Dalam tafsir surat Al A’raf ayat 73-79 mengisahkan tentang Nabi Saleh yang diutus Allah kepada kaum Tsamud.
Baca Juga: Tafsir Surat Al A’raf ayat 65-72 Kisah Nabi Hud
Ayat 73
Ayat ini menerangkan bahwa Allah mengutus Nabi Saleh kepada kaumnya yaitu kaum Tsamud. Tsamud adalah nama suatu kabilah dari bangsa Arab yang telah dimusnahkan yang terkenal dengan istilah “Arab Bā′idah” yang mendiami Hijir yaitu daerah ‘Ulā di sebelah utara Medinah, Saudi Arabia.
Tsamud adalah nama nenek moyang mereka yaitu anak dari ‘Atsir bin Iram bin Sam bin Nuh. Munculnya kaum Tsamud itu sesudah kaum ‘Ad dibinasakan Allah. Menurut suatu riwayat ketika Rasulullah dalam perang Tabuk pada tahun 9 Hijri ia melewati daerah peninggalan kaum Tsamud itu. Rasulullah melarang para sahabat memasuki daerah tersebut dengan sabdanya yaitu:
لاَتَدْخُلُوْا عَلَى هٰؤُلاَءِ الْمُعَذَّبِيْنَ إِلاَّ أَنْ تَكُوْنُوْا بَاكِيْنَ فَإِنْ لَمْ تَكُوْنُوْا بَاكِيْنَ فَلاَ تَدْخُلُوْا عَلَيْهِمْ أَنْ يُصِيْبَكُمْ مِثْلَ مَا أَصَابَهُمْ
(رواه البخاري ومسلم)
“Jangan kamu memasuki tempat-tempat mereka yang ditimpa azab Allah itu kecuali kamu dalam keadaan menangis. Jika kamu tidak menangis, janganlah kamu memasuki tempat itu agar kamu tidak ditimpa musibah seperti musibah yang telah menimpa mereka.” (Riwayat al-Bukhāri dan Muslim)
Demikianlah anjuran Nabi kepada para sahabat untuk menghindari tempat yang pernah ditimpa bencana.
Saleh a.s. adalah Nabi yang diutus oleh Allah kepada kaum Tsamud. Dia berasal dari kaum Tsamud yang terbaik keturunannya, kedudukannya dan keadaan rumah tangganya demikian juga akhlaknya. Mukjizat kenabiannya adalah “unta Allah”.
Nabi Saleh menjalankan tugasnya dengan menyampaikan perintah-perintah Tuhannya yang ditujukan kepada kaumnya. Nabi Saleh menyeru mereka agar menyembah Allah Tuhan Yang Maha Esa dengan menegaskan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, karenanya hendaklah mereka bertakwa kepada-Nya. Nabi Saleh mengajak mereka menerima seruannya dan janganlah mereka mengikuti orang-orang yang hanyut di dalam kemusyrikan, yang membawa mereka ke dalam neraka Jahanam, akibat mereka meninggalkan ajaran agama yang benar.
Nabi Saleh mengatakan kepada kaumnya bahwa bukti kebenaran dari kenabiannya, adalah seekor unta yang dinamakannya “Unta Allah”, yang diciptakan Allah tidak menurut kebiasaan. Menurut sebagian ahli tafsir, unta ini keluar dari batu besar atas permintaan kaum Tsamud sebagai suatu mukjizat yang harus diperhatikan oleh mereka.
Allah memberikan mukjizat kepada Nabi Saleh berupa seekor unta sebagai bukti kerasulannya, karena kaum Tsamud meminta bukti kerasulannya. Nabi Saleh meminta kepada kaumnya agar membiarkan unta itu makan apa saja yang ada di bumi Allah ini, karena bumi ini kepunyaan Allah dan unta ini adalah unta Allah dan tidak wajar mereka menghalang-halangi unta itu, apalagi menyakitinya dan menyembelihnya. Nabi Saleh mengancam mereka bahwa mereka akan mendapat azab yang pedih dari Allah jika mereka mengganggu atau membunuh unta itu.
Agar tidak menimbulkan kesulitan antara mereka dan unta itu, maka diaturlah hari-hari minum ke telaga untuk mereka dan untuk unta itu, karena sedikitnya persediaan air sebagaimana diutarakan oleh firman Allah:
وَنَبِّئْهُمْ اَنَّ الْمَاۤءَ قِسْمَةٌ ۢ بَيْنَهُمْۚ كُلُّ شِرْبٍ مُّحْتَضَرٌ
Dan beritahukanlah kepada mereka bahwa air itu dibagi di antara mereka (dengan unta betina itu); setiap orang berhak mendapat giliran minum. (al-Qamar/54: 28)
Juga firman Allah pada ayat yang lain yaitu:
هٰذِهٖ نَاقَةٌ لَّهَا شِرْبٌ وَّلَكُمْ شِرْبُ يَوْمٍ مَّعْلُوْمٍ ۚ ١٥٥
Dia (Saleh) menjawab, ”Ini seekor unta betina, yang berhak mendapatkan (giliran) minum, dan kamu juga berhak mendapatkan minum pada hari yang ditentukan. (asy-Syu’arā′/26: 155)
Ayat 74
Sesudah Nabi Saleh mengajak kaumnya menyembah Allah dan menasihati mereka agar berbuat baik kepada unta itu, mulailah Nabi Saleh mengingatkan mereka kepada nikmat-nikmat Allah yang mereka peroleh antara lain mereka diberi kekuasaan dan kekuatan untuk memakmurkan bumi ini sebagai pengganti kaum ‘Ad.
