BerandaTafsir TahliliTafsir Surat Al An’am Ayat 19-21

Tafsir Surat Al An’am Ayat 19-21

Tafsir Surat Al An’am Ayat 19-21 merupakan kelanjutan dari pembahasan sebelumnya yang menyinggung tentang orang musyrik yang tidak percaya kepada Rasullah saw. di sini Allah memerinahkan Rasulullah untuk sekali lagi bertanya kepada orang musyrik. Pertanyaan itu terkait dengan persaksian kelak di hari kiamat.


Baca sebelumnya: Tafsir Surat Al An’am Ayat 15-18


Selanjutnya Tafsir Surat Al An’am Ayat 19-21 memberikan tambahan argumen atas kebenaran Rasulullah atas risalah yang diembannya. Namun orang musyrik tetap saja tidak mau mengakuinya secara fair. Padahal keterang tentang kebenaran Rasulullah tercantum dalam kitab-kitab mereka.

Tafsir Surat Al An’am Ayat 19-21 ditutup dengan pembahasan tentang kekeliruan orang musyrik yang menyekutukan Allah dengan menganggap bahwa Allah punya anak, punya sekutu atau menjadikan sesuatu selain Allah sebagai tumpuan doa dan pujaan, menjadikannya pelindung, pengantara dan lain sebagainya,

Ayat 19

Dalam ayat ini Allah memerintahkan lagi kepada Rasul-Nya agar menanyakan kepada orang-orang kafir Quraisy tentang syahidah (kesaksian pembuktian) yang lebih kuat yakni kesaksian yang tidak mungkin mengandung unsur kedustaan, kepalsuan atau kesalahan.

Syahadah ialah keterangan yang bersumber dari pengetahuan, pengenalan dan keyakinan yang didasarkan atas penyerapan indrawi atau tanggapan pikiran dan perasaan. Perkara apakah yang akan disaksikan itu? Lalu, siapakah yang menjadi saksi, agar kesaksian itu tidak diragukan?

Perkara yang diminta untuk disaksikan itu ialah kerasulan Muhammad dan keesaan Allah yang diajarkan beliau. Orang-orang kafir menolaknya. Untuk menghadapi hal ini, Allah meminta Rasul untuk bertanya, apakah kesaksian yang paling besar? Nabi Muhammad diminta untuk menjawab, bahwa kesaksian terbesar adalah kesaksian dari Allah bahwa Nabi telah beriman sedang kafir Quraisy telah ingkar.

Juga bahwa mereka kemudian diminta kesaksian mereka, apakah betul ada tuhan-tuhan selain Allah. Nabi Muhammad diminta untuk menyatakan bahwa beliau tidak pernah menyaksikan hal itu. Yang disaksikannya hanyalah bahwa Tuhan itu Esa, dan beliau tidak bertanggung jawab atas kesaksian mereka.

Allah telah menurunkan Alquran kepada beliau untuk memperingatkan tentang azab bagi mereka yang mendustakan kenabiannya dan ajaran yang dibawanya yang sudah diperkuat dengan kesaksian Allah. Demikian juga, Alquran itu diturunkan untuk memberikan peringatan kepada semua orang yang telah sampai Alquran itu kepada mereka. Wajiblah atas mereka untuk mengikuti Alquran sampai hari Kiamat.

Kesaksian Allah atas kerasulan Muhammad ialah:

Pertama: Kitab Alquran sebagai mukjizat yang abadi. Manusia tidak mampu menirunya baik mengenai bahasa ataupun maknanya serta isinya yang mengandung berita-berita gaib, janji kemenangan bagi Rasul dan umatnya terhadap orang-orang musyrik. Dalam Alquran itu sendiri banyak pertanyaan-pertanyaan Allah tentang kenabian dan kerasulan Muhammad.

Kedua: Kitab-kitab samawi seperti Taurat dan Injil yang menggambarkan tentang kelahiran Nabi Muhammad serta sifat-sifat dan tanda-tanda kenabian beliau.

Adapun kesaksian Allah atas kemahaesaan-Nya dan kemahakuasaan-Nya untuk mengadakan hari kebangkitan, di samping kesaksian kitab-Nya ialah:

Pertama: Kejadian manusia dan alam semesta ini yang banyak di dalamnya menunjukkan bukti-bukti keesaan-Nya dan kesempurnaan sifat-sifat-Nya.

Kedua: Hakikat tabiat manusia yang condong untuk percaya kepada keesaan Tuhan dengan sifat-sifat-Nya yang sempurna.

