BerandaTafsir TematikTafsir Surat al-Baqarah Ayat 2: Al-Quran Adalah Kitab Sempurna

Tafsir Surat al-Baqarah Ayat 2: Al-Quran Adalah Kitab Sempurna

Al-Quran adalah kitab suci yang Allah swt turunkan kepada nabi Muhammad saw melalui perantara Jibril sebagai bukti keabsahan kenabian Muhammad saw sekaligus sebagai mukjizat bagi beliau guna membantu penyebaran dan pengajaran Islam. Bagi umat Islam, Al-Quran adalah kitab sempurna yang tidak memiliki keraguan di dalamnya.

Al-Quran sebagai kalamullah memiliki posisi sentral di dalam hati umat Islam. Sebab ia berasal dari Allah swt dan memiliki peranan besar dalam kehidupan umat Islam sejak masa nabi Muhammad saw hingga saat ini. Maka tak heran, muncul berbagai bentuk penghormatan terhadap Al-Quran, baik secara pemahaman maupun tindakan-tindakan tertentu seperti peletakan di tempat yang tinggi.

Ada banyak argumentasi-argumentasi yang menujukan bahwa Al-Quran merupakan kitab sempurna yang tidak memiliki keraguan di dalamnya. Salah satunya adalah dalil dari Al-Quran sendiri, yakni surat al-Baqarah [2] ayat 2 yang berbunyi:

ذٰلِكَ الْكِتٰبُ لَا رَيْبَ ۛ فِيْهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِيْنَۙ ٢

“Kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah [2]: 2).

Menurut Quraish Shihab, ayat ini secara tegas menunjukkan Al-Quran adalah kitab yang sempurna (dengan alif lam), tidak ada keraguan di dalamnya yakni pada kandungannya dan kesempurnaannya serta berfungsi sebagai petunjuk bagi seluruh manusia. Namun kendati demikian, beliau menegaskan bahwa yang mendapatkan manfaat darinya (Al-Quran) hanyalah orang-orang bertakwa.

Baca Juga: Enam Ayat Kauniyah dalam QS. Al-Baqarah [2]: 164 dan Hikmahnya

Penggunaan kata dzalikal kitab pada surat al-Baqarah [2] ayat 2 ini bertujuan memberi kesan bahwa kitab suci Al-Quran berada dalam kedudukan yang amat tinggi, dan sangat jauh dari jangkauan makhluk (transenden), karena dia bersumber dari Allah Yang Maha Tinggi. Sedangkan hadza (ini) di ayat yang lain berfungsi untuk menunjukkan betapa dekat tuntunan Al-Quran pada fitrah manusia.

Al-Kitab bermakna Al-Quran. Al yang dibubuhkan pada awal kata kitab dipahami dalam arti kesempurnaan. Dengan demikian, al-Kitab yakni Al-Quran adalah kitab sempurna. Sedemikian sempurnanya sehingga tidak ada satu kitab yang wajar dinamai al-kitab selain kitab Al-Quran yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw (Tafsir Al-Misbah [1]: 86).

Tidak ada keraguan padanya atau di dalamnya, yakni bukti rasional dan emosional menyangkut kebenaran sumber dan kandungan Al-Quran sangat jelas, sehingga tidak wajar seseorang ragu terhadapnya. Ada yang membaca surat al-Baqarah [2] ayat 2 dengan berhenti pada kata raib, sehingga memahami ayat ini sebagai larangan ragu, yakni jangan ragu (la raib).

Pembacaan ini memberi makna kepada kita agar tidak ragu kepada Al-Quran, sebab Al-Quran adalah kitab sempurna yang tidak memiliki keraguan di dalamnya. Maksudnya, jangan ragu tentang kebenaran yang dikandungnya, jangan ragu mengamalkannya, karena dia adalah petunjuk atau di dalamnya ada petunjuk bagi seluruh manusia, terutama bagi orang yang bertakwa.

Ragu yang dimaksud dalam ayat ini bukanlah ragu yang bermakna positif, tetapi ragu dalam arti sangkaan buruk. Itulah yang dimaksud dari kata raib. Adapun syak atau keraguan yang mendorong seseorang untuk berpikir positif, maka Al-Quran tidak melarangnya. Karena keraguan semacam ini akan dapat mengantarkan seseorang menemukan kebenaran. (Tafsir Al-Misbah [1]: 87).

Sebagian ulama memahami kata raib dalam arti kegelisahan jiwa, sebab keraguan menimbulkan kegelisahan. Petaka juga dinamai raib karena ia juga menimbulkan kegelisahan. Ada pula ulama yang memaknai kata raib sebagai keraguan yang mendekati syakk. Artinya, raib adalah keraguan yang kadarnya di bawah syak, yakni di bawah 50 persen.

Dengan demikian, dapat dipahami dari surat al-Baqarah [2] ayat 2 bahwa Al-Quran menyatakan tidak ada keraguan dalam dirinya. Namun di sisi lain, ia tidak melarang – melalui kata raib – adanya keraguan bersifat positif yang dapat menghantarkan pelakunya berfikir secara mendalam tentang kebenaran. Karena iman dalam tahap pertapa tidak luput dari berbagai pertanyaan.

Baca Juga: Surah Al-Baqarah [2] Ayat 168: Anjuran Makan Makanan Halal dan Bergizi

Selanjutnya, surat al-Baqarah [2] ayat 2 menegaskan bahwa Al-Quran yang sempurna tanpa keraguan adalah petunjuk (hudan) bagi orang-orang bertakwa. Maksudnya, Al-Quran tidak hanya mengandung petunjuk bagi orang-orang bertakwa, tetapi ia sendiri adalah perwujudan dari petunjuk tersebut. Dengan demikian, Al-Quran adalah penampilan dari hidayah ilahi (Tafsir Al-Misbah [1]: 88).

Kemudian, takwa artinya menghindar. Jadi, orang bertakwa adalah orang yang menghindar. Yang dimaksud oleh ayat ini mencakup tiga penghindaran. Pertama, menghindar dari kekufuran dengan jalan beriman kepada Allah. Kedua, berupaya melaksanakan perintah Allah sekuat tenaga dan menjauhi larangan-Nya. Ketiga dan yang tertinggi, menghindar dari segala aktivitas yang menjauhkan hati dan pikiran dari Allah swt.

Takwa adalah penamaan bagi setiap orang yang beriman dan mengerjakan amal kebaikan. Seorang yang mencapai puncak ketaatan adalah orang yang bertakwa. Meskipun demikian, orang beriman dan mengerjakan amal saleh tetapi belum mencapai puncaknya ataupun belum luput dari dosa, ia tetap bisa disebut orang yang bertakwa. Namun tentunya ia pada tingkatan berbeda dengan orang bertakwa yang berada pada puncak ketakwaannya. Wallahu a’lam.

Muhammad Rafi
Muhammad Rafi
Penyuluh Agama Islam Kemenag kotabaru, bisa disapa di ig @rafim_13
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Gus Baha jelaskan tata krama dalam interaksi sosial

Gus Baha Jelaskan Pentingnya Tata Krama dalam Interaksi Sosial

0
Dalam interaksi antar sesama di kehidupan bermasyarakat, Islam mengajarkan bahwa  muslim harus memperhatikan adab dan tata krama sosial, terlepas dari status dan kedudukan dalam...