BerandaTafsir TahliliTafsir Surah Asy-Syu’ara Ayat 1-4

Tafsir Surah Asy-Syu’ara Ayat 1-4

Tafsir Surah Asy-Syu’ara Ayat 1-4 berbicara mengenai tiga hal. Pertama mengenai keterangan tentang yang benar dan yang salah. Kedua berbicara mengenai kecintaan Nabi Muhammad kepada kaumnya. Ketiga mengenai kehendak Allah atas keimanan semua manusia.


Baca sebelumnya: Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 75-77


Ayat 1

Lihat keterangan ayat ini pada jilid I yang menerangkan tentang fawatihus-suwar (al-Baqarah/2: 1).

Ayat 2

Pada ayat ini, Allah menerangkan bahwa ayat-ayat Al-Qur’an ini menerangkan yang benar dan salah, yang baik dan buruk dengan jelas dan mudah dipahami, sebagai pedoman bagi manusia dalam kehidupan duniawi dan ukhrawi.

Dengan mengamalkan isi dan kandungan ayat-ayat itu, manusia pasti akan mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Hal ini diyakini benar oleh Nabi Muhammad saw dan para sahabatnya yang telah beriman.

Akan tetapi, orang kafir Mekah selalu menolak ajaran-ajaran itu dan memperolok-olokkan bila Nabi Muhammad menyeru mereka untuk beriman. Bahkan mereka mencemooh, menghina, dan menuduhnya dengan berbagai macam tuduhan, seperti menyatakan bahwa Muhammad saw gila atau seorang yang kena sihir atau seorang penyair.


Baca juga: Kuffar dalam Al-Quran Tidak Selalu Bermakna Orang-Orang Kafir, Lalu…


Ayat 3

Nabi Muhammad adalah seorang yang cinta kepada kaumnya dan selalu mengharapkan supaya mereka beriman semuanya. Dia yakin dengan memeluk Islam, mereka pasti akan bahagia dan selamat dari malapetaka yang biasa diturunkan Allah kepada orang-orang yang kafir dahulu.

Hampir saja beliau berputus asa karena setelah sekian lama beliau menyeru mereka dengan mengemukakan alasan-alasan dan hujah-hujah yang kuat yang tidak bisa dibantah, mereka tetap membangkang dan menghinakannya.

Sungguh amat tragis dan menyedihkan sekali bagi seorang pemuka agama yang cinta kepada umatnya dan berusaha untuk keselamatan dan kebahagiaan mereka, tetapi selalu dicemoohkan oleh kaumnya.

Pada ayat ini, Allah menegur Nabi Muhammad yang sedang berada dalam puncak kesedihan dan duka-cita dengan mengatakan apakah Nabi akan membinasakan diri hanya karena kaumnya tidak mau menerima petunjuk dan ajaran yang benar?

Seakan-akan Allah memberikan teguran kepadanya, mengapa Nabi terlalu berharap agar kaumnya beriman semuanya? Padahal kewajibannya yang utama hanyalah menyampaikan risalah Allah sebagai tersebut dalam firman-Nya:

ۚفَهَلْ عَلَى الرُّسُلِ اِلَّا الْبَلٰغُ الْمُبِيْنُ;

Bukankah kewajiban para rasul hanya menyampaikan (amanat Allah) dengan jelas. (an-Nahl/16: 35)

Sebenarnya dengan teguran ini Allah melarangnya berbuat demikian seperti tersebut dalam firman-Nya pada surah yang lain:

فَاِنَّ اللّٰهَ يُضِلُّ مَنْ يَّشَاۤءُ وَيَهْدِيْ مَنْ يَّشَاۤءُۖ فَلَا تَذْهَبْ نَفْسُكَ عَلَيْهِمْ حَسَرٰتٍۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ ۢبِمَا يَصْنَعُوْنَ   ;

Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Maka jangan engkau (Muhammad) biarkan dirimu binasa karena kesedihan terhadap mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. (Fatir/35: 8)

Ayat 4

Pada ayat ini diterangkan bahwa jika Allah hendak memaksa mereka supaya beriman, hal itu amat mudah bagi-Nya. Namun demikian, Allah hendak memberlakukan sunah-Nya kepada kaum Quraisy bahwa beriman itu bukanlah dengan paksaan dan kekerasan, tetapi dengan kesadaran dan kemauan sendiri.

Memaksa orang agar beriman bertentangan dengan ayat Al-Qur’an (al-Baqarah/2: 256) dan sunah Allah. Hal itu tidak boleh dilakukan oleh para rasul sesuai dengan firman Allah:

وَلَوْ شَاۤءَ رَبُّكَ لَاٰمَنَ مَنْ فِى الْاَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيْعًاۗ اَفَاَنْتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتّٰى يَكُوْنُوْا مُؤْمِنِيْنَ   ;

Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang di bumi seluruhnya. Tetapi apakah kamu (hendak) memaksa manusia agar mereka menjadi orang-orang yang beriman? (Yµnus/10: 99)

Oleh karena itu, Allah dengan hikmat dan ketetapan-Nya mengutus para rasul yang akan menyeru umat kepada kebenaran dan tauhid yang murni, serta menuntun mereka kepada jalan yang lurus, dan syariat yang membawa mereka menuju kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Demikianlah Allah menurunkan Al-Qur’an kepada Muhammad sebagai mukjizat. Kemukjizatan Al-Qur’an akan tetap berlaku sepanjang masa sampai hari Kiamat sesuai dengan risalah yang dibawa Muhammad untuk seluruh umat manusia di segala zaman dan tempat. Mukjizat-mukjizat yang diberikan kepada para nabi sebelum Muhammad hanya berlaku untuk masa dan tempat di mana nabi itu menyebarkan risalahnya.

Sesudah itu, mukjizat-mukjizat itu hanya menjadi berita yang ditulis di dalam sejarah dan tidak dapat disaksikan lagi oleh generasi yang datang kemudian. Berbeda dengan Al-Qur’an, sampai saat ini dengan semakin bertambahnya pengetahuan manusia, dan semakin maju teknologi mereka, akan semakin bertambah jelas kebenaran Al-Qur’an.

Isyarat-isyarat ilmiah yang disebutkan di dalam Al-Qur’an secara ringkas, yang mungkin belum dapat dipahami pada masa-masa sebelumnya, semakin terungkap, sehingga umat Islam bertambah yakin akan kebenaran Al-Qur’an.

Berkaitan dengan itu, bertambah banyak pula orang-orang yang sadar dengan sendirinya bahwa Al-Qur’an itu memang kitab yang diturunkan Allah untuk menuntun manusia ke jalan yang benar, sehingga mereka beriman dan menganut agama Islam.


Baca setelahnya: Tafsir Surah Asy-Syu’ara Ayat 59


(Tafsir Kemenag)

Redaksi
Redaksihttp://tafsiralquran.id
Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Literasi sebagai Fondasi Kemajuan Bangsa Perspektif Alquran

Literasi sebagai Fondasi Kemajuan Bangsa Perspektif Alquran

0
Dapat kita saksikan di berbagai negara, khususnya Indonesia, pembangunan infrastruktur seringkali diposisikan sebagai prioritas utama. Sementara pembangunan kualitas Sumber Daya Manusia seringkali acuh tak...