BerandaTafsir TahliliTafsir Surat Al Maidah Ayat 67-68

Tafsir Surat Al Maidah Ayat 67-68

Setelah sebelumnya berbicara tentang pengandaian tentang Ahli Kitab jika mereka taat pada Allah dan Nabi Muhammad, pada Tafsir Surat Al Maidah Ayat 67-68 berbicara tentang perintah Allah swt kepada Nabi Muhammad swt agar sabar dalam menyampaikan amanat sebagai utusan Allah swt dan tidak perlu menghiraukan gangguan dari orang kafir.


Baca sebelumnya: Tafsir Surat Al Maidah Ayat 65-66


Tafsir Surat Al Maidah Ayat 67-68 lebih lanjut, menekankan tentang larangan agar tidak menunda amanat yang sudah diemban oleh Nabi Muhammad saw sebagai utusan Allah swt. Penundaan walauh hanyat sebenantar dianggap sesuatu yang tercela dan tidak pantas di lakukan oleh seorang utusan.

Pada bagian akhir pembahasan Tafsir Surat Al Maidah Ayat 67-68 terdapat perintah agar Nabi Muhammad saw menyampaikan bahwa orang Ahli kitab belum dinamakan beragama sebelum menerima ajakan Nabi Muhammad saw dan masuk Islam.

Ayat 67

Ayat ini memerintahkan kepada Nabi Muhammad supaya menyampaikan apa yang telah diturunkan kepadanya tanpa menghiraukan besarnya tantangan di kalangan Ahli Kitab, orang musyrik dan orang-orang fasik.

Ayat ini menganjurkan kepada Nabi Muhammad agar tidak perlu takut menghadapi gangguan dari mereka dalam membentangkan rahasia dan keburukan tingkah laku mereka itu karena Allah menjamin akan memelihara Nabi Muhammad dari gangguan, baik masa sebelum hijrah oleh kafir Quraisy maupun sesudah hijrah oleh orang Yahudi.

Apa yang telah diturunkan oleh Allah kepada Muhammad adalah amanat yang wajib disampaikan seluruhnya kepada manusia. Menyampaikan sebagian saja dari amanat-Nya dianggap sama dengan tidak menyampaikan sama sekali. Demikianlah kerasnya peringatan Allah kepada Muhammad. Hal tersebut menunjukkan bahwa tugas menyampaikan amanat adalah kewajiban Rasul.

Tugas penyampaian tersebut tidak boleh ditunda meskipun penundaan itu dilakukan untuk menunggu kesanggupan manusia untuk menerimanya, karena masa penundaan itu dapat dianggap sebagai suatu tindakan penyembunyian terhadap amanat Allah.

Ancaman terhadap penyembunyian sebagian amanat Allah sama kerasnya dengan ancaman terhadap sikap sesesorang yang beriman kepada sebagian rasul saja dan beriman kepada sebagian ayat Alquran saja.

Meskipun seorang rasul bersifat maksum yakni terpelihara dari sifat tidak menyampaikan, namun ayat ini menegaskan bahwa tugas menyampaikan amanat adalah kewajiban yang tidak dapat ditawar-tawar atau ditunda-tunda meskipun menyangkut pribadi Rasul sendiri seperti halnya yang kemudian terjadi antara Zainab binti Jahsy dengan Nabi Muhammad sebagaimana yang diuraikan dalam al-Ahzab/33: 37:

وَاِذْ تَقُوْلُ لِلَّذِيْٓ اَنْعَمَ اللّٰهُ عَلَيْهِ وَاَنْعَمْتَ عَلَيْهِ اَمْسِكْ عَلَيْكَ زَوْجَكَ وَاتَّقِ اللّٰهَ وَتُخْفِيْ فِيْ نَفْسِكَ مَا اللّٰهُ مُبْدِيْهِ وَتَخْشَى النَّاسَۚ وَاللّٰهُ اَحَقُّ اَنْ تَخْشٰىهُ

“Dan (ingatlah) ketika engkau (Muhammad) berkata kepada orang yang  telah diberi nikmat oleh Allah dan engkau (juga) telah memberi nikmat kepadanya, “pertahankanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah”, sedang engkau menyembunyikan di dalam hatimu apa yang akan dinyatakan oleh Allah, dan engkau  takut kepada manusia padahal Allah  lebih berhak engkau  takuti. (al-Ahzab/33:37)

Dalam hubungan ini Aisyah dan Anas berkata, “Kalaulah kiranya Nabi Muhammad akan menyembunyikan sesuatu dalam Alquran, tentu ayat inilah yang disembunyikannya.” Dari keterangan ‘Aisyah dan Anas ini jelaslah peristiwa yang kemudian terjadi antara Zainab binti Jahsy dengan Zaid ialah perceraian yang berkelanjutan dengan berlakunya kehendak Allah yaitu menikahkan Zainab dengan Nabi Muhammad.

Hal tersebut tidak dikemukakan oleh Nabi Muhammad kepada Zaid ketika ia mengadukan peristiwanya kepada Nabi Muhammad pada hal beliau sudah mengetahuinya dengan perantaraan wahyu. Nabi Muhammad saw, menyembunyikan hal-hal yang diketahuinya sesuai dengan kesopanan disamping menghindarkan tuduhan-tuduhan yang dilancarkan oleh golongan orang-orang munafik.

