BerandaTafsir TahliliTafsir Surat Al Maidah Ayat 91-92

Tafsir Surat Al Maidah Ayat 91-92

Tafsir Surat Al Maidah Ayat 91-92 berbicara satu topik utama terkait dengan khamr. Dari topik utama tersebut terbagi menjadi dua fokus. Sebagaimana pembahasan lalu yang membahas tentang khamr, di sini pun begitu. Jika yang telah lalu membahas tentang hukum khamr, dalam pembahasan ini berbicara terkait alasan pengharamannya.


Baca sebelumnya: Tafsir Surat Al Maidah Ayat 90


Fokus pertama dalam Tafsir Surat Al Maidah Ayat 91-92 adalah mengenai alasan pengharaman dari khamr itu sendiri. Peminum khamr dianggap bisa menimbulkan permasalah yang lain, yakni permusuhan dan saling membenci antar sesama. Selain dua efek tersebut, minum khamr juga sangat berpotensi lalai dari mengingat Allah.

Fokus kedua Tafsir Surat Al Maidah Ayat 91-92 ini berbicara tentang himbauan Allah agar orang-orang mukmin senantiasa menjaga diri dari perilaku tercela. Salah satunya dengan tidak mimun khmar serta prilaku terlarang lainnya.

Ayat 91

Ayat ini menyebutkan alasan mengapa Allah mengharamkan meminum khamar dan berjudi bagi orang-orang mukmin. Alasan yang disebutkan dalam ayat ini ada dua macam, Pertama, karena dengan kedua perbuatan itu setan ingin menimbulkan permusuhan dan rasa saling membenci di antara sesama manusia. Kedua, karena akan melalaikan mereka dari mengingat Allah dan salat.

Pada ayat yang lain telah disebutkan bahwa minum khamar dan berjudi adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Artinya setanlah yang menggoda manusia untuk melakukannya agar timbul permusuhan dan rasa saling membenci antara mereka.

Timbulnya berbagai bahaya tersebut pada orang yang suka minum khamar dan berjudi, tak dapat dipungkiri. Kenyataan yang dialami oleh orang-orang semacam itu cukup menjadi bukti. Peminum khamar tentulah pemabuk. Orang yang mabuk tentu kehilangan kesadaran. Orang yang hilang kesadarannya mudah melakukan perbuatan yang tidak layak, atau mengucapkan kata-kata yang seharusnya tidak diucapkannya.

Perbuatan dan perkataannya itu sering kali merugikan orang lain, sehingga menimbulkan permusuhan antara mereka. Di sisi lain, orang yang sedang mabuk tentu tidak ingat untuk melakukan ibadah dan zikir atau apabila ia melakukannya, tentu dengan cara yang tidak benar dan tidak khusyuk. Apalagi minum minuman keras menimbulkan kecanduan bahkan bisa menjadikan seseorang tergantung, yaitu ia tidak dapat bekerja jika tidak minum lebih dulu.

Orang yang suka berjudi biasanya selalu berharap akan menang. Oleh karena itu, ia tidak pernah jera dari perbuatan itu, selagi ia masih mempunyai uang, atau barang yang akan dipertaruhkannya. Ketika uang atau barangnya telah habis, ia akan berusaha untuk mengambil hak orang lain dengan jalan yang tidak sah. Betapa banyak ditemui pegawai atau karyawan perusahaan yang telah mengkorup uang yang dihabiskannya di meja judi.

Di antara penjudi-penjudi itu sendiri timbul rasa permusuhan, karena masing-masing ingin mengalahkan lawannya, atau ingin membalas dendam kepada lawan yang telah mengalahkannya. Seorang penjudi tentu sering melupakan ibadah, karena mereka yang sedang asyik berjudi, tidak akan menghentikan permainannya untuk melakukan ibadah, sebab hati mereka sudah tunduk kepada setan yang senantiasa berusaha untuk menghalang-halangi manusia beribadah kepada Allah dan menghendakinya ke meja judi.

Pada ayat ini Allah hanya menyebutkan bahaya khamar dan berjudi, sedang bahaya mempersembahkan korban untuk berhala serta mengundi nasib tidak lagi disebutkan. Bila kita teliti, dapatlah dikatakan bahwa hal itu disebabkan oleh dua hal.

Pertama, karena kurban untuk patung dan mengundi nasib itu telah disebutkan hukumnya dalam firman Allah:

وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَاَنْ تَسْتَقْسِمُوْا بِالْاَزْلَامِۗ  ذٰلِكُمْ فِسْقٌ

… dan (diharamkan pula) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan pula) mengundi nasib dengan azlam (anak panah), (karena) itu suatu perbuatan fasik.  (al-Ma′idah/5: 3)

Kedua perbuatan itu, dalam ayat tersebut telah dinyatakan sebagai “Kefasikan”.

Kedua, ialah karena khamar dan judi itu amat besar bahayanya. Itulah yang diutamakan pengharamannya dalam ayat ini, karena sebagian kaum Muslimin masih saja melakukannya sesudah turunnya ayat 219 Surah al-Baqarah/2 dan ayat 43 Surah an-Nisa′/4, terutama mengenai khamar.

Setelah menjelaskan bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh khamar dan judi, maka Allah, dengan nada bertanya memperingatkan orang-orang mukmin. “apakah mereka mau berhenti (dari mengerjakan pekerjaan itu)?”

Maksudnya ialah bahwa setelah mereka diberi tahu tentang bahaya yang demikian besar dari perbuatan-perbuatan itu, maka hendaklah mereka menghentikannya, karena mereka sendirilah yang akan menanggung akibatnya, yaitu kerugian di dunia dan di akhirat.

