BerandaTafsir TahliliTafsir Surah al-Hijr Ayat 20-21

Tafsir Surah al-Hijr Ayat 20-21

Tafsir Surah al-Hijr Ayat 20-21 masih berbicara tentang kekuasaan Allah di bumi. Sama halnya dengan di langit, di bumi pun Allah-lah yang menjaga segala ciptaan-Nya. Ia yang memberi rezeki kepada setiap mahluk baik tumbuhan dan hewan, demi membahagiakan manusia supaya bisa memberikan nafkah kepada keluarganya.


Baca Sebelumnya : Tafsir Surah al-Hijr Ayat 17-19


Tafsir Surah al-Hijr Ayat 20-21 juga ditegaskan bahwa segala SDA dan SDM yang ada di bumi merupakan ciptaan Allah dan berada dalam kekuasaan-Nya. Keduanya saling terpaut sehingga manusia harus berusaha dan berkerja keras untuk mengolah SDA tersebut.

Selain itu tafsir surah al-Hijr Ayat 20-21 juga mengingatkan manusia sebagai khalifah fi al-Ardh agar selalu berdoa dan bertaubah, meminta ampun kepada-Nya jika terdapat kekeliruan saat menjalani tugas sebagai khalifah. Untuk itu, manusia harus adil, jujur, dan amanah dalam menjalankan tugas tersebut.

Ayat 20

Ayat ini menerangkan anugerah Allah swt yang tidak terhingga kepada manusia, yaitu Dia telah menciptakan bermacam-macam keperluan hidup bagi manusia. Dia telah menciptakan tanah yang subur yang dapat ditanami dengan tanam-tanaman yang berguna dan merupakan kebutuhan pokok baginya.

Dia menciptakan air yang dapat diminum dan menghidupkan tanam-tanaman. Dia juga menciptakan burung yang beterbangan di angkasa yang dapat ditangkap dan dijadikan makanan yang enak dan lezat.

Diciptakan-Nya laut yang di dalamnya hidup bermacam-macam jenis ikan yang dapat dimakan serta mutiara dan barang tambang yang diperlukan oleh manusia dan menjadi sumber mata pencaharian. Laut yang luas dapat dilayari manusia menuju segenap penjuru dunia. Dialah yang menciptakan segala macam sumber kesenangan bagi manusia itu.

Allah swt menciptakan pula binatang-binatang dan makhluk hidup yang lain yang rezekinya dijamin Allah. Allah telah memudahkan pula bagi manusia segala sumber kebutuhan hidup, yang bisa diolah menjadi pakaian, makanan, obat-obatan, dan sebagainya.

Allah menjadikan pula di bumi anak dan cucu sebagai penghibur dan penerus kehidupan manusia. Sebagian manusia menjadi pelayan atau pembantu, dan sebagian lainnya menjadi tuan atau atasan. Allah juga menciptakan binatang peliharaan dan kesenangan.

Ayat ini merupakan peringatan bagi manusia bahwa anak-anak, pembantu-pembantu, dan binatang ternak dijamin Allah rezekinya.


Baca Juga: Makna Khalifah dan Tugasnya Menurut Para Mufasir


Ayat 21

Ayat ini menerangkan bahwa sumber segala sesuatu yang ada di alam ini adalah ciptaan Allah. Semua berasal dari khazanah atau simpanan perbendaharaan Allah, baik yang berupa sumber daya alam (SDA) maupun sumber daya manusia (SDM).

Semua yang ada di atas bumi maupun di dalam perutnya diciptakan Allah untuk manusia. Manusia diberi tugas oleh Allah untuk mengelola, mengambil manfaat, dan memeliharanya. Hal ini ditegaskan Allah dalam Surah Hud/11 ayat 61:

هُوَ اَنْشَاَكُمْ مِّنَ الْاَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيْهَا فَاسْتَغْفِرُوْهُ ثُمَّ تُوْبُوْٓا اِلَيْهِ ۗاِنَّ رَبِّيْ قَرِيْبٌ مُّجِيْبٌ

…Dia telah menciptakanmu dari bumi (tanah) dan menjadikanmu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan kepada-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku sangat dekat (rahmat-Nya) dan memperkenankan (do’a hamba-Nya). (Hud/11: 61).

Untuk dapat mengambil manfaat yang besar dari sumber daya alam (SDA) yang tersedia, manusia perlu mengembangkan kemampuan dan keterampilan sumber daya manusia (SDM)-nya dengan menguasai berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kemudian untuk betul-betul dapat menggali sumber daya alam itu perlu modal. Dengan kombinasi atau gabungan antara natural resources, yaitu sumber daya alam, skill  atau keterampilan manusia, serta modal yang cukup, manusia dapat meraih rezeki dari Allah untuk kemakmuran dan kesejahteraan hidupnya.

Hal ini sesuai dengan sunatullah yaitu orang yang diberi rezeki hanyalah yang berusaha dan bekerja keras mencarinya.

Berusaha dan bekerja keras untuk memperoleh rezeki dari khazanah perbendaharaan Allah ini juga harus disertai tanggung jawab untuk memelihara (konservasi) kekayaan dan sumber daya alam, dan tidak merusak serta menghancurkannya.

