Kehidupan rumah tangga bagaikan bahtera yang mengarungi lautan yang luas dan besar. Ombak selalu ada di depan mata. Akan tetapi, jika mampu melewati ombak yang deras dengan tenang, pasti akan ada jalan keluar. Begitu pula masalah rumah tangga, cobaan dan tantangan akan selalu ada, jika dapat melewati bersama, maka akan terjadi keharmonisan.
Keluarga terbangun dari hubungan dua insan yang berbeda jenis kelamin yakni lelaki dan wanita. Keduanya memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing. Suami bertugas untuk mencari dan memberi nafkah bagi sang istri. Istri pun bertugas untuk membantu suami dalam urusan rumah tangga dan lain-lain.
Nafkah bukan hanya berupa nafkah lahir semata. Nafkah batin terutama hal-hal yang dapat membuat senang keduanya mesti terpenuhi. Salah satu dari sekian banyak nafkah batin adalah hubungan intim antara suami istri. Memang hal ini tidaklah menjamin seluruh kebahagiaan, namun hal ini bisa menjadi masalah bila salah satu pihak tidak puas. Karena itu, penting dipahami bahwa hubungan intim perlu mendapat perhatian.
Berkenaan dengan masalah keintiman antara suami dan istri, terdapat firman Allah Swt. sebagai berikut
نِسَاۤؤُكُمْ حَرْثٌ لَّكُمْ ۖ فَأْتُوْا حَرْثَكُمْ اَنّٰى شِئْتُمْ ۖ وَقَدِّمُوْا لِاَنْفُسِكُمْ ۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّكُمْ مُّلٰقُوْهُ ۗ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِيْنَ
Istri-istrimu adalah ladang bagimu, maka datangilah ladangmu itu kapan saja dan dengan cara yang kamu sukai. Dan utamakanlah (yang baik) untuk dirimu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu (kelak) akan menemui-Nya. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang yang beriman. (Q.S. al-Baqarah (2) : 223)
Baca juga: Tafsir Surat Ali Imran 31: Cara Mempererat Hubungan Suami-Istri
Apabila melihat sebab turunnya ayat tersebut berdasarkan riwayat yang dikeluarkan oleh al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, al-Tirmidhi, an-Nasa`I, dan ibn Majah dari Jabir ibn ‘Abd Allah r.a. Diketahui bahwa menurut orang-orang Yahudi jika ada seorang lelaki berhubungan seks dengan istrinya dari arah belakang, akibatnya anaknya bermata juling. Lalu Allah swt. merespon pandangan tersebut dengan menurunkan surat al-Baqarah ayat 223 (Khalid ibn Sulayman al-Mazini, al-Muharrar Fi Asbab Nuzul al-Qur`an, juz 1, hal. 271)
Selain itu, latar belakang turunnya ayat ini berkaitan dengan kebiasaan Penduduk Madinah yang sering meniru kebiasaan kaum Yahudi yang tidak berhubungan seks dari belakang meskipun tidak melakukan anal seks. Ketika penduduk Madinah memeluk agama Islam, terdapat seorang pria Muhajirin yang menikahi wanita Ansar. Tatkala akan berhubungan intim, suami akan mendatangi istri dari belakang. Tetapi istrinya menolak karena kebiasaan penduduk Madinah yang menolak berhubungan seks dari arah belakang karena hal tersebut tidak lazim bagi penduduk Madinah.
Lalu kejadian ini dilaporkan kepada Rasulullah saw, Sehingga turunlah ayat di atas untuk merespon kasus ini. Adapun penjelasan dari mendatangi istri maksudnya pada satu lubang saja di bagian depan atau Somamin Wahidin. (Ismail ibn Kathir al-Dimashq, Tafsir al-Qur`an al-‘Azhim, Juz 1, hal. 589-590)
Jika melihat redaksi al-Harth ada ayat di atas, maka secara bahasa kata tersebut dimaknai dengan al-Zar’ yang berarti bercocok tanam. Ada pun maksud dari bercocok tanam dalam ayat ini adalah Injab al-Awlad atau tempat untuk berkembang biak yang dapat menghasilkan keturunan. Sehingga maksud ayat di atas adalah wanita merupakan tempat untuk menanam benih-benih yang dapat menghasilkan keturunan. Hal ini karena wanita memiliki rahim yang dapat menampung pertemuan antara sel sperma dan sel telur (Majma’ al-Buhuth al-Islamiyyat, al-Tafsir al-Wasit Li al-Qur`an al-Karim, Jilid 1, 366).
Pada redaksi selanjutnya yakni fa`tu harthakum anna shi`tum yang diterjemahkan dengan maka datangilah dari mana saja yang kau inginkan. Kemudian dilanjut pada redaksi selanjutnya yakni wa qaddimu li anfusikum yang berarti dan utamakan yang baik bagimu.
Baca juga: Menstruasi dan Cara Menjaga Kesehatan Reproduksi dalam Al-Quran
Maksudnya adalah dalam melakukan hubungan seksual atau intim antara suami dengan istri, ayat ini membolehkan untuk melakukan dari arah depan maupun belakang. Selain itu melakukan seks dengan gaya yang berbeda selama hanya memasukkan di bagian vagina, maka diperbolehkan. Akan tetapi terdapat rambu-rambu yang harus diperhatikan. Redaksi selanjutnya merupakan alarm bagi suami maupun istri dalam berhubungan intim.
Dalam berhubungan seks perlu diperhatikan seni dan etika yang berlaku. Ada pun etika dalam hal ini seperti hal yang tidak boleh dilakukan dalam seks seperti menggauli istri ketika sedang haid (lihat surat al-Baqarah ayat 222) dan melakukan Anal Sex atau seks lewat dubur. Pada poin kedua ini jumhur ulama bersepakat bahwa hal tersebut haram yang didasarkan pada Hadis Riwayat Abu Dawud dan an-Nasa`i sebagai berikut
قال رسول الله صلىالله عليه وسلم : ملعون من أتى امرأة في دبرها
Rasulullah saw. bersabda : Terlaknatlah orang yang mendatangi istrinya dari belakang (dubur).
Hadis di atas merupakan penjelas dari surat Al-Baqarah ayat 223, sehingga dalam menjalin hubungan intim antara suami dan istri perlu mempertahatikan pandangan agama tentang masalah ini baik aturan maupun etikanya. Dengan ini hubungan yang dilakukan tidak hanya bertujuan untuk memuaskan nafsu birahi semata. Akan tetapi, hal tersebut dapat menghasilkan kemaslahatan bagi suami dan istri (Majma’ al-Buhuth al-Islamiyyat, al-Tafsir al-Wasit Li al-Qur`an al-Karim, Jilid 1, 366-367).
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa hubungan seks suami dan istri perlu memperhatikan seni dan etika bercinta. Seks tanpa memperhatikan seni, maka akan terjadi ketidakpuasan diantara kedua pihak. Apa pun gaya dilakukan boleh-boleh saja, akan tetapi yang paling utama tidak melakukan anal sex dan bercinta saat istri haid. Wallahu A’lam