Tafsir Surat Al-Nisa’ Ayat 133-135

Tafsir Surat An-Nisa' 171
Tafsir Surat An-Nisa'

Ayat 133

Apabila Allah berkehendak untuk melenyapkan semua manusia dan seluruh alam ini, sesudah itu menciptakan makhluk dan alam yang lain sebagai ganti untuk melaksanakan perintah-perintah-Nya, maka Allah kuasa melaksanakan kehendak-Nya itu; karena segala apa yang terdapat di langit dan di bumi tunduk di bawah kekuasaan-Nya.

Apabila ada sebagian manusia yang mengingkari nikmat Allah dan membangkang terhadap perintah-perintah-Nya, kemudian mereka dibiarkan terus hidup di dunia ini hingga ajalnya tiba, hal itu menunjukkan bahwa Allah benar-benar tidak memerlukan ketaatan mereka. Apabila mereka tidak diberi balasan secara langsung, bukanlah karena Allah tidak berkuasa untuk membinasakan mereka, tetapi semata-mata karena adanya hikmah dan kemaslahatan yang berguna bagi manusia yang bertakwa. Allah berfirman:

اَلَمْ تَرَ اَنَّ اللّٰهَ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ بِالْحَقِّۗ اِنْ يَّشَأْ يُذْهِبْكُمْ وَيَأْتِ بِخَلْقٍ جَدِيْدٍۙ    ١٩  وَّمَا ذٰلِكَ عَلَى اللّٰهِ بِعَزِيْزٍ  ٢٠

(19) Tidakkah kamu memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah telah menciptakan langit dan bumi dengan hak (benar)? Jika Dia menghendaki, niscaya Dia membinasakan kamu dan mendatangkan makhluk yang baru (untuk menggantikan kamu), (20) dan yang demikian itu tidak sukar bagi Allah. (Ibahim/14:19-20).

هوَاِنْ تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْۙ ثُمَّ لَا يَكُوْنُوْٓا اَمْثَالَكُمْ

… Dan jika kamu berpaling (dari jalan yang benar) Dia akan menggantikan (kamu) dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan (durhaka) seperti kamu (ini). (Muhammad/47:38).;Ayat ini mengandung ancaman kepada orang-orang musyrik yang selalu menyiksa pikiran dan perasaan Nabi dan menentang seruannya, juga untuk memperingatkan agar orang memperhatikan sunatullah yang menguasai hidup dan mati mereka.

Ayat 134

Ayat ini memberi peringatan kepada orang yang melupakan tujuan hidup yang sebenarnya, agar menyadari bahwa tujuan hidup mencari kebahagian dunia saja adalah tujuan yang tidak benar dan hasil yang akan diperolehnya adalah rendah sekali, karena hidup di dunia tidak akan kekal. Orang serupa ini adalah orang munafik yang apabila berjumpa dengan orang yang beriman, ia berpura-pura mengaku beriman, dengan maksud untuk memperoleh keuntungan pribadi.

Pahala yang diterima dari Allah adalah lebih tinggi, karena meliputi pahala dunia dan pahala akhirat. Karena itu seharusnyalah Muslimin berjuang untuk mencapai kedua pahala itu secara seimbang, tidak hanya tertarik pada kepentingan dunia saja, yang sifatnya sementara.

Berusaha untuk memperoleh pahala dunia dan pahala akhirat, sebenarnya adalah tujuan yang mudah dilakukan, bukan tujuan yang berada diluar kesanggupan manusia; dan tujuan ini tergambar dalam firman Allah yang merjadi doa orang yang beriman.

وَمِنْهُمْ مَّنْ يَّقُوْلُ رَبَّنَآ اٰتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَّفِى الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَّقِنَا عَذَابَ النَّارِ

”… Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka.” (al-Baqarah/2:201)

Agama Islam menuntun pemeluk-pemeluknya untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, kedua-duanya merupakan limpahan rahmat dan karunia Allah yang harus dicapai.

Allah Maha Mendengar akan bisikan hati hamba-hamba-Nya dan Maha Mengetahui segala urusan mereka. Oleh sebab itu seharusnyalah kaum Muslimin berusaha mendekatkan diri kepada Allah, baik dengan lisan atau dengan perbuatan. Dengan demikian mereka akan mempunyai jiwa yang bersih dan dapat membatasi diri dalam setiap usahanya dan perjuangannya agar mencapai keridaan Allah dan hidup berbahagia dunia dan akhirat.

