BerandaTafsir TahliliTafsir Surah an-Naba’ Ayat 13-20

Tafsir Surah an-Naba’ Ayat 13-20

Tafsir Surah an-Naba’ Ayat 13-20 ini masih membahas tentang berbagai macam kekuasaan Allah swt agar dijadikan pelajaran bagi manusia. Pada pembahasan sebelumnya telah disebutkan sekitar tujuh contoh kekuasaan Allah. Kali ini akan melanjutkan contoh kedelapan hingga ke sembilan.


Baca sebelumnya: Tafsir Surah an-Naba’ Ayat 6-12


Pada Tafsir Surah an-Naba’ Ayat 13-20 ini juga membicarakan mengenai hari kebangkitan. Diawali dengan tiupan sang kakala. Bumi hancur lebur. Gunung-gunung berhamburan lalu manusia bangkit dan digiring ke padang mahsyar. Pada hari itu langit-langit terbuka dan memisahkan manusia antara yang baik dan buruk.

Ayat 13

Kedelapan, Allah menjadikan matahari sebagai pelita yang terang benderang, menyebarkan cahaya dan panasnya ke seluruh angkasa.

Allah telah menjadikan matahari yang sinarnya mengandung obat untuk membunuh kuman-kuman dan mengusir penyakit-penyakit yang dapat mengganggu makhluk yang hidup seandainya tidak cukup mendapat sinar.

Ayat 14-16

Kesembilan, Allah menurunkan dari awan air hujan yang banyak dan memberi manfaat, terutama untuk menumbuhkan tumbuh-tumbuhan yang berguna bagi manusia dan binatang.

Hal itu bertujuan agar dapat menumbuhkan biji-bijian seperti gandum, sayur, padi, dan tumbuh-tumbuhan untuk bahan makanan manusia dan hewan ternak. Demikian pula kebun-kebun dan taman-taman yang lebat dengan daun-daunnya yang rimbun.

Dalam ayat ini, Allah menyebut bermacam-macam tanaman yang tumbuh di bumi, di antaranya ada yang mempunyai batang dan ada yang tidak.

Ada yang menghasilkan buah-buahan dan ada pula yang menghasilkan biji-bijian seperti gandum, padi, dan lain-lain untuk makanan manusia. Ada pula tanaman-tanaman untuk makanan binatang ternak. Semuanya itu merupakan makanan-makanan pokok dan tambahan bagi manusia.


Baca juga: Keistimewaan Pohon Kurma (Nakhl) yang Disebutkan dalam Al-Qur’an


Ayat 17

Dalam ayat ini, Allah menerangkan bahwa hari kebangkitan itu pasti terjadi pada waktu yang telah ditetapkan. Pada hari itu diputuskan siksa yang akan diterima orang yang kafir di dalam neraka dan pahala yang akan diterima orang-orang mukmin di dalam surga, baik orang-orang terdahulu, sekarang, maupun yang kemudian. Di sana akan sangat jauh beda nasib dan kehidupan mereka sesuai dengan derajat amal perbuatan mereka ketika di dunia.

Allah telah menjadikan hari itu sebagai batas antara dunia dan akhirat, tempat seluruh makhluk akan dihimpun di Padang Mahsyar agar masing-masing dapat melihat dan menyaksikan apa yang telah mereka perbuat selama hidup di dunia, sehingga orang yang berbuat kebajikan akan menerima pahalanya dan orang yang berbuat kejahatan akan menerima siksaan. Kemudian Allah menerangkan tanda-tanda hari itu dan kedahsyatannya dengan firman-Nya dalam ayat berikut ini.

Ayat 18

Pada hari Kiamat itu, ditiup sangkakala yang kedua oleh malaikat Israfil yang menyebabkan seluruh makhluk akan dibangkitkan kembali, bangkit dari kuburnya masing-masing dan berkumpul di Padang Mahsyar. Tiap-tiap umat dipimpin oleh rasulnya, sehingga datang berkelompok-kelompok seperti dalam firman Allah.

يَوْمَ نَدْعُوْا كُلَّ اُنَاسٍۢ بِاِمَامِهِمْ

(Ingatlah), pada hari (ketika) Kami panggil setiap umat dengan pemimpinnya. (al-Isra’/17: 71)

Ayat 19

Dalam ayat ini, Allah menerangkan bahwa pada hari keputusan itu langit terbuka dan mempunyai pintu-pintu yang memisahkan satu bagian dengan bagian yang lain. Maksudnya langit itu terbelah-belah sehingga mempunyai celah-celah seakan-akan terbuka dan mempunyai pintu-pintu. Hal ini dijelaskan oleh firman Allah yang lain:

اِذَا السَّمَاۤءُ انْشَقَّتْۙ   ١

Apabila langit terbelah. (al-Insyiqaq/84: 1)

Hal demikian terjadi karena muncul perubahan besar dalam susunan planet-planet di alam raya, yang menyebabkan perubahan dalam daya tarik dan perjalanan orbitnya. Kejadian itu menjurus ke arah kehancuran alam raya, dan juga kehancuran alam dunia.

Ayat 20

Dalam ayat ini dijelaskan bawah gunung-gunung pada hari itu tidak lagi seperti sediakala, tetapi akan diguncang sehingga hancur lebur seperti kabut yang dari jauh kelihatan seperti bayangan air. Akan tetapi jika didekati, ternyata tidak ada apa-apa karena bagian-bagiannya telah terpecah belah, dihancurkan, dan beterbangan ke mana-mana.