Oleh karena itu, pada akhir ayat 61 Surah Hud, Allah mengingatkan manusia supaya selalu mohon ampunan dan bertobat kepada Allah, serta menghentikan perbuatan-perbuatan yang merusak tatanan alam yang telah ditentukan dalam sunatullah. Hal ini dapat diketahui dari pemahaman ilmu pengetahuan dan teknologi.

Manusia yang baik menurut tuntunan agama Islam ialah yang dapat melaksanakan tugas dengan baik dalam ibadah dan khilafah (melaksanakan tugas kepemimpinan dan pengelolaan alam yang baik).

Dia memperoleh rezeki dengan bekerja dan berusaha secara baik dan sungguh-sungguh, bukan merusak dan menjadi beban bagi orang lain.

Hadis Nabi saw yang diriwayatkan oleh al-Hakim telah memberi tuntunan, antara lain:

عَنْ رِفَاعَةَ بْنِ رَافِعٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ: أَيُّ الْكَسْبِ أَطْيَبُ؟ قَالَ عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ يَبْعٍ مَبْرُوْرٍ. (رواه الحاكم)

Dari Rifa’ah bin Rafi’ bahwa Nabi saw ditanya orang, “Usaha manakah yang paling baik?” Rasulullah berkata, “Usaha seseorang yang dikerjakan dengan tangannya dan semua jual beli yang mabrur (jual beli yang bersih tidak ada di dalamnya unsur-unsur tipuan, pemaksaan, dan sebagainya).” (Riwayat al-Hakim).

Menurut hadis ini, rezeki yang baik ialah hasil kerja atau usaha yang baik dari orang itu sendiri (bukan pemberian orang lain), dan hasil dari jual beli yang mabrur. Yang  dimaksud dengan jual beli yang mabrur ialah jual beli yang dilakukan secara wajar, saling rela antara penjual dan pembeli, tanpa paksaan dan tidak ada kebohongan. Firman Allah:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ ۗ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu. (an-Nisa’/4: 29).

Menikmati rezeki dari usaha dan keringat sendiri atau hasil dari jual beli adalah cara terhormat sebagai manusia muslim, bukan karena pemberian dan belas kasihan orang lain dan bukan pula karena usaha yang dilarang agama, seperti mengambil hak, atau jual beli dengan memaksa atau tipu muslihat.

Allah Mahaadil dan Mahabijaksana dalam memberikan rezeki kepada para hamba-Nya. Maksudnya ialah memberikan dengan ukuran tertentu, sesuai dengan kebutuhan, keadaan, kemampuan, dan usaha orang tersebut. Dengan demikian, dalam pemberian rezeki tersebut tergambar kasih sayang Allah kepada para hamba-Nya. Allah swt berfirman:

قُلْ لِّمَنْ مَّا فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ  قُلْ لِّلّٰهِ ۗ كَتَبَ عَلٰى نَفْسِهِ الرَّحْمَةَ ۗ

Katakanlah (Muhammad), ”Milik siapakah apa yang di langit dan di bumi?” Katakanlah, ”Milik Allah.” Dia telah menetapkan (sifat) kasih sayang pada diri-Nya. (al-An’am/6: 12).

Penganugerahan karunia dan nikmat Allah kepada para hamba-Nya itu disebutkan dalam Al-Qur’an dengan perkataan anzala (menurunkan), sebagaimana tersebut dalam firman-Nya yang lain:

وَاَنْزَلَ لَكُمْ مِّنَ الْاَنْعَامِ ثَمٰنِيَةَ اَزْوَاجٍ ۗ

…Dan Dia menurunkan delapan pasang hewan ternak untukmu… (az-Zumar/39: 6).

Dan firman Allah swt:

وَاَنْزَلْنَا الْحَدِيْدَ فِيْهِ بَأْسٌ شَدِيْدٌ وَّمَنَافِعُ لِلنَّاسِ

…. Dan Kami menciptakan besi yang mempunyai kekuatan hebat dan banyak manfaat bagi manusia…. (al-Hadid/57: 25).

Sesuatu dikatakan turun apabila ia berpindah dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah, baik dalam arti yang sebenarnya maupun dalam arti kiasan.

Oleh karenanya, dari ayat ini dapat dipahami bahwa nikmat dan karunia itu berasal dari Allah Yang Mahatinggi lagi Mahakaya, dianugerahkan kepada makhluk yang lebih rendah daripada-Nya. Semua makhluk tergantung seluruh hidup dan kelanjutan kehidupannya kepada nikmat dan karunia Allah.

Dengan demikian, merupakan suatu kewajiban bagi setiap makhluk mensyukuri nikmat dan karunia Allah dengan menghambakan diri kepada-Nya.

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya : Tafsir Surah Al Hijr Ayat 22-23


Redaksi
Redaksihttp://tafsiralquran.id
Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

tafsir surah al-An'am ayat 116 dan standar kebenaran

Tafsir Surah Al-An’am Ayat 116 dan Standar Kebenaran

0
Mayoritas sering kali dianggap sebagai standar kebenaran dalam banyak aspek kehidupan. Namun, dalam konteks keagamaan, hal ini tidak selalu berlaku. Surah al-An'am ayat 116...