Di dunia ini mereka akan mengalami kerugian harta benda dan kesehatan badan serta permusuhan dan kebencian orang lain terhadap mereka; sedangkan di akhirat mereka akan ditimpa kemurkaan dan azab dari Allah.

Di samping minuman khamar yang memabukkan, kita juga dilarang mengkonsumsi beberapa zat yang memabukkan, seperti narkotika dan obat-obat berbahaya (narkoba) serta obat-obat adiktif lainnya, karena dapat merusak jaringan tubuh, menimbulkan ketergantungan dan menghilangkan kesadaran pada pelakunya.

Di dalam kitab hadis Musnad Ahmad, dan Sunan Abi Daud serta at-Tirmizi disebutkan satu riwayat bahwa Umar bin Khattab pernah berdoa kepada Allah, “Ya Allah, berilah kami penjelasan yang memuaskan mengenai masalah khamar.”

Maka setelah turun ayat 219 Surah al-Baqarah/2, Rasulullah, membacakan ayat itu kepadanya, tetapi beliau masih saja belum merasa puas, dan beliau tetap berdoa seperti tersebut di atas.

Demikian pula setelah turun ayat (43) Surah an-Nisa′/4. Tetapi setelah turun ayat-ayat 90 dan 91 Surah al-Ma′idah/5 ini, beliau dipanggil dan dibacakan kepadanya ayat-ayat tersebut. Beliau merasa puas. Setelah bacaan itu sampai kepada firman Allah:

فَهَلْ اَنْتُمْ مُّنْتَهُوْنَ

Maka maukah kamu berhenti (dari mengerjakan pekerjaan itu)?

Para sahabat termasuk Umar bin Khattab menjawab

اِنْتَهَيْنَا، اِنْتَهَيْنَا

Artinya: “Kami berhenti, kami berhenti.”


Baca juga: Pengumpulan Al-Quran dan Kisah Diskusi Alot Abu Bakar, Umar bin Khattab dan Zaid bin Tsabit


Ayat 92

Pada ayat ini, mula-mula Allah memerintahkan kepada orang mukmin agar mereka menaati Allah dan menaati Rasul-Nya, agar mereka berhati-hati dan menjaga keselamatan diri. Maksudnya ialah agar mereka menaati perintah-Nya untuk menjauhi khamar dan judi serta perbuatan-perbuatan haram lainnya, termasuk menyembelih kurban untuk berhala, dan mengundi nasib; dan mereka harus menaati pula keterangan-keterangan yang telah diberikan Rasul-Nya mengenai ayat-ayat yang telah diturunkan-Nya kepada beliau. Sehubungan dengan masalah khamar itu, Rasulullah telah bersabda:

كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ وَكُلُّ خَمْرٍ حَرَامٌ

(رواه مسلم)

 “Setiap minuman yang memabukkan adalah khamar dan setiap khamar adalah haram.” (Riwayat Muslim)

Perintah untuk “berhati-hati” maksudnya adalah untuk menjaga keselamatan diri dari bahaya yang akan menimpa, apabila mereka melanggar larangan Allah mengenai khamar dan judi, seperti kecanduan dan rusaknya dinding usus serta malapetaka yang akan diderita di dunia dan di akhirat kelak.

Harus diingat, apabila Allah, melarang hamba-Nya dari sesuatu hal atau perbuatan, adalah karena perbuatan itu berbahaya dan merusak. Dalam ayat lain Allah telah berfirman:

فَلْيَحْذَرِ الَّذِيْنَ يُخَالِفُوْنَ عَنْ اَمْرِهٖٓ اَنْ تُصِيْبَهُمْ فِتْنَةٌ اَوْ يُصِيْبَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ

… maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul-Nya takut akan mendapat cobaan atau ditimpa azab yang pedih. (an-Nur/24: 63)

Setelah Allah memerintahkan agar orang-orang mukmin menaati-Nya dan menaati Rasul-Nya, serta menjaga diri dari bahaya yang akan menimpanya apabila mereka menyalahi hukum-hukum-Nya dan ketentuan-ketentuan Rasul-Nya, maka pada akhir ayat itu Allah menyebutkan ancaman-Nya.

Bahwa apabila mereka berpaling dari agama Allah yang telah disampaikan oleh Rasul-Nya, maka tanggung jawabnya terletak pada mereka sendiri, bukan pada Rasul; sebab kewajiban Rasul hanyalah menyampaikan; dan Allah-lah yang akan memperhitungkan dan membalas segala perbuatan mereka baik di dunia maupun di akhirat.

Dalam ayat lain, Allah, berfirman kepada Rasul-Nya:

وَاِنْ تَوَلَّوْا فَاِنَّمَا عَلَيْكَ الْبَلٰغُ ۗ وَاللّٰهُ بَصِيْرٌۢ بِالْعِبَادِ

… tetapi jika mereka berpaling, maka kewajibanmu hanyalah menyampaikan. Dan Allah Maha Melihat hamba-hamba-Nya. (Ali ‘Imran/3: 20)

Firman-Nya dalam ayat yang lain lagi ialah:

وَاِنْ مَّا نُرِيَنَّكَ بَعْضَ الَّذِيْ نَعِدُهُمْ اَوْ نَتَوَفَّيَنَّكَ فَاِنَّمَا عَلَيْكَ الْبَلٰغُ وَعَلَيْنَا الْحِسَابُ

… maka sesungguhnya tugasmu hanya menyampaikan saja, dan Kamilah yang memperhitungkan (amal mereka). (ar-Ra’d/13: 40)


Baca setelahnya: Tafsir Surat Al Maidah Ayat 93-95


(Tafsir Kemenag)

Redaksi
Redaksihttp://tafsiralquran.id
Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...