BerandaTafsir TahliliTafsir Surah At-Taubah Ayat 115-117

Tafsir Surah At-Taubah Ayat 115-117

Tafsir Surah At Taubah Ayat 115-117 menjelaskan tentang sifat Allah swt, yang Maha Rahmat, Adil, dan Bijaksana. Dia tidaklah menyesatkan suatu kaum yang telah dianugerahi petunjuk oleh-Nya, justru merekalah yang melanggar dan menjauhi petunjuk tersebut. Harus diketahui bahwa Allah adalah Dzat yang memiliki kekuasaan di langit dan bumi, ia yang menciptakan, memelihara, menghidupkan, dan mematikan, segalanya atas otoritas mutlak Allah swt.


Baca Sebelumnya : Tafsir Surah At Taubah Ayat 113-114


Tafsir Surah At Taubah Ayat 115-117 juga menjelaskan wujud dari Rahmat Allah, yakni menerima pertaubatan Nabi, kaum Muhajirin, dan Anshar dimasa sulit mereka, dan Dia jualah yang memberikan keamanan terhadap hamba-hambanya, termasuk pada perang Tabuk ketika menghadapi kekaisaran Romawi. Sungguh Allah maha pengampun dan peduli dengan hamba-hambanya yang beriman.

Ayat 115

Dalam ayat ini Allah menegaskan bahwa apabila satu kaum benar-benar telah diberi petunjuk, dan telah dilapangkan dada mereka untuk menerima agama Islam, maka Dia sekali-sekali tidak akan menganggap kaum tersebut sebagai orang-orang yang sesat, lalu Dia memperlakukan mereka sama dengan orang-orang yang benar-benar sesat, yang patut dicela dan disiksa.

Allah tidak akan berbuat demikian apabila mereka hanya berbuat satu kesalahan, baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan yang disebabkan kesalahan ijtihad mereka.

Allah tidak akan mencela dan menyiksa mereka karena kesalahan semacam itu, sampai mereka benar-benar paham ajaran-ajaran agama, baik berupa larangan yang harus mereka hindari, maupun perintah yang harus dikerjakan.

Pada akhir ayat ini ditegaskan bahwa Allah amat mengetahui segala sesuatu, termasuk kebutuhan manusia terhadap keterangan dan penjelasan.

Oleh sebab itu, Allah telah menjelaskan masalah-masalah yang penting dalam agama dengan penjelasan yang pasti dalam firman-Nya, sehingga kaum Muslimin akan dapat mencapai kebenaran dalam ijtihad mereka dan tidak akan tergoda oleh hawa nafsu mereka.

Itulah sebabnya Allah tidak menyalahkan Nabi Ibrahim ketika ia memohon ampun untuk bapaknya sebab hal itu dilakukan sebelum ia mendapat bukti dan keterangan yang jelas tentang keadaan ayahnya. Setelah ia mendapat keterangan dan bukti-bukti yang jelas, maka ia segera menghentikan doanya.

Demikian pula, Allah tidak akan menimpakan hukuman terhadap Nabi Muhammad saw dan orang-orang mukmin yang telah memohonkan ampun kepada Allah untuk ibu bapak dan kaum kerabat mereka yang telah mati dalam kekafiran, apabila hal itu dilakukan sebelum memperoleh keterangan yang jelas mengenai ketentuan Allah dalam masalah tersebut.


Baca Juga : Makna Kata Hidayah dalam Al-Quran dan Macamnya Menurut Al-Maraghi


Ayat 116

Allah menjelaskan bahwa Dialah yang memiliki kekuasaan, baik di langit maupun di bumi. Dialah yang menguasai semua yang ada di alam ini. Dia pulalah yang mematikan hamba-Nya bila ajalnya sudah sampai.

Dan Sunnah-Nyalah yang berlaku di alam semesta ini. Tidak ada yang mengurus dan menguasai kepentingan orang-orang mukmin, dan tidak ada pula yang akan menolong mereka terhadap musuh, kecuali Allah swt.