Mereka diberi oleh Allah kecakapan dan kesanggupan membuat istana-istana dan pengetahuan membuat bahan-bahan bangunan seperti batu bata, kapur, genteng dan keahlian serta ketabahan dalam memahat bukit-bukit dan gunung-gunung, untuk dijadikan rumah kediaman dan tempat tinggal mereka pada musim dingin.
Menjadikan bukit dan gunung sebagai bungalow untuk menghindarkan bahaya hujan dan dingin. Mereka baru keluar dari bukit itu pada musim-musim lain untuk bertani dan pekerjaan-pekerjaan yang lain. Nabi Saleh menyeru mereka agar mengingat nikmat-nikmat Allah tersebut agar mereka bersyukur kepada-Nya, dengan hanya menyembah kepada-Nya dan meninggalkan perbuatan-perbuatan yang merusak di atas bumi ini antara lain perbuatan yang tidak diridai oleh Allah berupa kekufuran, kemusyrikan dan kezaliman.
Ayat 75
Ayat ini menerangkan bahwa pemuka yang sombong dari kaum Tsamud itu mengatakan kepada orang-orang yang lemah dan beriman kepada Nabi Saleh dengan cara mengejek seolah-olah mereka itu berada dalam kekeliruan karena beriman kepada kerasulan Nabi Saleh. Mereka menyatakan bahwa orang-orang yang lemah itu tidak putus asa, mungkin karena percaya akan kerasulan Saleh.
Memang menurut kebiasaan bahwa golongan yang lemah tidak mempunyai kepentingan, mereka masih berpegang kepada hati nurani mereka, karena itulah mereka segera menerima seruan Nabi atau nasihat orang-orang yang saleh.
Adapun orang-orang yang terkemuka dan orang-orang yang kaya, sangat berat untuk mengikuti orang lain, apalagi untuk menerima nasihat-nasihat yang menghalangi mereka mengikuti keinginan hawa nafsu, meskipun bertentangan dengan hati nurani mereka sendiri. Demikianlah tingkah laku orang-orang yang mempunyai kedudukan karena pangkatnya atau karena kekayaannya, sebagaimana diutarakan dalam firman Allah yaitu:
وَجَحَدُوْا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَآ اَنْفُسُهُمْ ظُلْمًا وَّعُلُوًّاۗ فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِيْنَ ࣖ
Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongannya, padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berbuat kerusakan. (an-Naml/27: 14)
Orang-orang yang lemah dari kaum Tsamud yang beriman itu tidak langsung menjawab pertanyaan mereka, tetapi dengan bijaksana menjawab bahwa mereka beriman kepada apa yang dibawa oleh Nabi Saleh, karena petunjuk-petunjuk itu benar dan datangnya dari Allah.
Baca Juga: Isyarat Pelestarian Alam Dibalik Kisah Nabi Shalih, Unta dan Kaum Tsamud
Ayat 76
Setelah golongan lemah yang beriman itu menjawab dengan jawaban yang bijaksana bahwa mereka beriman kepada Allah, dan apa yang dibawa oleh Nabi Saleh, maka ayat ini menerangkan ucapan pemuka-pemuka kaum Tsamud yang sombong sebagai jawaban kembali terhadap ucapan orang-orang yang lemah ini.
Mereka mengatakan bahwa mereka mengingkari apa-apa yang diimani oleh orang yang lemah itu. Mereka menghindari untuk mengatakan ingkar kepada apa yang dibawa oleh Nabi Saleh, karena khawatir terhadap adanya kesan seolah-olah mereka mengakui atas kerasulan Saleh as.
