BerandaTafsir TahliliTafsir Surah Ibrahim Ayat 22-25

Tafsir Surah Ibrahim Ayat 22-25

Tafsir Surah Ibrahim Ayat 22-25 berbicara perihal pengakuan setan setelah perkara hisab, bahwa tidak ada kekuasaan baginya, kesalahan manusia haruslah ditanggung secara pribadi, tidak ada sangkut-paut dengan dirinya. Dan kelak di hari pembalasan, orang-orang kafir akan menyesal karena tidak beriman kepada Allah dan para utusan. Namun, penyesalan mereka tidak lagi berarti dihadapan-Nya.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Ibrahim Ayat 19-21


Dalam Tafsir Surah Ibrahim Ayat 22-25 mengumpamakan amal orang kafir bagaikan debu yang ditiup angin kencang, tidak berguna. Sekaligus membandingkan dengan amal baik orang Mukmin, yang diumpamakan dengan sebuah pohon yang kokoh dan akarnya yang kuat menghujam ke tanah, serta cabangnya yang menjulang tinggi ke berbagai arah.

Selain itu, Tafsir Surah Ibrahim Ayat 22-25 juga berbicara tentang berita gembira kepada kaum Mukmin yang senantiasa berusaha lurus mengikuti aturan agama, yakni atas dasar iman dan amal selama hidup di dunia. Berita gembira tersebut berupa surga yang Allah hadiahkan kepada mereka, beserta segala kenikmatan-kenikmatannya.

Ayat 22

Dalam ayat ini, Allah menyebutkan pengakuan setan di hadapan Allah, setelah urusan hisab selesai di Padang Mahsyar. Setan senantiasa menggoda dan menyesatkan manusia dari jalan yang benar, dengan memberikan gambaran sedemikian rupa, sehingga manusia yang terkena godaannya memandang kejahatan sebagai perbuatan yang baik dan terpuji.

Dan di samping itu, setan juga memberikan janji-janji kepada orang-orang yang kena godaannya, yaitu keuntungan yang akan mereka peroleh jika mereka memenuhi ajakannya. Akan tetapi, ia tidak mampu memenuhi janji tersebut.

 Pengakuan setan setelah urusan hisab di Padang Mahsyar selesai ditujukan kepada orang-orang yang telah disesatkannya di dunia ini, baik golongan lemah yang telah memperhambakan diri kepada selain Allah, maupun golongan kuat dan sombong yang telah menganggap diri mereka sebagai Tuhan.

Dalam pengakuannya itu, setan mengatakan kepada mereka bahwa sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepada mereka janji yang benar, Dia kuasa untuk memenuhi janji-Nya itu.

Setan pun telah memberikan janji kepada mereka, tetapi dia tidak kuasa untuk menepatinya. Setan sama sekali tidak mempunyai kekuasaan apa-apa terhadap mereka, dia hanya sekedar menyeru manusia kepada sesuatu yang tidak benar, lalu mereka mematuhi saja seruannya itu tanpa menggunakan akal.

Oleh sebab itu, manusia yang bersalah. Janganlah mereka mencercanya, melainkan cercalah diri sendiri. Setan sekali-kali tidak dapat menolong mereka dari azab dan siksa Allah, dan mereka pun tidak dapat menolongnya. Sesungguhnya setan sejak dahulu tidak membenarkan perbuatan manusia mempersekutukannya dengan Allah.”

Demikianlah keadaan di akhirat kelak. Kaum yang kuat dan bersikap sombong di dunia ini, yang telah menyesatkan kaum yang lemah, berlepas tangan dari orang-orang yang lemah yang telah menjadi korban kesesatan mereka. Selanjutnya, setan yang telah menggoda dan menyesatkan kedua golongan itupun berlepas tangan pula dari nasib orang-orang yang telah menjadi korban godaan palsunya. Semuanya tidak berdaya menghadapi keputusan Allah atas diri mereka.