Firman Allah dalam hal ini:

وَّحُمِلَتِ الْاَرْضُ وَالْجِبَالُ فَدُكَّتَا دَكَّةً وَّاحِدَةًۙ  ١٤

Dan diangkatlah bumi dan gunung-gunung, lalu dibenturkan keduanya sekali benturan. (al-Haqqah/69: 14)

Kemudian dalam ayat yang lain Allah berfirman:

وَّبُسَّتِ الْجِبَالُ بَسًّاۙ    ٥  فَكَانَتْ هَبَاۤءً مُّنْۢبَثًّاۙ   ٦

Dan gunung-gunung dihancurluluhkan sehancur-hancurnya, maka jadilah ia debu yang beterbangan. (al-Waqi’ah/56: 5-6)

Kemudian gunung-gunung itu akan dihancurleburkan seperti debu yang beterbangan seperti dijelaskan dalam firman Allah:

وَتَكُوْنُ الْجِبَالُ كَالْعِهْنِ الْمَنْفُوْشِۗ  ٥

Dan gunung-gunung seperti bulu yang dihambur-hamburkan. (al-Qari’ah/101: 5)

Ayat 17-20 dari Surah an-Naba’/78 di atas tampaknya berbicara mengenai terjadinya kiamat. Pada ayat yang dibahas, ada penggambaran mengenai tiupan sangkakala.

Ada ayat lain yang juga menggunakan kata sangkakala atau trompet dalam menggambarkan kiamat, seperti Surah an-Nazi’at/79: 6-9, “(Sungguh, kamu akan dibangkitkan) pada hari ketika tiupan pertama mengguncangkan alam, (tiupan pertama) itu diiringi dengan tiupan kedua.  Hati manusia pada waktu itu merasa sangat takut, pandangannya tunduk.”

Keempat ayat di atas membahas tentang apa yang akan terjadi saat terjadinya hari kiamat. Salah satu kejadian pada hari itu adalah gempa bumi yang sangat dahsyat. Pada ayat 6-9 Surah an-Nazi’at/79, peristiwa gempa, mungkin saja bumi, digambarkan dengan kata “tiupan”.

Apabila kita perhatikan ayat 6 dan 7 dari Surah an-Nazi’at/79 di atas tampak adanya kemiripan dalam gambaran tentang hari kiamat. Namun ada dua pendapat mengenai penggambarannya.


Baca juga: Tafsir Surat Yasin Ayat 33-35: Tanda-Tanda Kekuasaan Allah Swt di Muka Bumi


Di satu pihak, para ulama menginterpretasikan kata ar-rajifah sebagai bunyi trompet yang pertama, dan ar-radifah adalah tiupan trompet yang kedua.  Di pihak lain, ar-rajifah dinyatakan sebagai bumi, dan ar-radifah sebagai saat terjadinya pengadilan.

Ada juga yang menginterpretasikan ar-rajifah sebagai kekacauan dari unsur-unsur bumi, sedangkan ar-radifah adalah gempa buminya. Tampaknya pendapat terakhir yang lebih realistis. Tidak ada beda antara kekacauan unsur-unsur bumi dan gempa bumi.

Akan tetapi tampaknya ada pendapat lain yang lebih masuk akal.  Mungkin kedua kata yang coba diinterpretasikan oleh banyak ulama sebenarnya menunjukkan adanya gempa utama dan gempa susulan, seperti dapat dilihat pada terjemahan dan tafsir ayat 6 dan 7 Surah an-Nzi’at/79 dalam Tafsir Al-Misbah, “Pada hari ketika berguncang-guncangan yang dahsyat, diikuti oleh yang mengiringi(nya).”

Sebelum terjadinya gempa utama (main shock), beberapa gempa kecil (fore shock) akan mengawalinya. Setelah gempa utama terjadi maka diikuti oleh  gempa susulan (after shocks) yang kekuatannya lebih kecil dan jumlahnya banyak sekali. Lambat laun gempa susulan ini menurun baik jumlah maupun kekuatannya.

Perlu diketahui bahwa gempa awal sulit diidentifikasi. Umumnya gempa utama langsung datang, dan memorak-porandakan segalanya tanpa memperlihatkan adanya gempa awal.

Sebagai gambaran adalah gempa Aceh yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 dengan magnitudo Mw=9,3 datang tanpa gempa awal. Gempa yang mematahkan dasar laut sepanjang hampir 1000 km ini menimbulkan tsunami dan menghancurkan wilayah yang berada di sekitar Lautan Hindia.

Gempa Aceh ini kemudian memicu gempa Nias dengan kekuatan sangat besar pula, yakni Mw=8,7. Jadi, pada hakikatnya gempa Nias bukan gempa susulan melainkan gempa yang dipicu oleh gempa besar yang pertama. Baik gempa Aceh maupun gempa Nias diikuti gempa susulan masing-masing.

Dengan gambaran tersebut, gempa bumi yang datang pada hari kiamat akan jauh lebih dahsyat dan mampu memicu gempa-gempa yang sama dahsyatnya sehingga bumi hancur lebur.


Baca setelahnya: Tafsir Surah an-Naba’ Ayat 21-30


(Tafsir Kemenag)

Redaksi
Redaksihttp://tafsiralquran.id
Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Mengenal Aquran dan Terjemahnya dalam Bahasa Banjar: Metode dan Perkembangannya

0
Kini, penerjemahan Alquran tidak hanya ditujukan untuk masyarakat Muslim secara nasional, melainkan juga secara lokal salah satunya yakni Alquran dan Terjemahnya dalam Bahasa Banjar....