Allah Swt berfirman dalam surah al-An’am ayat 68 :
وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي آيَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ وَإِمَّا يُنْسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ فَلَا تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرَى مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, Maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), Maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu).
Baca juga: Pengaruh Kesarjanaan Barat Terhadap Transformasi Kajian Akademik Al-Quran dan Tafsir di Indonesia
Sebab Nuzul Ayat
Wahbah Zuhayli dalam al-Tafsir al-Munir (7/246) menukil riwayat dari Imam At-Tabari yang menyatakan bahwa, jika orang-orang musyrik duduk bersama dengan orang-orang mukmin, maka mereka mencaci maki Rasul Saw dan Al-Qur’an. Kemudian Allah Swt menurunkan ayat ini yang memerintahkan supaya tidak duduk berdampingan dengan mereka, sampai mereka membicarakan permasalahan lain.
Dalam riwayat lain dari Ibnu Abbas dan Ibnu Sirrin mengatakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan orang – orang muslim yang menta’wil ayat ayat Al-Qur’an sesuai dengan hawa nafsunya untuk memperkuat argumentasi dan madzhabnya.
Baca juga: Tafsir Ahkam; Definisi dan Pernak-Perniknya
Penjelasan Surah al-An’am Ayat 68
Al-Sha’rawi dalam tafsirnya menghubungkan ayat ini dengan ayat sebelumnya lalu dengan menjadikannya sebagai pemberitahuan kepada Rasul saw. dan umatnya bahwa apa yang beliau sampaikan akan dilecehkan, dan beliau akan dituduh dengan aneka tuduhan (penyihir, penyair, dukun, pembohong dan lain sebagainya). Alhasil, beliau akan dimusuhi, karena itu Allah mengingatkan beliau dua hal pokok:
Pertama, bahwa pengikut-pengikut beliau saat ini (saat turunnya surah ini) masih dalam keadaan lemah, sehingga belum mampu menghadapi masyarakat Mekah yang merupakan musuh yang sangat gigih, dan karena itu beliau diperintahkan agar tidak membebani umat dengan beban yang berat.
Kedua, apabila beliau menemukan orang yang melecehkan agama, maka beliau tidak diperbolehkan untuk menjalin persahabatan dengan mereka, mendengarkan pelecehan mereka dan jangan sampai para sahabat beliau mendengarkan perkataan mereka.
Pendapat al-Sha’rawi ini sejalan dengan pendapat al-Biqa’i yang menyatakan bahwa ayat ini turun di Mekah ketika umat Islam masih dalam posisi lemah. Ketika itu tidak ada jalan lain yang dapat mereka tempuh kecuali menampakkan ketidaksetujuan dan penolakan dalam hati atas kelakuan mereka itu. Mengambil sikap keras (misalnya dengan menindak atau memboikot mereka) akan sangat fatal bagi kelangsungan hidup dan kesinambungan dakwah Islam.
Baca juga: Mengenal Syed Muhammad Naquib Al-Attas: Penggagas Epistemologi Tafsir Metalinguistik (1)
Imam al-Baghawi dalam kitab Ma’alim al-Tanzil Fi Tafsir al-Qur’an (3/155) menukil riwayat dari Ibnu Abbas bahwa pada saat ayat ini diturunkan, orang-orang mukmin bertanya kepada Rasul Saw. : “bagaimana kami dapat duduk (beribadah) dan tawaf di masjidil haram, sedangkan mereka (orang-orang musyrik) selalu mengejek ayat-ayat Allah ?”
Sedangkan dalam riwayat lain, orang-orang muslim berkata: “Sesungguhnya kami takut terhadap dosa ketika kami berpaling dari mereka dan tidak melarang mereka.” Kemudian Allah Swt menurunkan Q.S al-An’am (6) : 69 :
وَما عَلَى الَّذِينَ يَتَّقُونَ مِنْ حِسابِهِمْ مِنْ شَيْءٍ وَلكِنْ ذِكْرى لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
Orang-orang yang bertakwa tidak ada tanggung jawab sedikit pun atas (dosa-dosa) mereka; tetapi (berkewajiban) mengingatkan agar mereka (juga) bertakwa.
Ayat ini memberikan penjelasan bahwa, jika orang-orang mukmin berpaling dari mereka dan tidak duduk bersama para penghina Al-Qur’an, maka mereka (orang-orang mukmin) tidak menanggung dosa orang-orang yang melecehkan Al-Qur’an tersebut. Walaupun begitu, orang-orang mukmin itu harus mengingatkan mereka dengan peringatan yang menyentuh, barang kali mereka sadar dan mengakui kesalahan mereka.
Baca juga: Semua Manusia itu Sama, Lantas Kenapa Ada Kafaah dalam Pernikahan? Tafsir Surah Al-Hujurat Ayat 13
Hubungan Surah al-An’am (6) : 38 dengan al-Nisa’ (4) : 140
Pada saat umat Islam sudah dalam posisi kuat, mereka diminta untuk memutuskan hubungan sama sekali dengan para penghina al-Qur’an agar tidak serupa dengan mereka. Hal ini sebagaimana dalam surah al-Nisa>’ ayat 140 yang turun di Madinah :
وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتابِ أَنْ إِذا سَمِعْتُمْ آياتِ اللَّهِ يُكْفَرُ بِها وَيُسْتَهْزَأُ بِها فَلا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذاً مِثْلُهُمْ إِنَّ اللَّهَ جامِعُ الْمُنافِقِينَ وَالْكافِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعاً
Dan sungguh, Allah telah menurunkan (ketentuan) bagimu di dalam Kitab (Al-Qur’an) bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk bersama mereka, sebelum mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena (kalau tetap duduk dengan mereka), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sungguh, Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di neraka Jahanam.
Berdasarkan konteks turunnya ayat ini, beberapa ulama’ berpendapat bahwa ayat ini menasakh (mengganti) surah al-An’am (6) : 68 di atas. Saat ayat ini turun, umat Islam tidak hanya sekedar mengingkari perkataan orang-orang yang melecehkan Al-Qur’an dan berpaling dari mereka. Umat Islam diperbolehkan untuk memutuskan hubungan dengan mereka, atau bahkan melakukan boikot.
Menurut Rashid Rida dalam Tafsir al-Manar (7/422), ayat ini bertujuan untuk melarang siapapun melakukan interaksi dan duduk berdampingan dengan orang – orang yang dapat memicu munculnya permusuhan dan perpecahan, baik dari pihak muslim maupun nonmuslim. Allah juga menginformasikan kehancuran bagi siapapun yang selalu bermusuhan dalam hal agama.
Selain itu, ayat ini tidak memerintahkan kepada orang-orang mukmin agar mereka mencaci maki dan memerangi orang-orang yang melecehkan al-Qur’an. Perintah ayat ini hanya sebatas tidak menjalin hubungan dengan mereka dan menghindari duduk bersama mereka dalam satu majlis. Perintah ini bertujuan untuk menghindari konflik antar pemeluk agama yang berbeda.
Di sisi lain, dari ayat ini juga dipahami bahwa tidak ada larangan duduk, mendengar, berinteraksi dan bergaul dengan orang-orang kafir bila pembicaraan mereka bermanfaat. Menimba ilmu dari mana pun merupakan anjuran Rasul Saw.
(Wallahu A’lam).