimana makna-makna di atas, hal tersebut dilihat dari lafaz setelahnya “فَصَلَّى” yang hubungan dan maknanya satu kesatuan, yakni dalam rangka mentauhidkan, keikhlasan, dan ketaatan kepada Allah.
Baca Juga: Menelisik Makna Idulfitri: Makna Ied dan Makna Fitri
Tafsir surah Al-A’la ayat 14-15: Ketiga, Menjaga Salat
Wahbah al-Zuhaili dan mayoritas mufasir menafsirkan ‘salat’ dalam ayat tersebut ialah salat lima waktu.
هِيَ الصَلَوَاتُ الخَمْسُ والمُحَافَظَةُ عَلَيْهَا وَالْأِهْتِمَامُ بِهَا
Salat yang dimaksud ialah menjaga dan memerhatikan salat lima waktu. Al-Tafsīr al-Munīr fī al-‘Aqīdah wa al-Syarī’ah wa al-Manhaj (30:198).
Akan tetapi Abū Sa’īd al-Khudri berpendapat bahwa maksud salat dalam ayat tersebut ialah salat ‘id. Masuk akal juga, apabila kita cermati secara seksama, teks dalam ayat tersebut menggunakan “fa” huruf athaf yang bermakna ‘kemudian’. Jadi, pelaksanaan salat tersebut setelah melakukan zakat dan mengingat Allah.
Pendapat tersebut juga diperkuat oleh pendapat Abū al-Ahwash, yang mengatakan bahwa “mengerjakan salat setelah zakat”. Walaupun al-Ahwash tidak menyebutkan secara spesifik zakat apa dan salat apa yang dimaksud, namun melihat keumuman ayat pendapatnya, dapat diartikan setelah setelah menunaikan zakat fitrah kemudian salat idul fitri.
Bahkan Fakhruddin al-Razi secara filosofis mempertanyakan kenapa dalam ayat tersebut penyebutan zakat didahulukan dari pada salat, padahal kebanyakan ayat al-Quran mengatakan sebaliknya. Ternyata dalam melaksanakan dua kewajiban itu, kemungkinan besar ada orang yang menunaikan zakat terlebih dahulu; sebagaimana jawaban dari al-Wāhidiy.
Alhasil, Idul Fitri secara global merupakan momen yang berisi tiga prosesi, yaitu zakat fitrah, mengagungkan Allah, dan melaksanakan salat Idul Fitri. Oleh karena itu, orang yang benar-benar menjaga dan memeriahkan hari raya Idul Fitri dengan tiga prosesi (di atas) maka ia termasuk orang yang beruntung.
Wallahu A’lam.