Kemudian Allah menyuruh Rasulullah mengatakan kepada orang musyrik bahwa mereka sebenarnya mengakui adanya Tuhan lain di samping Allah dan beliau tidak akan mengakui sebagaimana pengakuan mereka. Bahkan beliau diperintahkan untuk mengatakan bahwa sesungguhnya Tuhan itu Allah Yang Maha Esa, sebagai pernyataan keyakinan yang berlawanan sepenuhnya dengan keyakinan orang musyrik dan beliau bersih dari upaya menuhankan apa yang mereka pandang sebagai sekutu Allah seperti patung, berhala atau nama-nama lain yang semakna dengan pengertian sekutu itu.


Baca juga: Tafsir QS. Ali Imran [3] ayat 14-15: Cintai Dia Sewajarnya, Cintai Tuhan Sepenuhnya


Ayat 20

Ayat ini menambah keterangan tentang kebenaran kerasulan Nabi Muhammad, yaitu keterangan bahwa Ahli Kitab dari Yahudi dan Nasrani, sebenarnya mereka mengetahui bahwa nabi yang terakhir yang diutus Allah adalah Nabi Muhammad karena tanda-tanda kenabian beliau sangat jelas tercantum dalam kitab-kitab suci mereka.

Diriwayatkan bahwa orang-orang kafir Mekah pergi ke Medinah menanyakan kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani tentang sifat Muhammad. Tetapi mereka memungkiri bahwa dalam Taurat dan Injil terdapat berita tentang kenabian Muhammad. Berita tersebut sangat jelas sehingga mereka mengetahuinya dengan jelas pula sebagaimana mereka mengetahui anak-anak mereka sendiri.

Allah menyatakan bahwa mereka telah merugikan diri mereka sendiri karena mereka tidak mempercayai kerasulan Muhammad, bahkan mengingkarinya dengan permusuhan. Oleh karena itu, mereka mengingkari apa yang mereka ketahui. Keingkaran pendeta-pendeta Yahudi itu sama alasannya dengan keingkaran orang-orang musyrik Mekah.

Pendeta-pendeta Yahudi tidak mau beriman kepada Muhammad karena takut kehilangan martabat dan kedudukan di kalangan penganut agama mereka. Dalam pandangan Islam, semua orang sama kedudukannya. Tidak ada perbedaan antara pendeta dengan rakyat. Bila melakukan kesalahan yang sama, hukumnya akan serupa pula, tidak ada perbedaan antara ulama dengan rakyat umum.

Demikian pula pemimpin-pemimpin Quraisy, mereka tidak mau beriman kepada Nabi Muhammad karena takut kehilangan martabat dan kedudukan. Bila mereka menganut agama Islam, mereka akan duduk sejajar dengan rakyat jelata dan orang-orang miskin, seperti Bilal dari Ethiopia (Habasyah) dan lain-lainnya. Mereka sendirilah yang merugikan diri sendiri. Kerugian mereka itu disebabkan kelemahan cita-cita dan kemauan mereka dan kehilangan pertimbangan akal sehat sehingga mereka mengingkari ilmu pengetahuan yang mereka miliki.

Ayat 21

Ayat ini menegaskan bahwa tidak ada orang yang lebih merugi daripada orang yang berbuat dusta terhadap Allah seperti mengatakan Allah itu punya anak, punya sekutu atau menjadikan sesuatu selain Allah sebagai tumpuan doa dan pujaan, menjadikannya pelindung, pengantara dan lain sebagainya, dan menambah-nambah ajaran agama yang tidak ada dasarnya.

Demikian pula mereka sangat aniaya, mendustakan ayat-ayat Alquran memutarbalikkan isi kitab Taurat dan Injil dan menolak mukjizat Rasul yang dikatakan mereka sebagai sihir serta mendustakan ayat-ayat kauniyah yang menunjukkan keesaan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang berbuat aniaya, yakni berbuat dusta terhadap Allah ataupun mendustakan ayat-ayat-Nya, apalagi mendustakan keduanya, tidak akan memperoleh keberuntungan di hari Kiamat. Mereka akan mendapatkan azab dari Allah. Di dunia, mereka pun tidak akan menang, karena mereka dikalahkan kaum Muslimin seperti dalam Perang Badar.


Baca setelahnya: Tafsir Surat Al An’am Ayat 22-25


(Tafsir kemenag)

Redaksi
Redaksihttp://tafsiralquran.id
Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

tafsir surah al-An'am ayat 116 dan standar kebenaran

Tafsir Surah Al-An’am Ayat 116 dan Standar Kebenaran

0
Mayoritas sering kali dianggap sebagai standar kebenaran dalam banyak aspek kehidupan. Namun, dalam konteks keagamaan, hal ini tidak selalu berlaku. Surah al-An'am ayat 116...