BerandaTafsir TahliliTafsir Surah As-Shaffat Ayat 29-36

Tafsir Surah As-Shaffat Ayat 29-36

Sebelumnya telah dijelaskan bagaimana kondisi ketika hari Kebangkitan tiba, dan Tafsir Surah As-Shaffat Ayat 29-36 akan mengurai bagaimana perdebatan antara pemimpin dan pengikutnya yang menjadikan berhala sebagai sesembahan. Dikisahkan bahwa keduanya saling melempar tanggungjawab dari kesalahan yang pernah dilakukan, meski demikian dihadapan peradilan Allah, tidak ada sesuatu yang bisa disembunyikan, dan dihadapan-Nya pula semua manusia tidak berdaya.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah As-Shaffat Ayat 22-28


Ayat 29-30

Kemudian Allah menerangkan penolakan pemimpin mereka terhadap tuduhan tersebut.

Para pemimpin itu menyatakan bahwa mereka tidak menyesatkan orang itu. Para pengikut sendirilah yang karena tabiatnya, menjadi kafir dan melakukan perbuatan syirik dan maksiat.

Mereka mempersekutukan Allah dengan berhala dan patung dan berbuat macam-macam dosa yang menjadikan hatinya tertutup sehingga tidak lagi mengetahui jalan yang benar lagi baik.

Selanjutnya pemimpin-pemimpin itu membantah bahwa mereka memiliki kekuasaan atas pengikut-pengikutnya itu, menyesatkan dan mengkafirkannya serta tidak pernah menghalangi mereka menentukan pilihan, mana perbuatan yang buruk dan mana perbuatan yang baik.

Tetapi kecenderungan pengikut-pengikut itu sendiri yang menyebabkan mereka berbuat kekafiran dan kemaksiatan.

Ayat 31-32

Pada hari Kiamat penyembah-penyembah berhala itu mengakui bahwa mereka dulunya bersikap melampaui batas karena pembawaan dan tabiat mereka sendiri yang cenderung kepada kekafiran dan kejahatan. Maka sepatutnyalah bilamana pada hari Kiamat itu mereka menerima hukuman dari Allah.

Balasan baik atau buruk terhadap suatu perbuatan adalah akibat yang wajar, karena perbuatan itu dilakukan dengan penuh kesadaran.

Maka masing-masing orang tidaklah perlu menyalahkan orang lain, kecuali kepada dirinya sendiri. Tidaklah wajar bila satu golongan lain saling menyalahkan. Masing-masing seharusnya menerima balasan atas perbuatannya.

Mereka yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya mendapat pahala dunia dan akhirat, dan mereka yang sesat akan masuk neraka.

Demikian janji Tuhan yang disampaikan kepada manusia melalui rasul-rasul-Nya. Penyembah-penyembah berhala teman-teman setan mengetahui janji Tuhan itu namun mereka berpaling juga dari kebaikan dan ketaatan.

Golongan pemimpin-pemimpin pada waktu itu menyatakan bahwa merekalah yang menyesatkan pengikut-pengikutnya itu.

Mereka berbuat demikian karena keinginan mereka agar pengikut-pengikut itu mengikuti jejak mereka.

Namun sesungguhnya tabiat dan usaha-usaha pengikut-pengikut itu sendirilah yang menyebabkan mereka berbuat kekafiran dan durhaka sehingga dengan demikian mereka menderita azab seperti diperingatkan sebelumnya oleh para rasul.


Baca Juga : Reinterpretasi Kepemimpinan dalam Surah Al-Nisa Ayat 34


Ayat 33-34

Pada ayat ini Allah menegaskan bahwa azab ditimpakan kepada pemimpin-pemimpin dan pengikut-pengikutnya.

Kedua golongan itu saling menuduh dan melempar tanggung jawab, namun mereka sama-sama dalam kesesatan. Yang menyesatkan tentulah menerima hukuman lebih berat.

Mereka tidak hanya menanggung beban mereka sendiri, tetapi juga harus menanggung beban orang-orang yang mereka sesatkan.

Hukuman yang dijatuhkan Tuhan kepada kaum musyrikin itu sesuai dengan keadilan Tuhan terhadap hamba-hamba-Nya.

Semua orang yang berdosa akan mendapat hukuman sesuai dengan kejahatannya. Demikian pula orang yang berbuat kebaikan akan diberi balasan sesuai dengan kebaikannya.

Ayat 35-36

Kemudian Allah menguraikan sebagian penyebab hukuman yang ditimpakan kepada orang-orang yang berdosa itu.

Sewaktu di dunia mereka menolak ajaran tauhid ketika disampaikan kepada mereka dan berpaling tidak mau mendengarkan bacaan kalimat tauhid “La ilaha illallah” yang artinya, “tidak ada Tuhan yang patut disembah kecuali Allah”.

Alasan penolakan mereka ialah kemustahilan bagi mereka meninggalkan sembahan-sembahan nenek moyangnya.

Mereka mewarisi tradisi penyembahan berhala dan patung secara turun-temurun. Menurut mereka hal itu suatu kebenaran yang terus-menerus harus dipegang.

Keyakinan itu tidak akan ditinggalkan hanya untuk mendengarkan perkataan seseorang penyair gila yang tidak patut didengarkan pembicaraannya dan tidak perlu pula didengar ajaran-ajarannya. Perkataan Nabi menurut mereka penuh dengan khayalan.

Pernyataan orang kafir yang diucapkan di hadapan Nabi sewaktu hidup di dunia dengan penuh kesombongan, menunjukkan bahwa mereka mengingkari keesaan Allah, dan mengingkari kerasulan Muhammad saw.

Keingkaran pertama ialah penolakan dengan sombong mendengarkan ajaran tauhid dan keingkaran kedua, pernyataan ketidakmungkinan meninggalkan sembahan-sembahan itu untuk mematuhi Rasul yang dituduhnya seorang yang gila.

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya : Tafsir Surah As-Shaffat  37-42


Redaksi
Redaksihttp://tafsiralquran.id
Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Literasi sebagai Fondasi Kemajuan Bangsa Perspektif Alquran

Literasi sebagai Fondasi Kemajuan Bangsa Perspektif Alquran

0
Dapat kita saksikan di berbagai negara, khususnya Indonesia, pembangunan infrastruktur seringkali diposisikan sebagai prioritas utama. Sementara pembangunan kualitas Sumber Daya Manusia seringkali acuh tak...