Oleh sebab itu, orang-orang mukmin tidak boleh menyimpang dari ketentuan Allah, terutama mengenai larangan-Nya untuk memohonkan ampun bagi orang musyrik, walaupun ia termasuk kaum kerabat yang patut diurus dan ditolong. Demikian pula dalam ketentuan-ketentuan yang lain, baik berupa larangan, mupun perintah-perintah-Nya.

Ayat 117

Ayat ini merupakan lanjutan dari ayat-ayat terdahulu, mengenai masalah tobat dari orang-orang yang mangkir dari Perang Tabuk.

Adalah menjadi suatu kebiasaan dalam Al-Qur’an untuk menghentikan suatu pembicaraan, lalu mengemukakan pembicaraan yang lain, tetapi kemudian kembali lagi membicarakan masalah semula.

Cara semacam ini akan memberikan pengertian yang lebih mantap dan kesan kuat dalam hati dan pikiran orang-orang yang mendengar atau membacanya, dan tidak membosankan.

Selain itu juga ada hubungan dengan larangan tentang memohonkan ampunan bagi orang-orang musyrik, yang tersebut dalam ayat yang lalu, karena dalam kedua masalah ini terdapat kesalahan yang perlu ditebus dengan jalan bertobat, dan memperbaiki kekeliruan yang perlu dimintakan ampunan dari Allah.

Dalam ayat ini, Allah menegaskan bahwa Dia telah menerima tobat Nabi Muhammad saw dan kaum Muhajirin serta Anshar dan orang-orang mukmin lainnya, yang telah mengikuti Nabi dalam masa-masa sulit, yaitu saat Perang Tabuk, karena Perang Tabuk itu terjadi dalam saat kesulitan.

Kesulitan makanan, karena saat itu musim paceklik, sehingga sebutir kurma dimakan oleh satu atau dua orang. Kesulitan air, sehingga ada yang menyembelih untanya agar dapat mengambil air dari lambungnya untuk diminum, padahal unta itu amat mereka perlukan untuk pengangkutan dari satu tempat ke tempat yang lain, sehingga seekor unta dipakai untuk keperluan sepuluh orang.

Ditambah lagi udara waktu itu (waktu terjadi Perang Tabuk) amat panas. Penerimaan tobat tersebut terjadi setelah hampir berpalingnya hati segolongan kaum Anshar dan Muhajirin tersebut, sehingga mereka pergi berperang dengan perasaan enggan dan berat, bahkan ada yang dengan sengaja mangkir dari peperangan.

Tetapi kemudian Allah menerima tobat mereka setelah mereka menyadari kesalahan mereka.

Pada akhir ayat ini ditegaskan bahwa Allah Maha Pengasih dan Penyayang kepada Nabi dan para pengikutnya. Oleh sebab itu Dia senantiasa menerima tobat orang-orang yang benar-benar bertobat kepada-Nya.

Menurut penafsiran Ibnu ‘Abbas, yang dimaksud Allah menerima tobat Nabi ialah tobat yang dilakukan Nabi atas kekeliruan beliau lantaran mengizinkan beberapa orang tidak ikut berperang, padahal mereka tidak mempunyai uzur yang dapat dibenarkan.

Yang dimaksud dengan penerimaan tobat kaum Muhajirin dan Anshar ialah tobat yang mereka lakukan dari kesalahan mereka ketika mereka merasa keberatan untuk keluar ke medan perang, padahal mereka adalah orang-orang yang dipandang paling kuat imannya.

Sebagian dari mereka mempunyai kesalahan lantaran mereka suka mendengarkan pembicaraan orang-orang munafik padahal pembicaraan itu dimaksudkan untuk menimbulkan fitnah di kalangan kaum Muslimin.

 (Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya : Tafsir Surah At Taubah 118-120


Redaksi
Redaksihttp://tafsiralquran.id
Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Literasi sebagai Fondasi Kemajuan Bangsa Perspektif Alquran

Literasi sebagai Fondasi Kemajuan Bangsa Perspektif Alquran

0
Dapat kita saksikan di berbagai negara, khususnya Indonesia, pembangunan infrastruktur seringkali diposisikan sebagai prioritas utama. Sementara pembangunan kualitas Sumber Daya Manusia seringkali acuh tak...