Ayat 135

Orang-orang beriman diperintahkan agar menjadi orang yang benar-benar menegakkan keadilan di tengah-tengah masyarakat. Karenanya Allah memerintahkan kepada mereka untuk berlaku adil dalam segala hal, seperti keadilan dalam membagi waktu, menegakkan salat secara tetap dan tepat pada waktunya.

Dalam memberikan kesaksian, Allah memerintahkan agar memberikan kesaksian seperti apa adanya, tidak boleh memutarbalikkan kenyataan. Dalam menimbang barang agar berlaku adil, menimbang dengan tepat, tidak menambah dan tidak mengurangi (al-Mu¯affifin/83: 1-4).

Semua perintah itu jika dilakukan dengan sebaik-baiknya, niscaya akan menjadikan kebiasaan yang meresap di dalam jiwanya. Keadilan itu harus dilakukan secara menyeluruh di tengah-tengah pergaulan masyarakat, baik yang menjalani itu rakyat biasa ataupun kepala negara, petani atau pedagang, anggota atau kepala rumah tangga.

Jika menjadi saksi, jadilah saksi yang jujur, semata-mata karena mengharapkan keridaan Allah, tidak memutarbalikkan kenyataan, tidak berat sebelah, meskipun menyangkut dirinya sendiri, ataupun keluarganya. Kesaksian itu hendaklah diberikan sesuai dengan kenyataan baik menguntungkan dirinya sendiri ataupun menguntungkan orang lain, karena pada dasarnya kesaksian itu adalah salah satu jalan pembuktian untuk mencari kebenaran. Oleh sebab itu, kesaksian harus diberikan dengan jujur.

Apabila ada seseorang memberikan kesaksian yang tidak benar, dengan maksud ingin menguntungkan dirinya atau keluarganya, maka cara serupa ini tidaklah dianggap suatu kebaikan, karena memberikan keterangan palsu dengan maksud memberikan pertolongan kepada seseorang, tidak dibenarkan syariat dan bukanlah suatu kebajikan, tetapi pada hakikatnya perbuatan yang demikian itu termasuk membantu kejahatan dan menginjak-injak hak asasi manusia.

Allah menyerukan agar keadilan dan kesaksian itu dilaksanakan secara merata tanpa pandang bulu, baik yang disaksikan itu keluarganya sendiri ataupun orang lain, baik kaya ataupun miskin.

Hendaklah manusia mengetahui bahwa keridaan Allah dan tuntunan syariat-Nya yang harus diutamakan: tidak boleh orang-orang kaya disenangi atau dibela karena kekayaannya atau orang-orang fakir dikasihani karena kefakirannya, sebab jika kekayaan dan kefakiran yang dijadikan dasar pertimbangan dalam memberikan kesaksian, maka pertimbangan serupa itu bukanlah merupakan pertimbangan yang dapat membuahkan keputusan yang benar. Pertimbangan yang benar ialah didasarkan kepada kebenaran dan keridaan Allah semata.

Menegakkan keadilan dan memberikan kesaksian yang benar sangat penting artinya, baik bagi orang-orang yang menjadi saksi ataupun bagi orang-orang yang diberi kesaksian. Itulah sebabnya, menegakkan keadilan atau memberikan persaksian yang benar itu, ditetapkan dan dimasukkan ke dalam rangkaian syariat Allah yang wajib dijalankan.

Sesudah itu Allah melarang kaum Muslimin memperturutkan hawa nafsu, agar mereka tidak menyeleweng dari kebenaran, karena orang yang terbiasa menuruti hawa nafsunya, mudah dipengaruhi oleh dorongan hawa nafsu untuk melakukan tindakan yang tidak adil dan tidak jujur, sehingga mereka tergelincir dari kebenaran.

Apabila mereka memutarbalikkan kenyataan dalam memberikan persaksian, sehingga apa yang disaksikan tidak sesuai dengan kenyataan, atau mereka enggan untuk memberikan kesaksian karena tekanan-tekanan yang mempengaruhi jiwanya, maka mereka harus ingat bahwa Allah mengetahui apa yang terkandung di dalam hati mereka.

(Tafsir Kemenag)