BerandaTafsir TahliliTafsir Surah Saba’ Ayat 45-47

Tafsir Surah Saba’ Ayat 45-47

Pada tasfir sebelumnya telah diterangkan tuduhan kaum kafir kepada Islam, dan lansung di counter oleh Allah pada ayat setelahnya. Adapun Tafsir Surah Saba’ Ayat 45-47 adalah flashback terhadap kisah umat masa lalu yang juga sering menuduh hal yang serupa, termasuk menolak ayat-ayat Ilahi, yang berakhir dengan azab dari-Nya. Seharusnya, kaum kafir Mekah belajar dari peristiwa itu, dan hendaknya mendekatkan diri kepada Allah bukan malah meniru perilaku umat terdahulu.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Saba’ Ayat 43-44


Ayat 45

Pada ayat ini, Allah menerangkan bahwa umat-umat terdahulu, seperti kaum Nabi Nuh, kaum ‘Ad, kaum Samud, dan lain-lain yang karena kekafiran mereka telah dimusnahkan Allah dan tinggal hanya puing-puing atau nama-nama. Mereka mendustakan ayat-ayat Allah dan menganggap rasul-rasul-Nya bohong, padahal mereka lebih perkasa dan lebih hebat kemampuan dan kebudayaan mereka.

Kafir Mekah tidak sampai berkekuatan sepersepuluh dari umat-umat itu, lalu apakah mereka akan membangkang dan menyombongkan diri pula? Tidak takutkah mereka terhadap murka Allah, mengingat umat-umat terdahulu yang lebih perkasa saja sudah dimusnahkan Allah?

Seharusnya mereka mengambil pelajaran dari sejarah masa lampau itu, karena mereka mengenal betul daerah-daerah bekas umat-umat terdahulu itu, sebab mereka melewatinya siang atau malam dalam perjalanan dagang mereka pada musim panas atau musim dingin, sebagaimana firman Allah:

وَاِنَّكُمْ لَتَمُرُّوْنَ عَلَيْهِمْ مُّصْبِحِيْنَۙ  ١٣٧  وَبِالَّيْلِۗ اَفَلَا تَعْقِلُوْن  ١٣٨

Dan sesungguhnya kamu (penduduk Mekah) benar-benar akan melalui (bekas-bekas) mereka pada waktu pagi, dan pada waktu malam. Maka mengapa kamu tidak mengerti? (as-Shaffat/37: 137-138);

Ayat 46

Pada ayat ini, Allah meminta Nabi Muhammad agar mengajak kaum kafir untuk melakukan satu hal saja, yaitu benar-benar berupaya mendekatkan diri kepada Allah untuk mencari kebenaran.

Mendekatkan diri untuk mencari kebenaran dapat dilakukan sendiri-sendiri atau bersama dengan orang lain supaya dapat bertukar pikiran. Setelah itu, mereka diminta untuk merenungkan kebenaran ajaran-ajaran dalam Al-Qur’an, secara tenang, objektif, dan tulus tanpa dipengaruhi hawa nafsu atau kedengkian.

Setelah mereka renungkan secara objektif, masih jugakah mereka akan menuduh bahwa yang menyampaikan kebenaran itu, yaitu Nabi Muhammad, tidak benar? Bukankah ajaran Al-Qur’an itu amat benar?

Bila benar, pembawa ajaran itu juga benar. Seharusnya mereka sampai kepada kesimpulan bahwa beliau sejatinya adalah seorang yang tulus. Ia hanya ingin mengingatkan dan memperingatkan manusia agar tidak sesat di dunia dan merugi nanti di akhirat.

Beliau hanya ingin agar manusia beriman dan menjadi manusia yang baik, agar di dunia bahagia dan di akhirat terhindar dari neraka. Oleh karena itu, mereka seharusnya berterima kasih kepadanya, dan tidak menuduhnya yang bukan-bukan.

Fungsi beliau sebagai pemberi peringatan ini juga disampaikan beliau dalam sebuah hadis:

فَاِنِّيْ نَذِيْرٌ لَكُمْ بَيْنَ يَدَيْ عَذَابٍ شَدِيْدٍ. (رواه البخاري عن ابن عباس)

Sesungguhnya aku ini pemberi peringatan bagimu sekalian sebelum menghadapi azab yang keras. (Riwayat al-Bukhari dari Ibnu ‘Abbas)


Baca Juga : Al-Quran dalam Pandangan Orientalis dan 3 Ajaran Islam yang Diadopsi dari Yahudi menurut Geiger


Ayat 47

Nabi Muhammad selanjutnya diminta oleh Allah untuk menegaskan kepada kaum kafir bahwa beliau tidak mengharapkan pamrih apa-apa dari pekerjaannya menyampaikan dakwah. Kalaupun ada pamrihnya, maka keinginannya hanyalah agar mereka beriman. Dengan beriman, maka keuntungannya akan kembali kepada mereka juga, tidak kepadanya.

Ia sendiri hanya mengharapkan pahala dari Allah atas pekerjaannya, bukan keuntungan duniawi. Pahala itu ia harapkan diterimanya nanti di akhirat, tidak di dunia sekarang ini.

Lalu apa lagi alasan mereka tidak menerima seruannya? Bila mereka tidak juga mau beriman, maka mereka perlu mengetahui bahwa Allah menyaksikan segala sesuatu sehingga tidak ada yang luput dari pengetahuan-Nya, baik yang nyata, seperti perbuatan-perbuatan jahat, maupun yang gaib, seperti kekafiran.

Oleh karena itu, bagi yang beriman dan berbuat baik akan dibalasi-Nya dengan surga, dan yang kafir dan berbuat jahat akan diganjari-Nya dengan neraka.

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya : Tafsir Surah Saba’ Ayat 48-50


Redaksi
Redaksihttp://tafsiralquran.id
Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Q.S Alanfal Ayat 61: Memelihara Perdamaian, Mencegah Pertikaian

0
Perdamaian merupakan salah satu ajaran yang diperintahkan Tuhan kepada manusia. Dengan kedamaian, maka hidup akan semakin tentram dan nyaman. Dan juga, hidup lebih terasa...