Meskipun demikian Nabi Muhammad masih juga menerima kritik Allah seperti diketahui pada ayat dalam surah al-Ahzāb tersebut.

Tegasnya, ayat 67 ini mengancam orang-orang yang menyembunyikan amanat Allah sebagaimana tersebut dalam firman-Nya:

اِنَّ الَّذِيْنَ يَكْتُمُوْنَ مَآ اَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنٰتِ وَالْهُدٰى مِنْۢ بَعْدِ مَا بَيَّنّٰهُ لِلنَّاسِ فِى الْكِتٰبِۙ اُولٰۤىِٕكَ يَلْعَنُهُمُ اللّٰهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللّٰعِنُوْنَۙ

“Sungguh, orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan dan petunjuk, setelah Kami jelaskan kepada manusia dalam Kitab (Alquran), mereka itulah yang dilaknat Allah dan dilaknat (pula) oleh mereka yang melaknat.” (al-Baqarah/2:159)

Sejalan dengan ancaman Alquran ini, Nabi Muhammad bersabda mengingatkan orang-orang yang menyembunyikan ilmu pengetahuan:

مَنْ سُئِلَ عَنْ عِلْمٍ فَكَتَمَهُ اُلْجِمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِلِجَامٍ مِنْ نَارٍ

(رواه ابو داود والترمذي عن ابي هريرة)

Barang siapa ditanya tentang sesuatu ilmu pengetahuan lalu disembunyikannya maka ia akan dikekang pada hari Kiamat dengan kekangan dari api neraka. (Riwayat Abu Daud, at-Tirmizii dari Abµ Hurairah)

Selanjutnya akhir ayat ini menegaskan bahwa Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang kafir yang mengganggu Nabi Muhammad dan pekerjaan mereka itu pastilah sia-sia karena Allah tetap melindungi Nabi-Nya dan tetap akan meninggikan kalimat-Nya.


Baca juga: Tafsir Surah Al Nahl Ayat 125: Metode Dakwah Rasulullah SAW


Ayat 68

Pada ayat ini Allah memerintahkan kepada Muhammad supaya mengatakan kepada Ahli Kitab bahwa mereka itu tidak dapat dipandang sebagai orang yang beragama selagi mereka tidak menegakkan ajaran-ajaran Taurat, lnjil dan ajaran-ajaran yang telah diturunkan kepada Nabi Muhammad yaitu Alquran.

Karena kalau mereka menegakkan ajaran Taurat dan lnjil tentulah tidak ada golongan yang mereka musuhi dan mereka laknati. Jika ada orang lain yang mengganggu tentulah mereka memberikan maaf bahkan mereka akan memberikan pipi kirinya ketika dipukul orang pada pipi kanannya.

Mereka tidak akan berlomba dalam mempersiapkan senjata-senjata yang menghancurkan dunia demi keselamatan manusia di dunia. Untuk perdamaian itu tentulah mereka akan mengeluarkan kekayaan mereka. Tetapi kenyataannya bahwa tingkah laku mereka adalah sebaliknya tidak menunjukkan bahwa mereka itu orang yang berpegang kepada agama.

Malah kebanyakan mereka bertambah kedurhakaan dan kekafiran terhadap sesuatu yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad yaitu Alquran selaku kitab penyempurnaan agama Allah. Hal itu menggambarkan bahwa mereka tidak beriman sungguh-sungguh kepada Allah dan tidak beriman sungguh-sungguh kepada rasul-rasul.

Tegasnya mereka tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang baik yang dituntut oleh Kitab-kitab mereka. Jadi kebanyakan mereka itu hanya berpegang kepada adat istiadat yang buruk dan kefanatikan, karenanya mereka menolak Alquran, secara sadar disebabkan mereka jauh dari ajaran agama mereka yang sebenarnya.

Agama sebelum Muhammad merupakan dasar dari agama yang dibawa Nabi Muhammmad karena Islam merupakan penyempurnaan agama-agama sebelumnya. Oleh karena mereka melihat Alquran dengan kaca mata permusuhan dan kefanatikan, bertambah-tambahlah kefanatikan dan kedurhakaan mereka.

Memang ada segolongan  kecil dari mereka yang memelihara ajaran Tauhid, yang cinta kepada kebenaran; mereka inilah orang yang memandang Alquran dengan kesadaran karena mereka menyakini bahwa Alquran itu sebenarnya dari Tuhan mereka dan bahwa Nabi yang Alquran diturunkan kepadanya adalah Nabi yang terakhir yang tertulis dalam kitab-kitab mereka, sehingga mereka ini beriman kepada Muhammad seperti ulama-ulama Yahudi dan Najasyi dan kalangan Nasrani.

Selanjutnya akhir ayat ini melarang Nabi Muhammad berduka cita terhadap orang-orang kafir yang tidak menyambut seruannya agar mereka beriman kepada Alquran.


Baca setelahnya: Tafsir Surat Al Maidah Ayat 69-71


(Tafsir Kemenag)

Redaksi
Redaksihttp://tafsiralquran.id
Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Iltifat Dhamir dalam Alquran

0
Alquran merupakan kitab suci dengan bahasa yang unik dan mengandung sastra tinggi. Salah satu keunikan tersebut adalah penggunaan iltifat. Ayat-ayat yang mengandung iltifat memiliki...