Pada akhir ayat ini, Allah kembali menegaskan bahwa orang-orang yang zalim, baik terhadap diri mereka ataupun terhadap orang lain, pasti akan mendapatkan azab yang pedih, sebagai balasan atas kezaliman mereka.

Ayat 23

Pada ayat ini, Allah menyebutkan kembali kebahagiaan yang akan diperoleh orang-orang yang beriman kepada Allah dan senantiasa beramal saleh, bahwa di akhirat kelak mereka akan ditempatkan di dalam surga, taman yang sangat indah yang di bawah pohon-pohonnya mengalir sungai-sungai yang jernih.

Mereka akan tetap berada di dalamnya mengenyam kehidupan yang bahagia, dengan izin Allah sebagai balasan dari iman dan amal saleh mereka selama hidup di dunia.

Di sana mereka saling mengucapkan, “Sal±m,” yang berarti sejahtera dari segala bencana. Untuk kita yang masih hidup di dunia ini, agama Islam mengajarkan agar kita menggunakan ucapan selamat “Assalamu’alaikum” yang berarti “semoga anda senantiasa dalam kesejahteraan”.

Ini merupakan ajaran yang terbaik untuk mendidik manusia agar rela dan merasa senang bila orang lain beroleh kebahagiaan hidup dan kesejahteraan, sebagaimana ia merasa senang bila ia sendiri memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan itu, dan jauh dari rasa dengki dan hasad.

Mengharapkan orang lain mendapat kesengsaraan atau kerugian dan mengharapkan lenyapnya kebahagiaan atau kebaikan dari seseorang adalah sifat yang sangat dibenci oleh agama Islam.

Dalam hubungan ini Rasulullah saw telah bersabda:

لاَ يُؤْمِنُ اَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ. (رواه البخاري و مسلم عن أنس بن مالك)

Tidak beriman seseorang di antara kamu, sampai ia cintai untuk saudaranya (sesama mukmin), apa yang ia cintai untuk dirinya. (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik)


Baca Juga : Tafsir Surat Luqman ayat 18: Jauhi Sikap Sombong dan Angkuh!


Ayat 24

Perumpamaan yang disebutkan dalam ayat ini ialah perumpamaan mengenai kata-kata ucapan yang baik, misalnya kata-kata yang mengandung ajaran tauhid, seperti “La ilaha illallah” atau kata-kata lain yang mengajak manusia kepada kebajikan dan mencegah mereka dari kemungkaran.

Kata-kata semacam itu diumpamakan sebagai pohon yang baik, akarnya teguh menghunjam ke bumi. Akar bagi pohon memiliki dua fungsi utama: (1) menghisap air dan unsur hara dari dalam tanah dan (2) menopang tegaknya pohon. Apabila akar tidak dapat lagi mengambil unsur-unsur hara dari dalam tanah maka lambat laun pohon akan mati.

Sedangkan akar pohon yang berfungsi baik akan dapat menyalurkan unsur-unsur hara dari dalam tanah ke bagian atas pohon dan pertumbuhan pohon akan berjalan dengan baik. Dahannya rimbun menjulang ke langit. Hadis Nabi saw:

عَنْ عَبْدِ اللهِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مِنَ الشَّجَرِ شَجَرَةً لاَ يَسْقُطُ وَرَقُهَا وَ إِنَّهَا مَثَلُ الْمُسْلِمِ. فَحَدِّثُوْنِيْ مَا هِيَ؟ فَوَقَعَ النَّاسُ فِي شَجَرِ الْبَوَادِى. قَالَ عَبْدُ اللهِ فَوَقَعَ فِيْ نَفْسِيْ أَنَّهَا النَّخْلَةُ فَاسْتَحْيَيْتُ. ثُمَّ قَالُوْا حَدِّثْنَا مَاهِيَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: هِيَ النَّخْلَةُ. (رواه البخاري)

