BerandaTafsir TematikTafsir Surah Ath-Thur Ayat 21: Orang-Orang Beriman Akan Bersama Anak-Cucunya di Surga

Tafsir Surah Ath-Thur Ayat 21: Orang-Orang Beriman Akan Bersama Anak-Cucunya di Surga

Dalam Al-Qur’an banyak disebutkan Allah Swt menciptakan segala sesuatu secara berpasang-pasangan. Bahkan, ada dua jenis manusia yang Allah ciptakan, yaitu laki-laki dan perempuan. Di antara maksud Allah Swt menciptakan manusia berpasang-pasangan adalah sebagaimana yang tercantum dalam QS. Ar-Rum ayat 21; agar tercipta ketentraman, serta rasa kasih dan sayang di antara keduanya, tentu dengan jalan pernikahan. Dan apakah kelak orang yang masuk surga bisa bersama anak-cucunya di surga?

Bagi orang-orang yang beriman tujuan pernikahan itu bukan hanya untuk menyalurkan kebutuhan biologis saja, tetapi memiliki tujuan-tujuan lain. Di antara tujuan lainnya adalah untuk merealisasikan harapan Rasulullah Saw dengan banyaknya umat beliau kelak di Hari Kiamat, dan untuk menciptakan anak-keturunan (generasi-generasi) yang kuat dalam hal keimanan agar dapat meneruskan perjuangan dakwah Islam para pendahulunya. Kelak orang-orang yang beriman akan berkumpul kembali bersama anak-cucu mereka yang senantiasa mengikuti keimanan mereka di dalam surga. Hal ini telah Allah tegaskan di dalam Al-Qur’an surah Ath-Thur ayat 21:

وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَٱتَّبَعَتۡهُمۡ ذُرِّيَّتُهُم بِإِيمَٰنٍ أَلۡحَقۡنَا بِهِمۡ ذُرِّيَّتَهُمۡ وَمَآ أَلَتۡنَٰهُم مِّنۡ عَمَلِهِم مِّن شَيۡءٖۚ كُلُّ ٱمۡرِيِٕۭ بِمَا كَسَبَ رَهِينٞ

Artinya: Dan orang-orang yang beriman, beserta anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, Kami pertemukan mereka dengan anak cucu mereka (di dalam surga), dan Kami tiada mengurangi sedikit pun pahala amala (kebajikan) mereka. Setiap orang terikat dengan apa yang dikerjakannya. (Surat Ath-Thur: 21)

Baca juga: Ragam Makna Kata An-Nur dalam Al-Quran

Tafsir Surah Ath-Thur Ayat 21

Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya menjelaskan maksud ayat tersebut –QS. Ath-Thur ayat 21— bahwa Allah Swt hendak menerangkan terkait keutamaan, kemuliaan, anugerah, dan kelemah lembutan dalam penciptaan, serta kebaikan-Nya (kepada para makhluk, terkhusus orang-orang beriman). Orang-orang mukmin itu apabila anak-cucu mereka senantiasa mengikuti mereka dalam hal keimanan, maka Allah kelak akan mempertemukannya –anak-cucu dengan para orang tua yang beriman— di dalam sebuah manzilah (tempat/kedudukan di surga). Hal tersebut terjadi apabila mereka senantiasa dapat mencapai atau menyamai amal saleh yang telah dilakukan oleh orang tua mereka.

Ibnu Abbas menafsirkan bahwa Allah akan menghimpun mereka –orang yang beriman beserta keturunannya— atas kondisi yang paling baik, dan sesungguhnya Allah akan mengangkat atau meninggikan anak-cucu (keturunan) seorang Mukmin dalam beberapa derajat, disebabkan amalnya mendekati atau hampir menyamai (amal-amal) orang tua mereka.

