BerandaTafsir TematikTafsir Surah Al-Fatihah Ayat 2: Mengulik Makna Hamdalah dan Mengamalkannya

Tafsir Surah Al-Fatihah Ayat 2: Mengulik Makna Hamdalah dan Mengamalkannya

Kalimat الحمد لله artinya segala jenis puji bagi Allah. Alif dan lam (ال) di awal lafaz ini berfungsi lil istigraq, maksudnya mencakup segala macam pujian. Itu sebabnya ayat ini selalu diterjemahkan dengan segala puji bagi Allah. Dalam Al-Quran, hamdalah merupakan Surah Al-Fatihah ayat 2.

Kalimat ini bentuknya kalimat berita, namun bertujuan untuk memerintahkan hambanya untuk memuji Allah ( خبرية لفظا إنشائية معنى). Hamdu (حمد) menurut Quraish Shihab adalah pujian yang ditujukan kepada yang dipuji atas sikap atau perbuatannya yang baik, walaupun ia tidak memberi sesuatu kepada yang memuji. Maka segala pujian sangat wajar ditujukan kepada Allah swt karena zat Nya memang terpuji. Bebeda jika kita memuji seseorang karena kebaikan yang pernah dia lakukan kepada kita, maka ungkapan yang kita jadikan sebagai pujian atas kebaikannya kepada kita disebut syukur. Maka ada hadis yang berbunyi:

من لم يشكر الناس لم يشكر الله

Siapa saja yang tidak bersyukur kepada manusia maka dia tidak bersyukur kepada Allah.

Kalimat رب العالمين adalah keterangan lebih lanjut tentang layaknya segala pujian hanya diperuntukkan kepada Allah. Betapa tidak, Dia adalah Rabb seluruh alam. Dengan penegasan bahwa Allah adalah Rabb seluruh alam maka kita sebagai makhluknya seharusnya merasa tenang, sebab makna rabb dalam kalimat ini bisa berarti bahwa Allah adalah pemilik (مالك) seluruh alam. Kita, manusia dan segalanya adalah milik Allah. Harta kita juga milik Allah. Kita punya hak pakai harta kita tapi kita tidak punya hak milik. Maka tidak selayaknya kita berbangga diri dengan apa yang Allah berikan kepada kita.

Baca juga: Tafsir Surat Hud Ayat 3: Raih Kebahagiaan dengan Beristighfar

Rabb juga bisa bermakna bahwa Allah sebagai pengatur (مدبر) seluruh alam. Manusia, jin, malaikat dan setan adalah bagian dari seluruh alam yang Allah adalah pengaturnya. Maka tidak perlu khawatir mengenai rizki dan sebagainya karena sudah ada Allah yang mengatur.

Allah swt berfirman:

 وَمَا تَسۡقُطُ مِن وَرَقَةٍ إِلَّا يَعۡلَمُهَا وَلَا حَبَّةٖ فِي ظُلُمَٰتِ ٱلۡأَرۡضِ وَلَا رَطۡبٖ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَٰبٖ مُّبِينٖ

Tidak ada sehelai daun pun yang gugur yang tidak diketahui-Nya. Tidak ada sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak pula sesuatu yang basah atau yang kering, yang tidak tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). (QS. Al-An’am: 59)

Jika hal-hal kecil seperti gugurnya daun dari pepohonan dan biji-bijian di dalam kegelapan tanah saja sudah diatur dan tertulis dalam lauhil mahfuz apalagi hal-hal yang lebih besar seperti nasib manusia termasuk rezekinya terlebih lagi jagat raya ini.

Lafaz العالمين adalah bentuk plural dari kata عالم (alam). Alam adalah كل موجود سوى الله  yaitu setiap eksistensi selain Allah. Kata alam (عالم) satu akar kata dengan علامة (tanda). Maka adanya alam ini menjadi tanda akan adanya sang pencipta yaitu Allah swt.

