Usai menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Allah di langit dan bumi. Tafsir Surah al-Hijr Ayat 23-24 kemudian menerangkan tentang kekuasaan Allah yang lain yakni menghidup dan mematikan apa saja yang ada di bumi, termasuk manusia. Dan Allah pula-lah yang mewarisi apa yang ditinggalkan oleh manusia. Lebih jauh, Allah mengetahui dan mengatur kejadian yang akan datang dan yang telah lampau.
Baca Sebelumnya : Tafsir Surah al-Hijr Ayat 22 (Part 2)
Ayat 23
Pada ayat ini, Allah menegaskan bahwa Dialah yang menghidupkan manusia jika Ia menghendaki, dan Dia pula yang mematikannya jika Dia menghendaki.
Selanjutnya, sebagaimana dijelaskan Ibnu Jarir at-Thabari dalam tafsirnya, jika semua yang hidup ini telah mati, maka di saat itu hanya Allah sajalah yang hidup, karena hanya Dia sajalah yang kekal. Kemudian Allah membangkitkan manusia kembali untuk ditimbang dan dihitung amal perbuatannya, sebagaimana firman Allah swt:
لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ يُحْيٖ وَيُمِيْتُ ۗرَبُّكُمْ وَرَبُّ اٰبَاۤىِٕكُمُ الْاَوَّلِيْنَ
Tidak ada tuhan selain Dia, Dia yang menghidupkan dan mematikan. (Dialah) Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu dahulu. (ad-Dukhan/44: 8)
Ayat 23 ini diakhiri dengan ungkapan wa nahnul-waritsun (dan Kami pulalah yang mewarisi). Al-Qāsimi dalam tafsirnya Mahasin at-Ta’wil menjelaskan bahwa Kami (pulalah) yang mewarisi, maksudnya ialah Kamilah yang masih ada dan menerima atau memiliki semua yang telah ditinggalkan manusia yang telah mati. Istilah waris ini juga digunakan Nabi dalam doanya:
وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا (رواه الترمذي عن ابن عمر)
Dan jadikanlah dia pewaris dari kita. (Riwayat at-Tirmizi dari Ibnu Umar)
Baca Juga: Mengenal Kitab Asas al-Ta’wil: Kitab Tafsir Yang Disusun Berdasarkan Teologi al-Sab’iyah
Ayat 24
Dalam suatu riwayat yang disampaikan oleh at-Tirmizi dan al-Hakim dari Ibnu ‘Abbas diterangkan bahwa ayat ini diturunkan berhubungan dengan wanita cantik yang salat mengikuti Nabi saw.
Oleh karena itu, sebagian sahabat yang ingin salat mengikuti Nabi saw maju ke saf pertama agar tidak dapat melihat wanita itu. Mereka khawatir dengan melihat muka wanita itu salat menjadi batal.
Sedang sebagian sahabat yang lain mundur ke bagian belakang dengan harapan dapat melihat muka wanita itu di waktu rukuk melalui ketiak mereka. Maka turun ayat ini mencela perbuatan sahabat itu.
Allah swt mengetahui maksud para sahabat yang maju ke saf pertama dan maksud para sahabat yang mundur ke saf belakang.
Hal ini menunjukkan bahwa para sahabat Nabi sebagai manusia ada yang sangat baik, sangat memelihara salat mereka supaya tidak melihat wanita cantik karena khawatir dapat membatalkan salat.
Akan tetapi, ada yang justru ingin melihat wanita cantik itu. Hal ini adalah wajar dan bersifat manusiawi, serta belum sampai pada perbuatan dosa yang melanggar agama.
Sekalipun ayat ini diturunkan dengan peristiwa di atas, tetapi meliputi juga pengetahuan Allah swt terhadap segala yang tersirat dan tergores di dalam hati seseorang.
Berdasarkan sabab nuzul ini, maka Ibnu ‘Abbas mengartikan al-mustaqdimun wal-musta’khirun sebagai keutamaan salat pada saf terdepan dibandingkan dengan salat pada saf paling belakang.
Sebagian ulama mengartikannya dengan pengetahuan terhadap manusia yang diciptakan lebih dulu, manusia sekarang, dan manusia yang diciptakan belakangan.
Arti lain dari al-mustaqdimun wal-musta’khirun adalah Allah mengetahui masa lampau dan masa mendatang manusia. Ada pula ulama yang mengartikan al-mustaqdimun sebagai orang-orang yang bersegera melakukan kebaikan, dan al-musta’khirun dengan arti sebaliknya.
Pada ayat ini, Allah swt menegaskan bahwa Dialah yang Mahakuasa mengetahui semua yang terdahulu beserta peristiwa yang telah terjadi dari yang paling besar sampai yang paling kecil. Dia mengetahui apa yang ada sekarang ini, dan mengetahui apa yang terjadi pada masa yang akan datang, tidak satu pun kejadian yang tidak diketahui-Nya.
(Tafsir Kemenag)
Baca Setelahnya : Tafsir Surah Al Hijr Ayat 25-27