Ayat 77
Dalam tafsir surat Al A’raf ayat 73-79 khususnya di ayat 77 ini menceritakan kisah setelah itu mereka berbuat durhaka dengan menyembelih unta dan menentang perintah-perintah Allah yang disampaikan kepada mereka oleh Nabi Saleh. Mereka memanggil seorang sesamanya untuk membunuh unta itu, seperti dijelaskan oleh firman Allah:
فَنَادَوْا صَاحِبَهُمْ فَتَعَاطٰى فَعَقَرَ
Maka mereka memanggil kawannya, lalu dia menangkap (unta itu) dan memotongnya. (al-Qamar/54: 29)
Tetapi dalam ayat 77 dikatakan, bahwa yang membunuh unta itu adalah orang banyak di kalangan mereka. Hal mana menunjukkan perbuatan kejahatan (tindak pidana) seseorang, dipandang perbuatan pidana orang banyak apabila orang yang melakukan pidana itu atas persetujuan orang banyak atau perintah mereka.
Maka tanggung jawab atas tindak pidana itu dipikulkan kepadanya dan orang banyak secara bersama-sama, dan azab ditimpakan kepada mereka. Mereka kemudian menantang Nabi Saleh agar mendatangkan azab yang dijanjikan kepada mereka, yaitu azab Allah, jika benar-benar Saleh utusan Allah yang menyampaikan ancaman dari Allah.
Ayat 78
Setelah mereka menantang Nabi Saleh dengan menuntut azab Allah yang dijanjikan, maka Allah membela Rasul-Nya dan pengikutnya. Ayat ini menerangkan azab Allah yang diturunkan kepada mereka berupa gempa dan petir yang dahsyat yang menggetarkan jantung manusia, menggoncangkan bumi bagaikan gempa besar yang menghancurkan semua bangunan sehingga mereka semuanya binasa. Tentulah petir tersebut tidak seperti biasa tetapi petir yang luar biasa yang khusus ditimpakan kepada mereka sebagai azab atas kedurhakaan kaum Tsamud.
Ayat 79
Setelah kaum Tsamud binasa akibat disambar petir, ayat ini menerangkan bahwa Nabi Saleh dengan rasa haru dan sedih berkata kepada mereka yang sudah mati, bahwa dia sesungguhnya telah menyampaikan amanat Tuhannya dan telah cukup memberi nasihat kepada mereka namun mereka tidak suka menerima nasihat.
Seruan Nabi Saleh ini yang ditujukan kepada kaumnya yang telah mati itu menunjukkan betapa cintanya kepada kaumnya. Hal mana mengingatkan kita kepada seruan Nabi Muhammad terhadap sebagian orang-orang Quraisy yang telah mati dan sudah dikuburkan dalam Perang Badar. Rasulullah berkata:
يَا اَبَا جَهْلِ بْنِ هِشَامٍ, يَا عُتْبَةُ بْنِ رَبِيْعَةَ يَا شَيْبَةُ بْنِ رَبِيْعَةَ وَيَا فُلاَنُ بْنِ فُلاَنٍ وَفُلاَنُ بْنِ فُلاَنٍ: هَلْ وَجَدْتُمْ مَا وَعَدَ رَبُّكُمْ حَقًّا فَاِنِّى وَجَدْتُ مَا وَعَدَنِى رَبِّى حَقًّا؟ فَقَالَ لَهُ عُمَرُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَا تُكَلِّمُ مِنْ أَقْوَامٍ قَدْ جَيَّفُوْا ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَّ: وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ مَا أَنْتُمْ بِأَسْمَعَ لِمَا أَقُوْلُ مِنْهُمْ وَلَكِنْ لاَ يُجِيْبُوْنَ (رواه البخاري ومسلم عن ابي طلحة الانصاري )
“Wahai Abu Jahal bin Hisyam, wahai Utbah bin Rabi‘ah. Wahai Syaibah bin Rabi’ah dan wahai Fulan anak Fulan, Adakah sekarang ini kamu menemukan apa-apa yang dijanjikan Allah itu benar? Karena aku telah menemukan apa yang dijanjikan Tuhanku itu benar. Umar berkata, “Ya Rasulullah, apa guna berbicara dengan tubuh yang tidak bernyawa?” Rasulullah menjawab, “Demi Tuhan dimana diriku tergantung pada-Nya. Kamu tidaklah lebih mendengar dari mereka terhadap apa yang aku katakan. Tetapi mereka tidak dapat menjawab.” (Riwayat al-Bukhāri dan Muslim dari Abu Thalhah al-Anshari).
Dalam tafsir surat Al A’raf ayat 73-79 khususnya pada ayat 79 ini tidak mengutarakan bahwa Nabi Saleh menghindar dari kaumnya sebelum datang azab Allah, demikian juga tidak mengutarakan tentang nasib sebagian kaum Tsamud yang beriman kepada Nabi Saleh. Namun ayat 79 ini jelas mengutarakan bahwa Nabi Saleh diselamatkan oleh Allah. Ibnu Katsir menerangkan bahwa Allah menyelamatkan Nabi Saleh dan pengikutnya dari azab tersebut kemudian pergi dan tinggal di Haran.
(Tafsir Kemenag)
Baca Juga: Tafsir Surat As-Shaffat Ayat 78-81: Terima Kasih Allah kepada Nabi Nuh