Surat Al-Hujurat ayat 13 memiliki beberapa versi sababun nuzul. Ayat ini menekankan makluk Allah SWT agar mampu hidup dalam berbangsa, dan juga menginsafi sebuah perbedaan demi menjaga silaturahmi. Karena semakin kuat pengenalan satu pihak dengan pihak lainnya, maka semakin terbuka peluang untuk saling memberi manfaat. Akan tetapi, ternyata ayat ini juga memiliki kandungan terkait pernikahan beda kasta. Terdapat kisah pada masa Rasulullah tentang menjodohkan pasangan yang beda kasta, dari kisah tersebut turunlah Surat Al-Hujurat ayat 13.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Baca juga: Nilai Kesetaraan Hingga Evaluasi Diri; Qiraah Maqashidiyah Kisah Nabi Adam
Sebab Turunnya Surat Al-Hujurat Ayat 13
Imam Suyuthi dalam kitab tafsirnya Al-Durr Al-Mantsur fi Tafsir Bil-Ma’tsur menyebutkan dua kisah turunnya surat al-Hujurat ayat 13:
: أخرج ابْن الْمُنْذر وَابْن أبي حَاتِم وَالْبَيْهَقِيّ فِي الدَّلَائِل عَن ابْن أبي مليكَة قَالَ: لما كَانَ يَوْم الْفَتْح رقي بِلَال فَأذن على الْكَعْبَة فَقَالَ بعض النَّاس: هَذَا العَبْد الْأسود يُؤذن على ظهر الْكَعْبَة وَقَالَ بَعضهم: إِن يسْخط الله هَذَا يُغَيِّرهُ فَنزلت {يَا أَيهَا النَّاس إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ من ذكر وَأُنْثَى} الْآيَة وَأخرج ابْن الْمُنْذر عَن ابْن جريج وَابْن مرْدَوَيْه وَالْبَيْهَقِيّ فِي سنَنه عَن الزُّهْرِيّ قَالَ: أَمر رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم بني بياضة أَن يزوّجوا أَبَا هِنْد امْرَأَة مِنْهُم فَقَالُوا: يَا رَسُول الله أتزوّج بناتنا موالينا فَأنْزل اللهيَا أَيهَا النَّاس إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ من ذكر وَأُنْثَى
Kisah yang pertama ialah ketika Rasulullah memasuki kota Mekkah dalam peristiwa Fathu Makkah, Bilal bin Rabah naik ke atas Ka’bah dan menyerukan azan. Maka sebagian penduduk Mekkah yang mengetahui bahwa Bilal di Madinah merupakan seorang muadzin, mereka pun sontak kaget. Ada yang berkata: “Budak hitam inikah yang azan di atas Ka‘bah?”
Bahkan ada seruan ejekan seperti ini, Apakah Muhammad tidak menemukan selain burung gagak ini untuk berazan?”. Yang lain berkata, “Jika Allah membencinya, tentu akan menggantinya.” Lalu turunlah ayat 13 surat al-Hujurat.
Kemudian kisah kedua ini tidak hanya terdapat pada kitab Al-Durr Al-Mantsur fi Tafsir Bil-Ma’tsur, akan tetapi juga ada pada kitab Al Maraasil karangan Imam Abu Dawud, kisah dari Abu Hind yang seorang bekas budak yang kemudian bekerja sebagai tukang bekam. Nabi meminta kepada Bani Bayadhah untuk menikahkan salah satu putri mereka dengan Abu Hind. Tapi mereka menolak dengan alasan: “Ya Rasul, bagaimana kami hendak menikahkan putri kami dengan bekas budak kami?” Lalu turunlah ayat 13 surat al-Hujurat.
Baca juga: Tafsir Surat An-Nahl Ayat 97: Kesetaraan Laki-Laki dan Perempuan dalam Beribadah
Apakah Al-Quran Menekankan Persamaan Kasta dalam Pernikahan?
Setelah memahami tafsir di atas khusus pada kisah Abu Hind, membuktikan bahwa Allah tidak menginginkan kita merasa paling baik dari pada orang lain. Dalam pernikahan saja Allah memperbolehkan untuk berpasangan dengan yang tidak sekasta dengannya. Seperti Abu Hind seorang budak dengan bani bayadhah.
Dalam Tafsir Al-Misbah , karangan Prof. Quraish Shihab kata تعارفوا terambil dari kata عرف yang berarti mengenal. Semakin kuat pengenalan satu pihak dengan pihak lainnya, maka semakin terbuka peluang untuk saling memberi manfaat. Karena ayat diatas menekankan untuk saling mengenal.
Perkenalan itu dibutuhkan untuk saling menarik pelajaran dan pengalaman dari pihak lain, selain itu juga guna meningkatkan ketaqwaan kepada Allah Swt, sehingga dampaknya pada kedamaian dan kesejahteraan hidup. Upaya saling mengenal dapat dilakukan dengan proses bersilaturrahim.
Salah satu kebesaran Allah Swt yang diperlihatkan-Nya kepada umat manusia adalah keragaman. Dalam setiap keragaman akan selalu ada persamaan dan perbedaan. Layaknya pasangan suami-istri boleh saja beda kasta, asalkan masing-masing pasangan memiliki ke takwaan kepada Allah SWT.
Baca juga: Inilah Tiga Prinsip Kesetaraan Gender dalam Al Quran
Kemudian pada Tafsir Al-Qurthubi dipaparkan bahwa Allah menciptakan makhluk-Nya, dari persilangan laki-laki dan perempuan artinya ialah bernasab-nasab, bermarga-marga, bersuku-suku dan berbangsa-bangsa. Dari itulah Allah menciptakan perkenalan diantara mereka, dan mengadakan regenarasi bagi mereka, demi sebuah hikmah yang telah Allah tentukan.
Selanjutnya dari Ahmad Mustofa Al-Maraghi Terjemah Tafsir Al-Maraghi, bahwa Rasulullah bersabda, ”sesungguhnya Allah tidak memandang kepada pangkat-pangkat kalian dan tidak pula kepada nasab-nasabmu dan tidak pula pada tubuhmu, dan tidak pula pada hartamu, akan tetapi memandang pada hatimu.
Maka barang siapa mempunyai hati yang shaleh, maka Allah belas kasih kepadanya. Kalian tak lain adalah anak cucu Adam. Dan yang paling dicintai Allah hanyalah yang paling bertaqwa kepadaNya. Wallahu a’lam[]