Baca juga: Tafsir Surah At-Taubah Ayat 36: Menanam Amalan di Bulan Rajab

Ayat ini mengajarkan bagaimana cara kita memuji dan berdoa kepada Allah. Sebagaimana al-Quran yang diawali dengan basmalah dan hamdalah dalam Al-Fatihah yang berisi doa, demikian juga kita berdoa hendaknya dengan cara demikian. Yaitu mengawalinya dengan basmalah dan hamdalah.

Lafaz الحمد لله juga kita gunakan untuk menutup doa, dalam ayat lain dikabarkan bahwa penutup doa para ahli surga itu adalah hamdalah. Allah berfirman:

 وَءَاخِرُ دَعۡوَىٰهُمۡ أَنِ ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ

Dan penutup doa mereka ialah, “Al-Hamdu lillahi Rabbil ‘alamin” (segala puji bagi Allah Tuhan seluruh alam). (QS. Yunus: 60)

Bahkan dalam surat as-Shaffat, Allah mencontohkan dengan menutup ayat tersebut dengan kalimat

 ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ

Redaksi yang paling utama menurut as-Suyuthi dalam berdoa adalah  الحمد لله رب العلمين karena inilah yang menjadi pembuka al-Quran dan akhir doa para ahli surga. Berbeda dengan anjuran dalam kitab ar-Raudlah yaitu menggunakan

الحمد لله حمدا يوافي نعمه ويكافي مزيده

Para mufasir mengutip beberapa hadis terkait keutamaan kalimat ini, diantaranya:

-لو أن الدنيا بحذافيرها في يد رجل من أمتي ثم قال الحمد لله لكان الحمد لله أفضل من ذلك. الحديث

Al-Qurthubi mengomentari hadis ini, bahwa ilham yang Allah berikan kepada hambanya untuk mengucap الحمد لله itu lebih besar dari nikmat dunia, karena pahalanya tidak akan lenyap dan kenikmatan duniawi itu tidak akan kekal.

Baca juga: Tafsir Surat Al-Anbiya’ Ayat 105: Manusia Sebagai Khalifah fil Ardh dan Makna Saleh Total

Dalam al-Adzkar, Imam Nawawi mengutip hadis

 كلُّ أمر ذي بالٍ لا يُبدَأُ بالحمد للَّهِ فَهوَ أقطعُ، وفي روايةٍ: بالحمدِ فَهوَ أقطعُ، وفي روايةٍ: كل كلامٍ لا يُبدَأُ فيهِ بالحمد للَّهِ فَهوَ أجذَمُ، وفي رواية: كلُّ أمرٍ ذي بالٍ لا يبدأُ فيهِ ببسمِ اللَّهِ الرَّحمنِ الرَّحيمِ فَهوَ أقطعُ

Setiap urusan penting yang tidak dimulai dengan hamdalah maka dia terputus, dalam riwayat lain: setiap ucapan yang tidak dimulai dengan hamdalah maka terputus, riwayat lain: setiap urusan penting yang tidak dimulai di dalamnya dengan basmalah maka dia terputus

Para ulama pun selalu mengutip hadis ini di awal kitabnya. Karena menurut mereka mengawali tulisannya dengan basmalah dan hamdalah sebagai cara mengambil barokah dari surat al-fatihah (تبركا بفاتحة الكتاب).

Intinya setiap sesuatu yang baik yg tidak diawali dengan basmalah dan hamdalah maka akan terputus barokahnya, ada yang mengatakan akan sedikit barokahnya. Maka hendaknya dalam setiap perbuatan atau pekerjaan kita yang ada kepentingan atau kebaikan di dalamnya (ذي بال) kita sertakan nama Allah minimal dengan memulai dengan basmalah dan hamdalah.

Wallahu a’lam.

Maksum H Hubaeib
Maksum H Hubaeib
Mahasiswa Sekolah Tinggi Kulliyatul Quran Depok, Minat Kajian Ilmu Al-Quran dan Tafsir
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...