Dari Abdullah bin ‘Umar r.a., ia berkata, “Rasulullah saw bersabda, “Di antara jenis pohon, ada suatu pohon yang tidak pernah gugur daunnya. Pohon itu adalah perumpamaan bagi orang Islam. Beritahukan aku, apakah pohon itu? Orang-orang mengira pohon itu adalah pohon yang tumbuh di hutan. Kata Abdullah, “Sedangkan menurut saya pohon itu adalah pohon kurma. Tetapi saya malu untuk berkata. Kemudian para sahabat berkata, “Beritahulah kami pohon apa itu, hai Rasulullah!” beliau menjawab, “Pohon itu adalah pohon kurma.” (Riwayat al-Bukhāri).

Agama Islam mengajarkan kepada umatnya agar membiasakan diri menggunakan ucapan yang baik, yang berfaedah bagi dirinya, dan bermanfaat bagi orang lain.

Ucapan seseorang menunjukkan watak dan kepribadiannya serta adab dan sopan-santunnya. Sebaliknya, setiap muslim harus menjauhi ucapan dan kata-kata yang jorok, yang dapat menimbulkan rasa jijik  bagi yang mendengarnya.

Ayat 25

Allah swt memerintahkan Nabi Muhammad saw agar menyampaikan “berita gembira” kepada orang-orang yang beriman. Sifat-sifat berita gembira itu ialah berita yang dapat menimbulkan kegembiraan dalam arti yang sebenarnya bagi orang-orang yang menerima atau mendengar berita itu.

“Berita gembira” hanya ditujukan kepada mereka yang bekerja dan berusaha dengan sebaik-baiknya sesuai dengan tujuan yang digariskan oleh agama. Karena itulah Allah menyuruh Nabi Muhammad menyampaikan berita gembira itu kepada mereka yang beriman dan berbuat baik.

Iman yang dihargai Allah adalah iman yang hidup, yakni iman yang dibuktikan dengan amal kebajikan. Sebaliknya, Allah tidak menghargai amal apabila tidak berdasarkan iman yang benar.

“Amal” (perbuatan) ialah mewujudkan suatu perbuatan atau pekerjaan, baik berupa perkataan, perbuatan atau pun ikrar hati, tetapi yang biasa dipahami dari perkataan “amal” ialah perbuatan anggota badan. Amal baik mewujudkan perbuatan yang baik seperti yang telah ditentukan oleh agama.

Pada ayat di atas Allah swt menyebut perkataan “beriman” dan “berbuat baik”, karena “berbuat baik” itu adalah hasil daripada “iman”. Pada ayat di atas ini juga disebut balasan yang akan diterima oleh orang-orang yang beriman, yaitu surga dengan segala kenikmatan yang terdapat di dalamnya.

“Surga” menurut bahasa berarti “taman” yang indah dengan tanam-tanaman yang beraneka warna, menarik hati orang yang memandangnya. Yang dimaksud dengan “surga” di sini tempat yang disediakan bagi orang yang beriman di akhirat nanti.

Surga termasuk alam gaib, tidak diketahui hakikatnya oleh manusia, hanya Allah saja yang mengetahuinya.

Yang perlu dipercaya adalah bahwa surga merupakan tempat yang penuh kenikmatan jasmani dan rohani yang disediakan bagi orang yang beriman. Bentuk kenikmatan itu tidak dapat dibandingkan dengan kenikmatan duniawi.

(Tafsir Kemenag)

Baca Setelahnya : Tafsir Surah Ibrahim Ayat 26 (Part 1)

Redaksi
Redaksihttp://tafsiralquran.id
Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Belajar parenting dari dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

Belajar ‘Parenting’ dari Dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

0
Dalam hal parenting, Islam mengajarkan bahwa perhatian orang tua kepada anak bukan hanya tentang memberi materi, akan tetapi, juga pendidikan mental dan spiritual yang...