Kemudian Ibnu Abbas menambahkan maksud ayat tersebut adalah anak-cucu (keturunan) orang-orang yang beriman, kemudian mereka mati dalam keadaan beriman; meskipun manzilah (kedudukan/tempat) orang tua mereka lebih tinggi dari pada manzilah mereka, tetapi Allah akan tetap mempertemukan atau menyertakan mereka dengan orang tua mereka (di surga), dan mereka tidak akan mengurangi amal-amal yang telah dilakukan oleh orang tua mereka sedikit pun. (Tafsir Ibnu Katsir, 1997)

Baca juga: Tafsir Nusantara: Mengenal Tafsir Fatihah Karya Raden Haji Hadjid

Sedangkan Wahbah az-Zuhaili dalam kitab Tafsir al-Munir menerangkan bahwa ayat ini menunjukkan keutamaan yang Allah berikan kepada anak-cucu (keturunan) disebabkan keberkahan amal saleh yang telah dilakukan oleh orang tuanya, dan keutamaan yang didapatkan oleh para orang tua karena keberkahan doa yang senantiasa dipanjatkan oleh anak keturunannya. Wahbah az-Zuhaili menguatkan penafsirannya ini dengan hadis Nabi Saw:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَيَرْفَعُ الدَّرَجَةَ لِلْعَبْدِ الصَّالِحِ فِي الْجَنَّةِ، فَيَقُولُ : يَا رَبِّ، أَنَّى لِي هَذِهِ ؟ فَيَقُولُ : بِاسْتِغْفَارِ وَلَدِكَ لَكَ “.

Artinya: Dari Abu Hurairah (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah akan mengangkat derajat seorang hamba yang saleh di surga, hamba tersebut bertanya: Wahai rabb, ada apa dengan diriku ini (tiba2 saja derajatnya ditinggikan)? Allah berfirman: ini disebabkan oleh istigfar yang dipanjatkan anakmu untukmu.” (HR. Ahmad)

Hadis tersebut memiliki syahid dalam kitab sahih Muslim dari Abu Hurairah dari Rasulullah saw bahwa beliau bersabda:

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ ؛ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ.

Artinya: Apabila manusia mati, maka terputuslah (pahala) amalnya, kecuali tiga: sedekah jariyah, ilmu yang yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendo’akannya. (HR. Muslim)

Baca juga: Kritik Sayyid Abdullah al-Ghumari Terhadap Kitab al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an

Selanjutnya beliau menambahkan bahwa Allah akan menyertakan atau mengikutkan anak-cucu (keturunan) baik yang masih kecil maupun yang sudah besar dengan para orang tuanya –yang beriman— kelak, dan sebaliknya orang tua dengan anak-cucu mereka dalam sebuah manzilah dan derajat di dalam surga sebagai bentuk kemuliaan, keutamaan, dan kebaikan yang Allah karuniakan kepada mereka. Allah tidak akan mengurangi pahala anak-anak dan juga orang tuanya sedikit pun disebabkan keikutsertaan anak keturunan terhadap mereka. Hal tersebut tentu dapat terealisasikan dengan syarat keimanan –pada diri mereka dan anak-cucu mereka—dalam perkara yang ushul dan perkara yang furu’. (Tafsir al-Munir, 2009)

Berdasarkan penafsiran Ibnu Katsir dan Wahbah az-Zuhaili bahwasannya Allah Swt kelak akan mempertemukan dan menghimpun antara orang-orang yang beriman beserta anak-cucu mereka dalam sebuah manzilah (kedudukan) di surga. Semua itu dengan syarat anak-cucu (keturunan) tersebut mengikuti keimanan para orang tua mereka. Keimanan tersebut tentu bukan hanya perihal keyakinan terhadap perkara yang zhahir dan ghaib, tetapi disertai dengan banyak mengerjakan amal saleh.

Wallahu A’lam bi ash-Shawwab.

Ahmad Farhan Juliawansyah
Ahmad Farhan Juliawansyah
Mahasiswa Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah Yogyakarta
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...